11

1.4K 227 7
                                    

«●»

Membeli mainan sudah. Melihat gajah sudah. Melihat jerapah sudah. Makan siang sudah. Makan camilan juga sudah. Melihat pinguin juga sudah. Ada banyak hal yang bisa mereka lakukan sampai matahari mulai terbenam.

Jiyong menggendong Leo di bahunya, dan Lisa berjalan di sebelah pria itu. Lisa senang melihat Leo tidak berhenti tertawa ketika bermain dengan Jiyong.

"Kita bisa membeli kopi dulu disana, kalau kau lelah dan ingin beristirahat Jiyong-ssii," tawar Lisa karena sejak tadi Jiyong cukup sibuk bermain dengan Leo.

"Sebenarnya aku belum cukup lelah tapi kalau kau memaksa, sepertinya segelas es kopi tidak buruk," balas Jiyong yang kemudian berjalan mendahuli Lisa untuk mendekati sebuah cafe di kebun binatang itu.

"Eomma, Leo mau es krim, boleh ya?" pinta Leo dan Lisa langsung menyetujuinya. Belum sampai di depan cafe, Jiyong dan Lisa sama-sama menghentikan langkahnya. Berdiri bersama kerumunan orang di depan cafe tujuan mereka.

Keduanya menghela nafas hampir bersamaan ketika melihat yang terjadi didalam cafe itu. Seorang karyawan di cafe itu terlihat tengah berdiri diatas salah satu meja dan mengancam akan menembak siapapun yang mendekatinya. Petugas keamanan sudah berkumpul disana, beberapa polisi pun sudah ada disana namun belum ada seorang pun yang berhasil menenangkan si karyawan.

"Tangannya gemetar, dia tidak akan menembak. Haruskah kita pergi saja?" tanya Jiyong yang langsung menggendong Leo di depan dadanya, dan menyuruh bocah itu untuk mengabaikan apa yang di lihatnya.

"Eomma...." rengek Leo, memanggil Lisa agar menoleh dan menggendongnya. Bagaimana pun, Lisa adalah ibunya, seorang ibu yang dapat membuat Leo merasa lebih tenang saat ia ketakutan. "Eomma, apa itu pistol sungguhan?" tanya Leo setelah bocah itu berada di gendongan Lisa dan memeluk erat ibunya.

"Ne, jangan takut ada eomma disini," jawab Lisa sembari mengusap lembut rambut putranya.

"Leo-ya, samchon akan pergi kesana dan membantu para ahjussi disana. Bisakah Leo mengajak eomma menuggu di mobil?" tanya Jiyong namun Leo tidak menjawabnya. Bocah itu ingin melihat Jiyong tapi tidak berani membantah perintah Jiyong. Bukan karena takut pada Jiyong, tapi karena tahu Jiyong tidak akan menerima penolakan darinya.

"Leo ingin melihat samchon menolong paman polisi disana?" tanya Lisa yang langsung dapat menebak keinginan putranya, ketika bocah itu menatapnya dengan ekspresi memohon. Leo mengangguk. Mengiyakan pertanyaan Lisa namun tetap tidak mau menatap Jiyong. "Baiklah, kalau begitu kita akan tetap disini dan melihat Jiyong samchon membantu paman polisi disana," ucap Lisa yang kemudian menatap Jiyong. Jiyong terlihat terkejut namun tidak ada cukup waktu untuk berdebat lebih dulu dengan Lisa. "Leo akan melihat jadi jangan pakai rencana yang ada di kepalamu sekarang, gunakan sedikit usaha, oke?" suruh Lisa membuat Jiyong memberinya sebuah tatapan sinis namun tetap berjalan menghampiri para polisi itu.

"Siapa namanya? Apa yang terjadi?" tanya Jiyong pada salah satu petugas kepolisian setelah ia menunjukan sebuah tanda pengenal dari dalam dompetnya. Tidak ada banyak uang tunai di dompetnya, hanya saja dompet itu terlihat sangat tebal karena berbagai tanda pengenal di dalamnya. Mulai dari tanda pengenal aslinya sampai berbagai kartu pegawai pemerintahan, berbagai tanda pengenal dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.

"Namanya Kim Yeri, belum di ketahui darimana ia mendapatkan senjatanya tapi dia-"

"Tolong buka pintunya," suruh Jiyong membuat petugas patroli itu menoleh ke arahnya. Memastikan kalau Jiyong benar-benar dektektif dari kepolisian Jeju seperti yang tertulis pada kartu nama yang Jiyong tunjukan tadi. "Putraku menunggu, jadi kita lakukan dengan cepat. Aku akan menembak tangannya jadi cepat ambil pistolnya begitu dia jatuh," jelas Jiyong yang kemudian berjongkok untuk mencari sesuatu yang dapat di lemparnya.

Petugas yang Jiyong ajak bicara terlihat tidak mempercayai Jiyong. Tentu saja karena membuka pintu utama sangat beresiko. Begitu pintu terbuka, karyawan wanita didalam sana bisa saja melarikan diri atau justru melukai orang-orang yang sudah di evakuasi keluar.

"Aku akan bertanggung jawab jadi suruh anak buahmu didalam sana membuka pintunya dalam hitungan ketiga," suruh Jiyong sekali lagi setelah ia menemukan sebuah batu seukuran ibu jari yang bisa dijadikannya sebuah peluru. Sebelumnya Jiyong berencana mencuri pistol milik petugas itu dan menembak pistol yang di pegang Kim Yeri, menjatuhkan pistol di tangan Kim Yeri dan membuat sedikit keributan disana. Sayangnya, Leo sedang melihatnya sekarang. Letupan sebuah senjata api sungguhan tentu bukan sesuatu yang bagus untuk Leo dengar.

Dengan sedikit rasa ragu, petugas senior yang Jiyong ajak bicara tadi akhirnya mengikuti arahan Jiyong. Melalui jaringan radionya, ia menyuruh anak buahnya untuk membuka pintu kaca cafe itu dalam hitungan ketiga. Seperti arahan Jiyong. Pintu terbuka, belum terbuka seluruhnya, namun Jiyong yang sudah berdiri di beberapa meter di depan pintu langsung melemparkan pelurunya. Tanpa menunggu pintu terbuka sempurna, tanpa mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya, Jiyong menjatuhkan pistol di tangan Yeri dan mengejutkan seluruh penonton disana. Tidak ada yang langsung mencari si pelempar batu, saat itu semua orang sibuk memperhatikan bagaimana pistol Yeri jatuh dan bagaimana para petugas patroli kemudian menangkap Yeri dan mengamankan senjatanya.

"Eomma, kenapa pistolnya tiba-tiba jatuh?" tanya Leo, bocah itu mengajukan pertanyaan yang sama seperti orang lainnya yang tidak menyadari kehadiran dan peran Jiyong disana. "Apa dia lelah memegangnya? Apa pistolnya berat?"

"Anniyo, itu karena sihir Jiyong samchon. Jiyong samchon berjalan kesana, membaca mantra kemudian menjentikan jarinya dan pistolnya jatuh," jawab Lisa yang kemudian berjalan menjauhi kerumunan itu setelah bertemu tatap dengan Jiyong. Secara terpisah, Lisa dan Jiyong keluar dari kebun binatang dan kembali bertemu di tempat mobil mereka di parkir.

"Samchon!! Ajari Leo melakukan sihir tadi..." seru Leo begitu melihat Jiyong menghampirinya. "Bagaimana caranya menjatuhkan sesuatu tanpa menyentuhnya? Ajari Leo... ajari... ajari..."

"Tsk... apa yang sebenarnya kau katakan padanya?" bisik pelan Jiyong yang kemudian tersenyum pada Leo. "Kalau Leo bisa push up dengan benar, Leo pasti bisa melakukan sihir tadi juga. Kita berlatih lagi besok, oke?"

"Ne!"

Rencana Lisa mentraktir Jiyong minum kopi sebagai ucapan terimakasih gagal karena aksi gadis di kebun binatang lagi. Dalam perjalanan pulang, Leo tertidur di kursinya, Jiyong menyetir sementara Lisa hanya duduk di sebelah Jiyong sembari melihat keluar jendela.

"Kau sudah berpamitan? Pada polisi tadi?" tanya Lisa membuka pembicaraan diantara mereka.

"Sejak kapan kita harus berpamitan? Aku bukan detektif yang perlu diantar ke pintu depan,"

"Terlalu beresiko kalau harus memberitahu Leo apa pekerjaanku sebenarnya. Tapi Leo tahu kalau aku tidak pernah menulis apapun selama ini," ucap Lisa yang pada akhirnya mengatakan apa yang sejak tadi ingin di katakannya. "Aku pernah membawanya ke markasku dan... ya... terjadi sesuatu disana, tapi hanya sebuah kecelakaan kecil yang di lakukan maknae di timku. Leo tidak takut mendengar suara pistolnya. Leo takut melihat seseorang yang terluka karenanya,"

"Hhh... Leo sudah banyak melihat sesuatu yang tidak seharusnya di usianya,"

"Aku tidak punya pilihan lain. Terkadang ada posisi dimana aku tidak bisa menitipkannya pada orang lain,"

"Kau bisa menitipkannya padaku lain kali, aku benar-benar serius saat bilang tidak akan menyakiti anak kecil,"

"Apa yang kau butuhkan kemarin? Informasi mengenai Terius? Dia sedang mencari cara untuk membersihkan namanya. Sekarang dia sedang mencari informasi mengenai J International dan King's Bag. Aku tidak tahu apa hubungannya dengan King's Bag, tapi toko tas itu di kelola seorang agen juga. Toko itu markas agen AlphaQ. Kurasa Terius sedang memutuskan untuk mempercayai King's Bag atau tidak. Dan soal J International, mereka sebuah perusahaan kecil yang mengimport tas dari Eropa. Sedikit aneh karena tas-tas yang mereka import hanya tas-tas dari pengrajin kecil,"

"Kenapa kau memberitahuku? Kurasa kemarin kau memakiku dan bilang tidak mau membantuku,"

"Hari ini aku memutuskan untuk menganggapmu pria baik,"

«●»

Midnight SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang