Chapter Tigapuluh

6.3K 509 7
                                    

Sania dan Kak Ardan sedang berada di rumah sakit. Ya. Sania di ajak oleh Kak Ardan untuk memeriksakan matanya yang nanti akan di ambil keputusan apakah dengan mata yang di donorkan tersebut bisa lanjut ke tahap selanjutnya atau tidak.

Setelah pemeriksaan, Sania diminta untuk menunggu sebentar di taman rumah sakit karena Kak Ardan harus menjalani kewajibannya terhadap pasien.

Menunggu sembari menghirup udara segar, Sania benar-benar telah berani menginjakkan kakinya keluar dari rumah Kak Ardan. Karena sempat ia takut akan kejadian yang membuatnya luka sampai ia tak mengingat hal apapun itu.

Diam dengan segala pemikirannya, tiba-tiba sesuatu menyentuh sepatunya. Seperti menggelinding, benda tersebut ternyata adalah sebuah bola yang sempat di tendang oleh si anak kecil laki-laki yang kini mengambil bolanya.

"Maaf yah, kak, ganggu." Sania menggeleng. Ia tersenyum manis meskipun ia tak tahu di mana letak si anak laki-laki tersebut.

"Tidak, kok. Selamat bermain kembali," mengangguk. Setelah mengambil bola, anak laki-laki tadi pergi dengan membawa bolanya. Sedang Sania kembali diam menghirup aroma dari khasnya rumah sakit. Benar-benar menyejukkan membuat Sania damai.

Sampai ia sungguh sangat kaget saat seseorang duduk dan tiba-tiba mencengkram pundaknya. "Syafa!" ucapnya dengan keras sampai cengkramannya pun membuat Sania meringis.

"Maaf," Sania mencoba melepas apa yang telah sosok yang tiba-tiba datang tersebut lalukan, karena perihnya benar-benar terasa. Mengerti, sosok tersebut melepasnya. Melepas cengkraman tersebut.

"Kamu kemana aja, Sya?" alis Sania terangkat karena sosok di depannya memanggil dengan sebutan lain dan bukanlah nama yang ia semat sekarang.

"Kita pulang. Papa sama Mama khawatir, apalagi Ayah kamu." mencoba menarik tangan Sania untuk dibawa ke ruangan sosok tersebut, namun malah sebuah penolakan yang diterima membuat sosok tersebut terlihat bingung dan heran.

"Kamu...siapa?" membulatkan mata, rasa tak percaya muncul. Setelah tak lama bertemu dan akhirnya ia dilupakan?

Sosok yang bernama Aska kembali duduk. Menatap wanita yang ia rindukan, Aska menatap sendu. Namun ia coba sekali lagi memastikan bahwa wanita yang berada di depannya ialah Syafa, wanitanya.

"Kamu tidak mengingatku?" Sania menggeleng. Ia benar-benar tak tahu siapa gerangan sosok yang berda di hadapannya kini. Namun aroma khas pria di depannya membuatnya suka.

Aska menghela nafasnya pelan. Benar ternyata ada yang tak beres. Sampai Kak Ardan datang membuat Aska heran. Siapa lagi gerangan laki-laki berjas putih seperti Dokter itu?

"Sania?" mendengar suara Kak Ardan, Sania langsung menghampiri dan berlindung di balik punggungnya. Tatapan penuh tanya hadir antara Aska dan Kak Ardan. Saling pandang dengan penuh tanda tanya di sekelilingnya.

Melirik Aska, Kak Ardan meminta untuk duduk kembali dan menceritakan apa yang terjadi namun batal saat Sania mengatakan bahwa ia lapar. Akhirnya Kak Ardan mengajak Aska dan Sania untuk ke kantin rumah sakit.

👀

Mereka semua sudah berada di kantin rumah sakit. Dengan Kak Ardan yang sudah sebelumnya memesankan makanan untuk Sania. Dan Aska hanya bisa memperhatikan dengan segala kebingungan yang ia rasa.

Memperhatikan dengan detail tiap sudut keindahan di wajah Sania, hal itu benar-benar membuat Aska yakin bahwa yang berada di hadapannya kini adalah Syafa. Bukan yang lain.

Alis tebal yang rapih, hampir menyatu. Bulu mata yang lentik manja. Hidung yang sedikit mancung serta bibir tipis yang berwarna merah muda di sana. Tentu hal ini yang membuat Aska yakin, seyakin-yakinnya. Yaitu sebuah tahi lalat yang bersarang indah di bawah mata kanan indah Syafa. Kecil dengan aura kecantikan yang luar biasa. Sungguh Aska rindu senyumnya yang amat memesona hidupnya.

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang