32; Bertatap Kembali

33.7K 2.1K 45
                                    

Minggu lalu Devan menugaskan mahasiswanya untuk membuat surat lamaran pekerjaan menggunakan bahasa inggris, lalu ia akan menginterview para mahasiswanya satu persatu.

Sekarang Devan sudah berdiri di depan kelas, "Kumpulkan tugas kalian di atas meja saya, lalu silakan kalian semua keluar, saya akan interview kalian sesuai absen, jadi jika ..." Devan melihat ke buku absensi, "Anaya nanti sudah keluar dari kelas, absen selanjutnya masuk, begitu seterusnya ya." perintahnya.

"Okey Sir!" jawab anak-anak serentak.

"Sir, why don't you speak english again?" tanya Ratu.

Devan menengok ke Ratu, "I decided to speak bilingual in this class, karna saya tahu di kelas ini tidak semuanya bisa bahasa inggris, contohnya Abdul." terangnya

"Astagfirullah bapak, saya turunan Prancis Pak," kata Abdul.

"Eh cianjur diem lu." kata Gerry.

Kelas langsung ramai tertawa, mereka lupa ada dosen yang memerhatikan mereka, di sela-sela tertawaan, tiba-tiba ada yang menyeletuk, "Pak Devan! Bapak udah putus ya sama Bu Hana??" entah itu siapa. Membuat anak-anak tambah ramai.

"Gossip gossip gossip!" ramai anak cowok. Sepertinya di kelas 5h17 yang paling berisik anak cowoknya ketimbang anak cewek.

Maura memerhatikan Devan, jujur saja, perasaannya pada Devan masih melekat di hatinya. Tapi ia selalu berusaha tidak menganggap itu ada.

"Tolong jangan bertanya di luar konteks pelajaran, bedakan pelajaran dengan urusan pribadi." tegas Devan memperingati.

Mendengar Devan yang sepertinya tidak bisa diajak santai kali ini, anak kelas langsung menghening dan berkata, "Maaf Pak."

"Please leave the class, except Anaya," Devan langsung kembali ke tempat duduknya.

Mereka pun langsung keluar kelas, di luar kelas mereka duduk lesehan menunggu giliran sambil bersiap dan menghafal apa yang akan mereka bicarakan dengan dosennya itu.

"Ur, lu absen keberapa?" tanya Fadli yang ada di samping Maura.

"Pokoknya gue tengah ke akhir." jawab Maura.

"Masih lama, kantin yok Ur." tawar Fadli.

"Sama yang lain aja, gue mager." tolak Maura.

"Ya elah." keluh Fadli, "Ger, ama lu aja dah yok." ajaknya ke Gerry.

"Ayok," kata Gerry, "Ga, Dul, ayok kantin." ajak Gerry ke Angga dan Abdul.

Angga menengok, "Lu ngajak pas nama gue dikit lagi maju, anying."

"Wesehh santai." kata Gerry, "Ayo Dul," Gerry menarik baju Abdul.

Abdul yang sedang menghafal, kesal diganggu, "Gua maju abis ini, sat."

"Nama lo Muhammad Fachtiar Abdullah, bloon." kesal Gerry.

Abdul berhenti menghafal lalu menengok ke Gerry, "Lah iya bahahaha lupa anjir."

Lilly menepuk jidatnya sambil geleng-geleng melihat Abdul, "Nama sendiri lupa coba tuh."

Maura sedari tadi tidak menghiraukan teman-temannya, ia memainkan ponselnya dengan pikiran berkelana ke mana-mana. Ia merasa tidak pernah semerana ini sebelumnya. Jujur selama seminggu ini, Maura sangat merindukan Devan. Tapi ia tetap bersikeras menekan egonya untuk tidak lagi berhubungan dengan pria itu, harus menjauh. Titik. Dan nyatanya kelas Bahasa Inggris yang Devan ajar, beresiko merobohkan misinya dikit demi sedikit. Maura menghembuskan nafasnya, bayangkan, siapa sih yang bisa move on dan menahan rasa rindu ke orang yang benar-benar kita harapkan kalau setiap minggunya dipastikan akan bertemu?

Mr. MelvianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang