Chapter Delapanbelas

8.7K 744 22
                                    

Tidak akan membuka hati ini untuk yang lain, kecuali ketika kamu memberikan kuncinya pada orang lain.

👀

"Claudy! Please, dengerin penjelasan gue dulu." Memalingkan wajah, pemandangan luar mobil lebih baik dibandingkan dengan wajah kekasihnya kini.

"Lo dapet kabar darimana, sih, gue deket sama cewek lain?" Claudy menyerahkan ponselnya yang berisi gambar si pria dengan wanita lain kepada si prianya.

Si pria pun nampak kaget, namun sedetik kemudian raut wajah itu ia hilangkan berganti dengan mencoba merayu mesra.

"Hey hey, sini." Si pria menangkup wajah Claudy hingga ia dapat melihat jelas wajah si pria yang tersenyum manis kepadanya.

"Oke, sorry. She is my ex," jelas si pria membuat Claudy merengut sedih mendengarnya. "Kita cuma ketemu gak sengaja. Dan dia juga udah bahagia, dan itu gak ada hubungannya apa-apa sama gue. Percaya sama gue," si pria memohon menatap Claudy.

Dan akhirnya sebuah anggukan tercipta untuk menjawab penuturan si pria. "Iya gue percaya,"

"Nah, gitu dong." Dengan gemas si pria pun mencubit pipi Claudy. "Sakit, tau." Dengan manyun, Claudy memegangi pipinya yang perih karena dicubit.

"Eh hehe sorry, sayang." Dan pertengkaran tersebut akhirnya berakhir dengan tawa diantara mereka.

👀

Claudy jalan menuju kamar menaiki tangga dengan sempoyongan. Efek minuman beralkohol menghinggapi dirinya. Pusing ia rasakan, namun rasa bahagia juga ada di hatinya. Kadang ia tersenyum lalu tertawa, bercerita sendirian dengan keadaan yang beberapa kali hampir saja terjatuh.

"Dasar anak tidak tahu di untung!" Langkah Claudy terhenti. Lagi-lagi suara papanya yang menulikan. Claudy tak menghiraukan, ia lebih baik tak berada dekat dengan papanya. Dengan langkah terburu-buru, Claudy pergi meninggalkan papanya menuju kamarnya. Tidak, bukan. Sudah beberapa hari ini ia tak melihat kondisi mamanya. Lebih baik, ia ke kamar mamanya.

Sampai di dalam kamar mamanya, Claudy dapat melihat mamanya yang hanya diam tak bergeming. Duduk menghadap jendela dengan tenang. Claudy sedih, amat sedih. Melihat mamanya yang kurus tak terurus. Tulang yang hampir keluar menampakkan wujudnya, keadaan mamanya begitu memprihatinkan. Claudy menangis di tempatnya.

Kenapa ia harus hadir di keluarga yang tak mengharapkannya?

Kenapa mama harus merasakan sakit seperti ini?

Kenapa mama harus terima pernikahan papa jika akhirnya terluka?

Dan masih banyak lagi kata 'kenapa' yang bersarang di otaknya. Hingga rasanya, kepala Claudy pun seperti akan meledak.

Claudy memang melampiaskannya pada sex juga minum-minuman berlakohol. Namun, itu juga tidak ia lakukan setiap saat. Karena ia melakukan itu saat ia mau saja. Dan saat hatinya benar-benar hancur. Mengingat papanya yang sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan mamanya.

Claudy melangkahkan kakinya secara perlahan. Dengan sisa rasa pusing, ia tetap mencoba menyeimbangkan dirinya agar tak limbung.

Sampai tepat di depan mamanya, air mata Claudy sama sekali tidak dapat ia bendung. Luruh, air mata Claudy akhirnya luruh membasahi pipinya.

"Ma," isak tangis Claudy melihat mamanya yang hanya diam menatap keluar jendela.

"Ma," sekali lagi, tidak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir mamanya yang cantik itu.

"Ma, ini Cla, mah." Tak kuat, Claudy menangis dengan sesegukan. Ini menyakitkan, senakal apapun, Claudy masih menyayangi mamanya. Yang melahirkannya, dengan keringat pengorbanannya. Claudy meraung memeluk mamanya dengan segala rindu dan kasih sayang.

"Maaaa..!"

👀

"Mas Aska, kita mau kemana?" Tanya Syafa yang penasaran karena tak tahu akan dibawa kemana dirinya. Karena tadi, Aska mengatakan bahwa ia akan berkeliling komplek namun tidak tahu dengan tujuan apa.

"Keliling," dengan setia, Aska menggandeng jemari Syafa agar tak lepas landas ke segala arah.

"Mau cari sesuatu?"

"Hm"

"Apa?"

"Calon istri kedua," dengan enteng Aska menjawab.

"Eh?" Kaget Syafa mendengar apa yang Aska ucapkan.

Tidak ada jawaban, membuat Syafa sedih. Apa benar Aska ingin mencari istri kedua? Jika benar, Syafa belum siap. Akhirnya Syafa hanya diam, murung lebih tepatnya.

"Duduk,"

"Iya." Syafa duduk di sebuah bangku tukang sop buah yang berada di ujung komplek.

Sembari menunggu Aska, lamunan Syafa menjurus pada satu hal yang tadi Aska lontarkan. Menunduk sedih, Syafa tidak bisa untuk tidak memikirkannya.

"Kenapa?" Merasa heran dengan sikap Syafa, Aska pun bertanya. Dasar tidak peka, Aska.

"Tidak apa-apa, mas." Aska mengangguk lalu menerima semangkuk sop buah dari si penjual.

"Buka mulutnya," Aska menyuapi Syafa sop buah dengan sebuah apel di atas sendoknya. Kemudian ganti ia yang memakan sop buah tersebut.

Sampai sop buah tersebut habis di lahap secara bergantian Aska dan Syafa, Aska pun membayarnya. Setelah itu menuntun Syafa untuk kembali berkeliling sampai akhirnya berhenti di rumah mama dan papa Hafiz lagi. Dan Syafa hanya diam, menjawab pun saat ditanya saja.

"Kamu kenapa?"

"Eh? Eng-gak, kok. Enggak kenapa-kenapa." Bohong Syafa.

"Masalah istri kedua?" Terlihat kegugupan yang tampak di wajah Syafa. Aska tersenyum mencubit pipi Syafa dengan gemas.

"Aku bercanda, sayang."

"Eh?" Syafa berdebar. Syafa malu. Rona merah terhias di pipinya. Aska baru saja memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.

"Tidak ada niat di hatiku untuk berbagi dengan yang lain. Percaya, kan?" Syafa mengangguk malu.

"Karena, hatiku terkunci. Dan pemilik kuncinya adalah kamu seorang," Aska menoel hidung Syafa, membuat Syafa lagi-lagi malu dibuatnya.

👀

Kiw ah! Aska bener-bener yak, receh beud gombalnya😂😂

Wkwk jangan lupa klik bintangnya gaissss, kasih komen dong. Apakek, kita receh bareng2😋💕

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang