Chapter Tigapuluh Satu

5.8K 528 14
                                    

Masih di tempat sama keesokan harinya. Aska masih dalam tahap pemulihan bertemu dengan Ardan sebagai kunci atas apa yang terjadi dengan Syafa.

Segelas kopi hangat menemani, sebotol air mineral juga pun sama. Ramai menyelimuti, duduk berhadapan dengan banyaknya pertanyaan yang bersarang. Semoga Aska mendapatkan jawaban atas apa yang ia tanyakan.

"Ingin makan sesuatu terlebih dulu?" Aska menggeleng. Ia lebih kearah penasaran dibandingkan rasa lapar saat ini.

"Baik. Apa yang ingin anda tanyakan?" Ardan mempersilahkan. Ia tahu, ia anak baru. Yang muncul di antara kedua pasangan yang sedang di uji.

"Bagaimana keadaan, Syafa?" mulai bertanya, dengan santai Ardan menjawab,

"Semakin membaik. Namun untuk ingatannya masih belum berkembang. Butuh bimbingan," Aska mengerti. Untuk masalah itu memang tidak gampang. Butuh proses panjang.

"Dia aman, kan?" alis mata Ardan menukik tajam. Lebih tepatnya ia bingung namun sedetik kemudian sadar bahwa apa yang dimaksud adalah kondisi Syafa yang tinggal di rumahnya.

"Ada sekitar 2 satpam dan 2 asisten rumah tangga yang siap membantunya. Tidur terpisah dan tentu aman." menatap dengan tajam, Ardan bergidik ngeri. Namun untuk membuktikan bahwa ia tak macam-macam maka ia pun harus berani menatap balik lawannya. Dan oke, Aska percaya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

Untuk yang ini Ardan mencoba mengingat kembali. Mengingat saat di mana ia menemukan Syafa. Di mana saat ia baru saja pulang dari rumah sakit lalu melihat seorang wanita tergeletak tak berdaya.

"Saat itu aku sudah tidak ada jadwal. Dan memutuskan untuk kembali ke rumah dengan cepat.." ucapnya sembari menerka-nerka.

"..perjalanan melintasi jalan mawar yang tidak terlalu ramai, fokusku terbagi. Ada sosok yang tergeletak tak berdaya di depan dekat trotoar jalan. Aku pikir itu bukanlah seorang manusia, namun dengan laju lambat dan fokus memperhatikan, semakin jelas terlihat bahwa sosok tersebut adalah seorang manusia. Wanita lagi. Akhirnya aku turun dan memeriksa," lanjutnya lagi.

Kemudian, "kulihat darah keluar dari kepalanya. Lumayan banyak, tentu jika tak ku bawa dengan segera akan habis darah tersebut. Akhirnya yang ku pilih adalah menuju rumah, lebih dekat, karena takut jika memakan waktu lama akan berakibat fatal. Untungnya aku sengaja menyediakan alat-alat kedokteran setengahnya di rumah," dari sini Aska mulai paham. Apa yang membuat Syafa, wanitanya seperti itu.

"Sampai ia sadar, saat ku tanya ia tak ingat apapun. Juga ternyata ia tak dapat melihat. Dan aku memutuskan untuk memanggil Dokter senior, dari situ kesimpulan muncul bahwa Syafa memang mengalami hilang ingatan." benar-benar mengerti akhirnya, Aska tahu sesuatu bahwa Syafa terluka. Dan penyebab asli dari timbulnya luka tersebut yang belum ia tahu.

"Hilang ingatan?"

"Iya. Lebih tepatnya untuk amnesia disosiatif. Di mana amnesia disosiatif telah dikaitkan dengan stres yang luar biasa, yang mungkin hasil akibat suatu peristiwa traumatik seperti perang, kekerasan, kecelakaan, atau bencana, dan pasien merupakan orang yang telah mengalaminya atau menyaksikan sendiri. Dan Syafa sendiri terjadi karena sebuah kecelakaan yang membuatnya traumatik hingga menyebabkannya hilang ingatan." oke. Aska mulai makin mengerti sampai kini.

"Untuk mengobatinya?" tanya Aska kemudian.

"Tidak ada obat untuk menyembuhkan hilang ingatan. Jika depresi mungkin iya butuh sebuah obat. Karena Syafa tidak mengalami penyakit fisik, jalan yang bisa diambil bisa ke psikiater atau psikolog. Namun itu tergantung dari individu itu sendiri, karena untuk hal ini bisa kembali seiring berjalannya waktu. Dengan bantuan orang terdekat secara perlahan-lahan tentunya." sangat jelas. Yang Ardan sampaikan cukup sangat jelas. Aska bisa mengambil kesimpulan dan langkah selanjutnya untuk kesembuhan Syafa.

"Bisa saya bawa Syafa untuk kembali ke rumah? Lebih tepatnya ke rumah orangtuanya," dengan senang hati Ardan mempersilahkan.

"Silahkan. Hanya saja saya harus membuat Syafa yakin bahwa anda adalah orang baik," Aska tidak percaya jika ia dikatakan jahat oleh wanitanya sendiri.

"Baiklah."

"Lalu lukamu?" Ardan melirik. Ia sebelumnya tahu jika Aska mengalami kejadian yang buruk.

"Ya, kurasa sebentar lagi sembuh." Ardan mengangguk. Lalu ia meminum tenggakan terakhir kopinya. "Ngomong-ngomong, siapakah Sania?" Ardan menoleh. Ia lupa tak memberitahu asal-muasal Syafa dipanggil Sania.

"Oh, ya! Itu nama adikku. Dan aku juga ingin memberikan kabar baik padamu," Aska menunggu. Kabar baik?

"Apakah itu?"

"Sania adalah adikku. Dan dia sudah meninggal beberapa hari yang lalu akibat penyakit yang di deritanya. Sudah ku beritahu Syafa mengenai hal ini. Namun rasanya harus ku sampaikan juga padamu karena kutahu kaulah orang penting di hatinya. Ini mengenai mata Syafa. Syafa akan melihat lagi dan kemarin ia kemari untuk memeriksakan matanya," benarkah? Aska lega dalam hati. Wanitanya akan dapat melihat lagi. Begitu kabar yang sangat membahagiakan untuknya.

"Apakah itu adalah...?" Ardan mengangguk. Sebagai jawaban atas tatapan tanya yang Aska berikan. Dan Aska tersenyum kemudian. Hatinya pun sama. Karena rasanya sungguh membuatnya bergetar.

"Terima kasih," ucap Aska tulus.

"Iya, Aska."

Aska masih saja tersenyum. Ia memikirkan Syafa. Membayangkan bagaimana jika nanti Syafa dapat melihat. Melihat indahnya dunia dan segala isinya. Apalagi melihat indah dirinya. Haih, Aska pede!

👀

Sebel gak sih pas Akhirnyaa? Wkwk pede banget😂😂

Oiya jika ada kekurangan atau kurang pas kasih tahu yah, nuhun🙏

Terima kasih sudah baca, saranghae!❤

Kasih🌟 dan 💬 juga yak💚💙

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang