3

1.6K 277 16
                                    

«●»

Jam hampir menunjuk pukul 4 pagi ketika Lisa baru saja sampai dirumahnya. Tidak ada Rose yang menemani putranya beberapa malam terakhir, sehingga ia tidak dapat berada di kantornya sampai pagi. Ia harus sudah dirumah sebelum putranya bangun dan mulai menangis karena ditinggal sendirian. Dengan hati-hati, Lisa mengintip ke kamar putranya kemudian melihat Leo masih tertidur pulas di ranjang mobilnya.

Masih tetap berusaha tenang, Lisa kembali melangkah keruang tamu rumahnya kemudian berbaring disana, diatas karpet plastik warna warni bersama mainan Leo yang berantakan di seluruh rumah. Tidak ada agen Rose berarti tidak ada yang membereskan rumahnya dan mengurus cuciannya. Lisa harus mencari seorang pengasuh sekaligus asisten rumah tangga kalau terus begini. Padahal baru 2 hari Rose pergi tapi rasanya ia sudah dangat lelah karena tidak menerima bantuan sama sekali.

"Haruskah aku meminta bantuan Jennie eonni?" gumamnya sembari buru-buru meraih handphone di saku celananya.

Ada banyak sekali pekerjaan yang harus di lakukannya, mulai dari membersihkan rumah sampai membersihkan kantornya— walaupun membersihkan kantor hanya berarti mengawasi beberapa kurir dan petugas kebersihan.

Lisa mengurungkan niatnya untuk menelpon kakak perempuannya— Jennie Kim— pagi ini. Tentu saja karena jam masih menunjukan pukul 4 pagi. Dari luar terdengar sayup-sayup suara seseorang menarik beberapa koper besar namun rasa aman yang di berikan rumahnya, membuat Lisa justru perlahan-lahan terlelap. Kapan terakhir kali Lisa dapat merasakan tidur disaat matahari belum terbit? Rasanya sudah sangat lama.

"Eomma!!!" jerit si kecil Leo yang tiba-tiba terdengar membuat Lisa langsung bangkit dari baringannya. Wanita itu hendak berlari masuk kedalam kamar Leo namun kekeh lucu putranya membuatnya harus menghela nafas lega. "Hehehe... apa eomma terkejut??"

"Sangat... jangan berteriak seperti itu lagi... ah... kepala eomma rasanya sakit, sepertinya eomma sakit, bagaimana kalau Leo sarapan di sekolah saja?"

"Ah! Anniyo! Tidak mau! Eomma buatkan sarapan... aaaa... eomma... Leo lapar," rengek bocah kecil itu sembari menendang-nendang udara dengan kaki kecilnya. Leo berbeda dari anak-anak lainnya. Bocah itu terlalu pemilih untuk anak-anak seusianya, ia hanya mau memakan sesuatu yang diberikan eommanya. Tanpa eommanya si kecil Leo tidak akan memakan apapun.

"Tapi eomma sakit karena Leo berteriak tadi,"

"Eomma sakit? Karena Leo berteriak? Dan eomma tidak bisa membuat makanan karena sakit? Eomma tidak bisa membuatkan Leo sarapan karena Leo berteriak?" tanya bocah itu tanpa jeda, yang hanya dijawab dengan sebuah anggukan lembut dari Lisa. Sebuah anggukan yang disertai ekspresi kesakitan yang dibuat-buat. "Aaaa... mianhae... maaf eomma... jangan sakit... eomma jangan sakit," bujuk bocah itu sembari berhabur memeluk ibunya.

"Kalau begitu Leo pergi menyikat gigi dan eomma memasak?"

"Waeyo? Leo sudah menyikat gigi semalam?" tanya Leo tanpa melepaskan pelukannya pada leher Lisa. Membuat Lisa harus menahan berat tubuh anak itu di atas pahanya. Kalau bukan karena ia yang melahirkan bocah nakal itu, Lisa tidak akan sudi memasak dan sibuk dengan urusan rumah tangganya setiap hari.

"Eomma juga sudah memasak kemarin?"

"Eomma, dimana sikat gigi Leo? Leo ingin makan masakan eomma," ucap bocah itu kemudian berlari meninggalkan Lisa.

Leo berlari kedalam kamar mandi, membiarkan pintunya terbuka dan menunggu ibunya datang untuk membantunya.

Selesai dengan rutinitas pagi mereka, menyikat gigi, membuat sarapan, sarapan dan sekarang Lisa harus mengantar Leo ke sekolahnya— sebuah taman kanak-anak yang tidak tidak jauh dari sana.

"Oh! Eomma! Ahjussi itu sekarang menempati rumah Kookie samchon!" seru Leo sembari menunjuk seorang pria yang baru saja memasuki pintu utama apartement di lantai 1. Lisa menoleh, menatap pria yang ditunjuk putranya dan mau tidak mau harus menyapa pria itu.

"Oh apartement 308? annyeonghaseyo, kami tinggal di depanmu, 307," sapa Lisa pada pria yang sepertinya seumuran dengannya. Pria yang baru saja kembali setelah lari pagi dan berpapasan dengan Lisa dan Leo di depan pintu utama lantai 1 gedung apartement mereka.

"Oh annyeonghaseyo," sapa pria itu. "Hei Leo, sudah siap berangkat sekolah?" lanjut pria itu sembari mengulurkan tangannya untuk ber-high-5 dengan si kecil Leo.

"Ne! Ahjussi, ini eomma, eomma, ini ahjussi baru didepan rumah," ucap Leo berusaha mengenalkan dua orang dewasa disebelahnya.

"Namaku, Lalisa," ucap Lisa yang kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan pria di hadapannya.

"Kwon Jiyong," jawab pria itu, tentu saja dengan meraih uluran tangan Lisa.

"Jiyong ahjussi," ucap Leo yang baru saja ingat siapa nama pria di hadapannya itu membuat Jiyong tersadar dari lamunannya dan langsung melepaskan tangan Lisa.

Jiyong tidak ingat ia pernah bekerja dengan tim AlphaO sebelumnya, Jiyong tidak ingat pernah bertemu Lisa sebelumnya, tapi rasanya gadis itu tidak terlihat berubah— tidak terlihat seperi seorang ibu beranak satu. Seorang ibu yang berdiri dihadapannya itu terlihat seperti gadis berusia 20 tahunan yang sedang bekerja paruh waktu menjadi pengasuh anak.

"Gambar apa itu di leher ahjussi? Eomma, kalau sudah besar Leo mau menggambari tubuh Leo juga... ya?"

Mendengar ucapan Leo, tanpa sadar Jiyong langsung memakai kembali hoodienya— untuk menutupi tattoonya karena biasanya para ibu tidak menyukai anak bertattoo. Jiyong merasa baru saja mengajarkan sesuatu yang tidak baik untuk seorang anak 5 tahun.

"Tidak apa, aku juga punya satu," ucap Lisa sedikit sungkan karena melihat reaksi Jiyong atas pertanyaan putranya. "Gambar itu namanya tattoo, Leo mau sebuah tattoo? Kalau nanti Leo sudah besar, eomma akan mengajak Leo menggambar tattoo, sekarang ayo berangkat sekolah sebelum Leo terlambat," tutur lembut Lisa pada putranya yang langsung mengangguk antusias, beberapa kali melompat senang karena keinginannya di izinkan.

"Assa! Leo sayang eomma... ayo sekolah!" seru kekanakan bocah kecil itu sembari menarik jemari ibunya agar mereka cepat pergi kesekolah.

"Eits! Beri salam dulu pada ajhussi," tahan Lisa yang kemudian menatap Jiyong. "Maaf karena menahanmu disini," ucap Lisa sedikit berbisik namun Jiyong hanya terkekeh.

"Tidak apa, Leo menggemaskan," jawab Jiyong sembari menggusap lembut rambut halus bocah kecil di depannya.

"Kalau begitu, kami pergi duluan," balas Lisa dengan sebuah senyum lembut di wajahnya. Ia seorang ibu muda yang manis dan ceria di lingkungan tempat tinggalnya.

"Annyeonghaseyo Jiyong ahjussi," ucap Lisa, hampir bersamaan dengan Leo yang mengikuti contoh dari ibunya itu.

"Ne, annyeonghaseyo, cepat besar ya Leo," balas Jiyong sebelum Lisa mulai berlari kecil untuk mengejar putranya yang sudah berlari lebih dulu. Leo melambaikan tangannya pada Jiyong begitu sang ibu menangkapnya dan menggendongnya, kemudian dengan sedikit canggung, Jiyong pun ikut membalas lambaian tangan kecil itu.

"Datanya yang di palsukan atau dia memang awet muda? Kira-kira siapa ya suaminya," gumam Jiyong sembari memperhatikan Lisa yang sedang menggendong Leo menjauh dari gedung apartement. "Ku pikir mereka kakak-adik,"

«●»

Midnight SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang