"Terusin tidurnya, saya akan jaga kamu di sini." kata Devan.
Entah perasaan apa yang lebih dominan Maura rasakan, tangannya digenggam Devan. Kurangajar pikirnya. Tapi Maura samasekali tidak berusaha untuk melepasnya.
"Tidur Ra."
"Ngapain bapak di sini? Bukannya ke Aussie?" tanya Maura.
"Saya tunda, hari rabu saya ke sana."
"Kenapa ditunda?"
"Saya khawatir sama anak murid saya."
Anak murid. Garis bawahi itu.
Itu sudah sangat jelas, Maura.
Maura melepas tangan Devan, "Bunda mana?"
Devan diam sebentar memandang tangan Maura, lalu menengok ke Maura lagi. "Jam 10 Ayah kamu ke sini. Bunda kamu tadi bilang lagi tidak enak badan, jadi Bunda nitip kamu ke saya."
Maura melihat ke arah jam, dua jam lagi.
"Bapak pulang aja, saya bisa sendiri."
Devan diam tidak menjawab.
"Bapak bisa dengar, kan?"
"Kamu kenapa sih Maura? Saya ada salah sama kamu? Akhir-akhir ini sikap kamu terhadap saya kelihatan beda." tanya Devan dengan mata yang tidak lepas dari Maura.
Maura tertegun sebentar. Kalau dipikir-pikir, iya juga, apa salah dia sampai-sampai Maura berubah sikap seperti itu?
"Memangnya saya seperti apa sebelumnya? Sama kan kaya gini? Lagipula bapak kan dosen dan bos saya."
"Dosen dan bos kamu kan? Harus kah sikapnya seperti itu?" Devan melanjutkan, "Iya sebelumnya juga kamu sering kaya gini, tapi yang ini beda. Kamu kelihatan samasekali gak mau ngelihat saya. Saya ada salah? Boleh kamu bilang. Saya akan terima dan minta maaf jika buat kamu tersinggung."
"Gak ada." jawab Maura singkat.
"Yasudah, jadi kenapa begitu?"
Maura tidak menjawab.
Devan membuang nafasnya berat. Ia lalu membuka ponselnya, "Saya hubungi Gerry saja untuk jaga kamu sebentar." katanya mulai beranjak berdiri ingin ke depan.
Maura langsung menarik tangannya, "Apa-apaan sih Pak?! Jangan!"
Devan melirik ke Maura, "Ya sudah, Lilly saja." Devan mulai mencari nomor Lilly di pesan ponselnya.
"Jangan."
Devan berhenti, ia melirik Maura lagi tapi ia tetap melanjutkan ingin menghubungi Lilly.
"Saya bilang jangan!" kesal Maura.
"Kenapa? Lilly kan sahabat kamu, kenapa gak mau?" tanya Devan bingung.
"Gak mau ngerepotin."
Devan menatap Maura sebentar, yang dipandang membuang muka.
"Yaudah kamu gak mau saya temenin? Berani sendiri?" tanya Devan memastikan, ia tidak ingin memaksa Maura jika Maura memang ingin sendiri.
Maura tidak menjawab lagi.
Melihat respon Maura, Devan jadi yakin untuk pergi, "Kalau ada apa-apa hubungi saya ya? Saya pergi sekarang." Devan mengusap kepala Maura. Dan mulai pergi, menghilang dari balik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Melviano
Novela JuvenilHanya sedikit deskripsi, Keraguan Devan terus berlanjut hingga penantian Maura terbalaskan oleh si peragu. Warning; author tidak bertanggung jawab jika pada akhirnya kalian begitu menyayangi kedua karakter yang disebutkan di atas. Selamat membaca da...