LuShit Dreams

90 10 2
                                    

Story update!

Harga tambang batu bara menurun sejak seminggu terakhir, padahal sangat tidak masuk akal jika kenyataannya batu bara semakin langka. Tapi, dugaannya semakin diperlemah jika mengingat lagi bahwa minyak bumi sudah ditemukan untuk menggantikan bahan bakar kereta api. Terkadang inovasi memang menghadirkan krisis bagi ide lama, begitu seterusnya kira-kira.

Desa kami bisa dikatakan salah satu desa miskin yang pernah berpopulasi di negara Xxxxx. Untuk disebut sebagai negara saja bahkan kurang spesifik, pemerintah pusat tidak pernah peduli dengan kondisi rakyatnya yang miskin. Pencurian dan kejahatan marak dimana-mana, angka kriminalitas di desa kami terlalu tinggi jika dibandingkan dengan jumlah aparat yang menangani. Pernah berfikir untuk bernaturalisasi di negara tetangga yang lebih menjamin kehidupan rakyatnya. Tapi, disana juga diberlakukan sistem diskriminasi ekonomi. Artinya tak setiap manusia dapat menjadi warga negara di sana, ada syarat dan ketentuan khusus yang harus wajib dipenuhi, termasuk membayar materi.

Hari ini nihil ku temukan kepingan batu bara, seperti biasa jika seorang anak gagal menemukan batu bara maka sehari semalam ia tak diizinkan makan. Dan sore ini aku pasrah saja menerimanya, setiap orang tua di desa berego tinggi. Mereka saling berlomba mendapatkan batu bara, dengan asumsi merekalah yang paling kaya jika mampu mendapatkan batu bara paling banyak. Padahal kenyataanya tidak demikian, tranportasi dari kota masih cukup sulit menjangkau penambangan illegal kami, dan secara tidak langsung warga desa kami tidak menganut sistem jual beli dengan mata uang. Melainkan masih menggunakan sistem barter, dan apapun dapat terjadi transaksi asalkan tercapai kata sepakat. Hal yang paling ku ingat ketika ayahku menyewa jalang dengan 5 kepingan batu bara.

Di kota ini mungkin bukan hanya aku yang menginginkan revolusi, tapi sangat mengiyakan jika itu beralih ke desaku. Aku sendiri memimpikan untuk hidup secara bebas dengan kendali penuh berada dalam tanganku, bermateri, dan atheisme. Seorang dari ratusan penduduk desa yang gagal menikmati penetrasi takdir, dialah aku. Tapi, aku juga tak tahu jalan keluar dari kehidupan monoton ini.

Aku memutuskan menghabiskan waktu semalamanku untuk berjalan yang entah kemana tujuannya. Sangat-sangat tidak logis jika malam ini aku malah kembali ke rumah, mereka makan malam bersama dengan adik dan kakakku yang berhasil menemukan kepingan batu bara. Dan jika aku ada di sana, maka aku yang hanya menyaksikan perut kumal mereka yang kekenyangan.

Aku baru teringat, jika di ujung gang desa ada perpustakaan tua yang sudah tidak beroperasi. Aku mengiyakan saja untuk berjalan terberit pergi ke sana. Lagi pula, aku bisa membaca jika di sana masih ada tumpukan buku. Sudah setahun lebih sejak sekolah kami dibubarkan, aku tidak menyentuh kertas bahkan pena sama sekali. Pembubaran gedung sekolah juga tidak dapat diterima secara naluri, mereka para aktivis tambang lebih senang jika anaknya berkecimpung membantunya mencari kepingan batu bara. Gedung sekolah pun terpaksa ditutup sepihak, tentu bisa dinilai sejauh ini jika masyarakat kami terlalu bodoh menanggapi permainan ekonomi.

Sebuah bohlam kuning tersisa di teras perpustakaan tua, gedung perpustakaan dibiarkan lapuk begitu saja. Karena memang buku bagi desa kami tak ada artinya, 90 % mereka bahkan buta huruf dan tidak bisa menulis. Ku rasa memang pantas jika negara ini masuk peringkat 5 besar negara termiskin dan terbelakang.

Ku singkap pintu perpustakaan yang tampak berdebu, ku dorong dan ku lihat setumpukan buku yang tak tersentuh tangan selama berbulan-bulan. Novel yang pernah menjadi best seller internasional pun tak pernah mampu mengundang pencuri untuk mengambilnya. Cahaya bulan purnama yang samar-samar menembus kaca jendela dan menerangi 2 tumpukan buku yang berada tepat di sisi jendela. 2 tumpukan itu, semua berisi mata pelajaran. Aku sangat tidak tertarik membacanya.

Aku berkeliling di antara rak buku, cahaya bulan tak mampu menembus lebih jauh ke dalam perpustakaan. Gelap gulita dan pengap, membuatku tak mampu berbuat banyak untuk memilih judul buku yang sekiranya menarik. Sebuah buku yang hanya nampak berwarna hitam terjatuh, membuatku terpancing untuk mengambilnya.

Creepypasta Horror Story IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang