Chapter Duapuluh Dua

8.8K 704 56
                                    

Siapkan diri kalian gais, part ini akan sepanjang jalan kenangan wkwk enggak ih, pokoknya siapin posisi aja yak. Luvyu!

👀

"Maaf yah udah bikin lo jatuh, tangan lo atau lutut lo gak apa-apa?" Tanya Claudy dengan menyesal dan khawatir. Pasalnya, tadi saat menuju taman sekitaran tukang buah, saat mereka berlari membuat Syafa jatuh. Syafa meringis sedikit pergelangan tangannya, ada luka gores di sana. Namun tidak berasa lebih perihnya, jadi Syafa bisa menahannya.

"Gak apa-apa kok, mba. Cuma luka kecil ini mah paling," Syafa mencoba meyakinkan. Namun rasa tak enak hati masih menguasai Claudy. Menarik pergelangan tangan Syafa, lalu ia lihat. Claudy begitu menyesal melihatnya.

"Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana. Oke?"

"Mbak mau kemana?"

"Ssstt, lo tunggu di sini yah?" Claudy memperingatkan. Dan Syafa hanya bisa mengangguk patuh.

Sekitar lima menit kemudian Claudy datang. Dengan sebuah plester bunga bunga di tangannya. Lalu duduk di samping Syafa. Kembali meraih pergelangan tangan Syafa.

"Gue cuma bisa plester ini.." Claudy sembari melilitkan plester tersebut pada luka Syafa. "Karena mini market nya masih jauh lagi. Mau ninggalin lo, gak tega gue."

"Gak apa-apa mbak, Syafa juga sudah sangat berteri makasih banget sudah dibelikan plester."

Selesai, kini mereka kembali pada pemikiran mereka masing-masing. Sampai Claudy ingat, bahwa tadi Syafa menjatuhkan sesuatu sampai luka mengalihkan atensi Claudy untuk segera mengembalikannya.

"Sya?"  Syafa menoleh, menunggu Claudy berucap.

"Ini?" Tangan Claudy terulur dengan sebuah benda di genggamannya.

Alis Syafa bertaut bingung, mencoba meraih tangan Claudy. Sampai tangan Claudy tergenggam, sebuah benda tersebut dapat Syafa rasakan.

Syafa kaget, sebelum ia mengambil benda tersebut, ia meraba lehernya. Benar, ternyata miliknya. Sesuatu yang iya jaga telah lepas dan untungnya dapat ditemui.

"Kok bisa ada di mbak?"

"Gara-gara lo jatuh tadi, Sya. Sorry yah baru kembaliin." Sesal Claudy.

"Iya gak apa-apa, mbak."

"Sini gue pakein lagi," Syafa mengangguk antusias. Dengan sigap, Syafa mempersilahkan Claudy untuk memasangkan kalung di lehernya.

Selesai memasangkan, Claudy menatap kalung tersebut sebentar. Lalu rasa iri muncul di benaknya.

"Kalung lo bagus," puji Claudy.

Syafa kembali meraba kalungnya. Tersenyum, ingatan tentang ibunya membuat Syafa merindu. "Terima kasih, mbak."

"Dari doi lo?"

"Doi?" Syafa bingung dengan makna doi sesungguhnya.

"Your boyfriend. Kekasih lo," Syafa membulatkan bibirnya lalu menggeleng.

"Terus?"

"Dari almarhumah ibu, mbak." Claudy menegang di tempatnya. Dia salah berucap sepertinya.

"Sorry," Syafa tersenyum agar Claudy tak merasa bersalah.

"Enggak mbak, enggak apa-apa." Syafa mengelus jemari Claudy. "Ini memang kalung yang ibu kasih untuk Syafa. Ibu bilang, ini kalung pemberian dari ayah."

"Kalungnya pasti ada foto ibu lo," Syafa mengerutkan alisnya.

"Foto?"

"Iya. Emang lo gak tau?" Syafa menggeleng.

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang