Chapter Empatpuluh Empat

5.8K 464 12
                                    

👀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👀

Selama beberapa hari Aska mencoba menghubungi Syafa dan Cipa lagi, karena entah apa yang terjadi, mereka  begitu sulit dihubungi. Mama pun sama, ditanya masalah Syafa, selalu banyak alasan. Hal ini membuat Aska seperti akan mati saja, kabar Syafa benar-benar tak terdengar olehnya. Ia sedikit kehilangan darahnya dan akan semakin berkurang jika terus-menerus tak mendapat amunisi kabar. Ah, Aska sudah guling-guling di tanah jika ia tak mengingat itu adalah hal yang sia-sia.

Akhirnya Aska memutuskan untuk pergi membeli tiket pesawat. Biarlah ia dimarahi oleh Papa Hafiz karena melanggar peraturan, karena ia harus tahu apa alasan dibalik hilangnya kabar Syafa. Di sana, Jansen baru datang entah darimana dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Wajahnya penuh dengan lelah dan sungguh ia tak pernah melihat wajah Jansen yang semenyedihkan itu. Penasaran, Aska pun berujar.

"Sepertinya telah terjadi sesuatu," ucap Aska dan mendapat sebuah anggukan keluar dari Jansen.

"Apa?" tanya Aska penasaran.

"Kamu belum tahu, Bro?" kini malah Aska yang dibuat bingung. Memangnya terjadi sesuatu apa yang belum ia ketahui?

"Belum tahu apa?" Aska ingin Jansen dengan segera memberitahukannya.

"Kau baca berita heboh di ponselku, nih." Aska mengerutkan keningnya terlihat bingung saat Jansen menyerahkan ponsel miliknya. Mengapa harus melihat media bullshit seperti itu? Aska memang tidak pernah percaya dengan berita murahan yang belum tentu jelas kebenarannya.

Akhirnya Aska melihat media tersebut, dan ia langsung di hadiahi dengan sebuah berita mengenai ia dengan sosok wanita yang mengaku dirinya cantik, Debila.

Membaca detail tiap kata demi kata, Aska benar-benar tak menduga bahwa ia dikatakan sedang menjalin hubungan dengan Debila. Sungguh, berita bullshit seperti itu mengapa harus dipajang? Aska pun dibuat menjadi geram.

Aska memukul lemari yang ada dihadapannya membuat Jansen kaget dan bangun dengan sigap dari tidurnya. Jansen pun mencoba menenangkan Aska, ia tahu bahwa saat ini sahabatnya sedang dalam keadaan emosi.

"Tenang, Bro." ucap Jansen menahan tubuh Aska untuk tidak melakukan hal yang lebih bodoh. Seperti membenturkan bantal ke dinding atau memukulkan sendal ke lemari. Jangan, jangan sampai.

"Bagaimana aku bisa tenang?!" lantang Aska bertanya, Jansen benar-benar hampir saja jantungan, karena Aska berteriak begitu keras. "Ini semua tidak benar! Dan aku yakin, penyebab mereka mendiamkanku pasti karena berita ini." ucap Aska menggebu.

"Aku ingin menjelaskan kesalah pahaman ini, aku ingin pulang. Aku ingin menjelaskannya pada Syafa, dan orang rumah." Aska sudah bringas memasukkan semua bajunya ke dalam koper. Jansen pun kalang kabut menenangkan Aska, sungguh ini benar-benar keadaan buruk Aska yang sedang termakan emosi.

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang