Ep. 37 - 🌞

437 76 17
                                    

Haechan yang baru pulang sekolah langsung duduk berselonjor didepan teras bersebelahan dengan ayahnya yang sepertinya sedang asik memotongi kuku sambil menggumamkan senandung lagu yang asing di telinga putranya.

Merasa ada yang aneh karena tak ada pergerakan atau suara tak berjeda dari sang putra, kepala Minhyuk otomatis menoleh dan menemukan kejanggalan yang membuat keningnya berkerut. Haechan anak ke duanya yang 100% mewarisi kecerewetannya sore ini mulutnya tertutup rapat dengan mata menatap kosong ujung sepatu convers hijaunya, mukanya yang sudah kucel berpadu dengan baju seragamnya yang lusuh sukses membuat Minhyuk berdecak heran.

 Haechan anak ke duanya yang 100% mewarisi kecerewetannya sore ini mulutnya tertutup rapat dengan mata menatap kosong ujung sepatu convers hijaunya, mukanya yang sudah kucel berpadu dengan baju seragamnya yang lusuh sukses membuat Minhyuk berdecak...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"kamu kenapa Chan?" tanya Minhyuk kembali fokus pada kegiatannya memotongi kuku.

Haechan bergeming, menyisakan suara pemotong kuku di tangan ayahnya.

"uang jajannya abis? Apa hari ini di suruh ngebersihin wc lagi sama guru kon-"

"kangen orang dosa nggak sih yah?"

Minhyuk yang baru saja menyelesaikan potongan terakhir di jari kelingkingnya itupun membuka mulut lebar dan mengeluarkan suara tawanya.

"ya nggaklah. Kalau kangen dosa, surga kosong dong"

Minhyuk masih asik menertawakan pertanyaan konyol putranya sampai Haechan kembali buka suara.

"kok Chan kangen kak Dodoy ya"

Minhyuk sekali lagi tak bisa menahan gelegar tawanya mendapati muka melas Haechan saat mengatakan satu fakta barusan.

Minhyuk tau seberapapun seringnya ketiga anaknya adu omongan, bertengkar dan saling menjahili satu sama lain, dibalik itu semua ikatan mereka sebagai saudara tentu saja tak bisa di bantahkan, naluriah. Dan itu jelas terlihat semenjak tiga bulan lalu Doyeon pada akhirnya harus pergi dari rumah untuk mencoba hidup mandiri di kota orang. Hari itu, bahkan jauh sebelum hari keberangkatan Doyeon, Haechan dan Seonho seakan sengaja mengumandangkan kepada dunia tentang surga macam apa yang bisa mereka tempati setelah kepergian Doyeon.

"wah enak ntar kalo kakak pergi nggak ada yang ngabisin stock oreo aku"

"Alhamdulillah, nggak ada juga yang mandi hampir sejam sambil nyanyi nggak jelas, bikin gue nahan boker"

"yang jelas nggak akan ada yang sok berkuasa nyuruh-nyuruh kita dong"

Lalu Haechan dan Seonho berhi-five membiarkan Doyeon yang pasang telinga meski asik menata barang-barangnya itu berdecak sebal.

"awas ya lo berdua kalo sampe kangen omelan-omelan gue"

"no! Never!" bantah kedua adiknya bersamaan.

Sayangnya dua kata yang tadinya terucap lantang itu harus buru-buru di tarik kembali saat hari keberangkatan Doyeon tiba. Meski saat mengantar dari rumah keduanya sangat pintar menjaga ekspresi yang di buat seolah-olah tak terjadi apa-apa, tapi berbeda saat mereka sekeluarga dalam perjalan setelah mengantarkan Doyeon dari stasiun. Haechan dan Seonho yang sama-sama duduk di kursi belakang mendadak menjadi senyap. Seonho memilih menatap kosong pemandangan yang terbatas jendela bening mobilnya sambil memasukan beberapa potong keripik Lays yang dipangkunya sedari berangkat. Entahlah sepertinya Seonho sedang melamun atau memikirkan sesuatu, yang jelas matanya itu tak berbinar seperti biasanya.

MondramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang