Chapter Empatpuluh Enam

6.5K 534 29
                                    

Ia seperti mati tetapi ia hidup,
Ia berjalan di tengah benderang bulan tetapi tetap gelap pandang matanya,
Seperti tertusuk beberapa kali jarum namun darah tak pernah keluar dari dalamnya.
Jatuh tersungkur, bangkit lagi lalu tersungkur kembali.
Rasanya lelah, dan hampir-hampir ia akan melebur bersama hamparan pasir.

👀

Aska duduk dengan lemas di unggakan tangga yang begitu setia meksi injakan kaki tak pernah henti menapaki. Ia sedang menerawang jauh saat di mana senyum manis nan menawan itu begitu setia menemani. Kini, ia hanya bisa memandangi dari kejauhan. Seperti udara yang ia hirup, ada tetapi tak bisa ia sentuh.

Ia seperti kehilangan arah, karena semenjak bidadari nya hadir, tujuan hidupnya hanya untuk sang bidadari, namun jika sudah seperti ini, akan ia bawa kemana arah hidupnya?

Jansen memandangi dengan miris sahabatnya, ia juga ikut merasakan kesedihan sebuah lara yang membuat sahabatnya begitu terpuruk. Ikut duduk dengan merangkul bahu Aska, ia begitu ingin menyudahi kesedihan ini, namun hati yang sudah retak tidak bisa dengan segera kembali utuh, apalagi bentuknya, pasti tidak akan sama lagi seperti semula.

"Bro, kita coba masuk dulu aja, ayok." ajak Jansen agar Aska mau masuk ke dalam gedung dan mencari kebenaran.

"Kamu sudah tahu, kan? Untuk apa bersandiwara jika kamu sebenarnya tahu siapa dalangnya," Jansen menatap tak percaya setelah mendengar penuturan Aska. Sungguh ia menolak keras, karena ia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan ia juga hanya bekerja, menuruti, dan menjalankan misi tanpa harus tahu-menahu maksudnya karena itu bukanlah haknya.

"Asal kau tahu, Bro, aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku memang bekerja pada Om Hafiz, tapi aku tidak pernah bertanya tujuannya karena aku pun tidak memiliki hak atas itu." Jansen menjelaskan dengan menggebu karena ia tidak ingin membuat sahabatnya salah paham padanya.

"Lupakan, kau masuk dan aku akan pulang." Aska sudah akan beranjak dari duduknya namun Jansen mencegah.

"Jangan pergi, Bro." ucap Jansen membuat Aska bingung, apalagi saat Jansen menahan pergelangan tangannya, seperti sang wanita yang tak ingin kekasih pria nya pergi, Aska langsung melepasnya dengan segera.

"Bro, ayok masuk. Ayok, Bro, ayok masuk, ayok, Bro." entah mengapa Jansen bisa seperti itu, yang jelas kelakuan Jansen sudah menyita perhatian orang yang melintas. Seperti anak kecil yang merengek meminta untuk dibelikan permen, Jansen menarik-narik lengan bajunya.

"Lepas, sudah sana masuk!" perintah Aska dengan tujuan mengusir, namun Jansen masih tetap bersikukuh mengajak Aska untuk masuk ke dalam gedung.

"Bro jangan menyerah, kita belum tahu siapa sebenarnya lekaki yang bersama Syafa tadi. Siapa tahu lelaki tadi hanyalah tukang sapu atau bahkan tukang sedot WC, maka dari itu, ayok Bro kita masuk dan cari tahu." begitu semangat Jansen mengajak, karena ia pun penasaran siapa gerangan laki-laki tadi, tetapi ia malah mendapat penolakan lagi.

"Kau duluan nanti aku menyusul," Jansen memicing tajam, menatap penuh curiga pada Aska.

"Benar, yah? Jangan bohong." meskipun percuma mengancam Aska, Jansen tetap memberi Aska peringatan.

"Sudah sana!" benar-benar menyebalkan, apa yang Aska lakukan membuatnya kesal. Di usir lagi dan lagi, akhirnya Jansen pergi meninggalkan Aska sendiri dengan kesendiriannya.

👀

Aska bukannya tidak mau mencari tahu, hanya saja ia belum siap untuk mendengar apapun kenyataannya. Ia ingin menunggu sampai acara selesai, lalu ia akan membawa Syafa nya pergi menjauh. Penculikan itu namanya, Aska!

MAS ASKARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang