Hari ini hari minggu. Libur kuliah, libur kerja. Maura memutuskan untuk tidak ke mana-mana. Ia ingin istirahat di rumah saja dan tentunya berleha-leha.
Semenjak bekerja, kegiatan Maura jadi mulai lebih hectic dari biasanya. Tapi ajaibnya Maura tidak mengeluh sama sekali. Apa mungkin belum?
Ia sekarang sedang menonton film bersama adiknya di ruang tamu, sambil menyemil ciki, "Kak, pacar kakak ganteng banget deh." kata adiknya tiba-tiba.
Maura memasang wajah bingung, alisnya berkerut, "Pacar? Kakak gak punya pacar."
"Ih itu yang kemarin pernah ke rumah, nungguin rumah jagain kakak!"
Maura mencoba mengingat-ngingat dan tidak lebih dari lima detik ia langsung tahu siapa yang dimaksud adiknya itu. "Itu bukan pacar kakak, itu temen."
"Oh temen ... Kenalin ke aku kak!" Abel menyengir lebar pada Maura yang langsung merespon dengan tersedak.
"Astagfirullah Bel ... Kamu masih enam belas tahun ih centil banget." Maura memutar bola matanya.
"Apa sih kak, emangnya kenapa? Kan dikit lagi aku tujuh belas tahun. Anggep aja temen kakak hadiah buat aku hehehe."
"Gak, kamu belajar dulu yang pinter, masuk Harvard dulu baru kakak kasih dia ke kamu." kata Maura sambil menyemil cikinya.
"Ih kakaaaak!"
"Bel, kamu sama dia bedanya sembilan tahun. Kamu mau dikata pacaran sama om-om?"
"Gapapa, future husband aku limit beda umurnya sepuluh tahun hehehe."
Kali ini Maura benar-benar melongo menatap Abel. Ia bahkan menyentuh jidat Abel memastikan apa adiknya itu sehat.
Perhatian Maura teralih pada ponselnya yang bergetar menandakan ada pesan baru masuk.
Pak Devan:
MauraMaura:
Iya, ada apa pak?Pak Devan:
Kamu lagi apa?Loh? Tumben.
Maura:
Lagi nonton film sama adik sayaPak Devan:
Di bioskop?Maura:
Iya pak, bioskop gratisPak Devan:
Emangnya ada?Maura:
Ada, di rumah sayaPak Devan:
OhMaura:
Iya."Gak penting banget chatnya." gerutu Maura lalu melempar ponselnya ke sampingnya.
"Kenapa sih kak?"
Maura hanya menggeleng sebagai jawaban.
Ponselnya bergetar lagi, kali ini bukan pesan, tapi telepon."Ka ada telepon tuh dari-omg! Aku aja yang angkat ya!!" pinta Abel bersemangat.
Maura langsung merebut ponselnya dari Abel dan ternyata telepon dari Devan.
Dengan malas, Maura mengangkatnya. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Ada apa p-" Maura langsung berhenti, ia melirik Abel. Ia baru ingat kalau ada adiknya. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Melviano
Teen FictionHanya sedikit deskripsi, Keraguan Devan terus berlanjut hingga penantian Maura terbalaskan oleh si peragu. Warning; author tidak bertanggung jawab jika pada akhirnya kalian begitu menyayangi kedua karakter yang disebutkan di atas. Selamat membaca da...