«●»
Lisa duduk di balkon apartementnya. Menatap kebawah untuk melihat Leo disana, sembari menghisap sebatang tembakau. Lisa tidak akan bertahan selama lima tahun terakhir tanpa racun tembakau itu. Seorang gadis yang pada akhirnya berhasil mengukir karirnya di pekerjaan yang umumnya untuk pria tiba-tiba saja hamil dan harus mengurus seorang bayi, bagi Lisa itu tidak pernah mudah.
Melahirkan seorang anak yang tampan, mengurus sebuah keluarga kecil yang bahagia, dicintai seorang pangeran kecil yang masih murni, dianggap sebagai sebuah mimpi indah bagi kebanyakan wanita. Namun bukan untuk Lisa. Lisa tidak pernah bermimpi membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. Mimpinya berbeda dari kebanyakan wanita.
Mimpi Lisa sebelumnya adalah melahirkan sebuah kedamaian, di Negrinya. Bukan melahirkan seorang putra yang tidak di inginkan ayahnya sendiri.
Mimpi Lisa sebelumnya adalah mengurus berbagai kasus dan dapat menyelamatkan banyak orang. Bukan mengurus seorang putra yang ditinggalkan ayahnya sendiri.
Mereka melakukannya bersama, tapi pria itu tidak ingin menanggung tanggung jawabnya. Hal itu tidak pernah terasa adil bagi Lisa. Bagaimana pun ia memikirkannya, hal itu tidak pernah terasa adil.
Dibawah sana, Jiyong sedang mengajari Leo bagaimana caranya push up dan berbagai olahraga lantai lainnya. Ah, dia ingin membuat Leo cepat lelah, pikir Lisa sambil terus menikmati tontonan itu. Melihat Leo tertawa dibawah sana membuatnya sangat senang, namun mengingat ucapan bocah itu tadi hatinya kembali terasa teriris.
Kalau saja mencari seorang ayah untuk Leo bisa semudah mencari seorang teroris, Lisa pasti sudah menemukan seseorang sejak dulu.
Tapi pria mana yang sudi menyanyangi seorang bocah yang bahkan ditinggalkan oleh ayahnya sendiri?
"Hhh... appa, kenapa hidup ternyata sesulit ini? Harusnya dulu aku tetap belajar hukum atau mengambil jurusan sastra seperti Jennie eonni saja," gumamnya perlahan. Kepalanya membawakan sebuah ingatan pada dua orang pria yang selalu menjadi seorang ayah dalam hidupnya— ayah kandungnya dan seorang agen yang mendukungnya. "Appa, kenapa kalian pergi lebih dulu? Hidupku benar-benar hancur setelah kalian pergi,"
Ayah kandung Lisa meninggal lebih dulu. Sepeninggalan ayah kandungnya itu, ibunya menikah lagi, namun ayah tirinya hanya menginginkan ibunya saja. Ayah tirinya menganggap Lisa dan kakaknya tidak pernah ada, mengabaikan mereka dan terus mengabaikan mereka. Tapi bukan masalah karena saat itu Lisa dan Jennie pun tidak peduli pada ayah tirinya. Jennie hidup dengan hidupnya sendiri dan Lisa bertahan karena ada seorang pria yang memperlakukannya dengan baik. Pria itu seorang agen yang dulu menyelamatkan Jennie. Seorang agen hebat yang memberi Lisa perhatian layaknya seorang ayah kandung. Seorang agen yang pada akhirnya membuat Lisa ingin mengikuti jejaknya.
"Appa... ku harap Leo juga akan bertemu seorang pria baik sepertimu," gumam Lisa sembari mengingat kembali seluruh perhatian yang diberikan oleh si agen hebat itu padanya. Padahal hanya sekedar membelikan es krim di hari yang panas, mengenalkan alkohol pada Lisa muda yang stress karena ujiannya, mengeluarkan Lisa dari kantor polisi ketika gadis itu tertangkap saat sedang berkelahi, hanya bantuan-bantuan biasa yang membuat Lisa justru merasa di lindungi.
"Hhh... sepertinya aku harus mengunjungi kalian besok," ucapnya yang kemudian berdiri ketika Jiyong berteriak memanggilnya dari bawah. Pria itu menyuruh Lisa mengecek ponselnya.
"Kalau kau sudah merasa lebih baik, ayo pergi menangkap seseorang ke kebun binatang," tulis Jiyong dalam pesannya.
Lisa tidak ingin pergi sebenarnya. Namun rasa bersalahnya pada Leo, membuat wanita itu memaksakan dirinya untuk pergi dan sedikit menebus kesalahannya dengan mengajak Leo bersenang-senang di kebun binatang.
"Kau tidak berfikir aku akan mengajak kalian ke kebun binatang kita sungguhan kan?" tanya Jiyong setelah ia membeli tiga tiket masuk untuk mereka. "Sebenarnya kebun binatang yang itu pasti akan lebih menyenangkan, tapi kita tidak bisa mengajak Leo kesana, iya kan?"
"Leo selalu ingin pergi kesini,"
"Ya, aku tahu, dia tidak bisa datang kesini di liburan semester lalu karena seluruh temannya akan diantar appanya," jawab Jiyong, yang masih menggandeng Leo disebelahnya.
"Aku sempat berfikir untuk mengajaknya ke kebun binatang kita saking frustasinya karena tidak dapat membelikannya appa,"
"Kau mau mengajak bocah lima tahun ke kasino? Luar biasa... kau seorang eomma yang luar biasa... kalian bisa jadi partner berjudi 13 tahun lagi. Menangkan banyak uang nanti," balas Jiyong yang langsung mengekori Leo untuk masuk ke toko oleh-oleh ketika bocah itu berteriak dan berlari untuk melihat mainan.
"Eomma... belikan... eomma..." pinta Leo sembari menarik-narik Lisa agar membelikannya berbagai mainan yang di inginkannya. Bocah itu menarik Jiyong untuk bermain kemudian pindah menarik ibunya untuk dibelikan berbagai mainan baru.
Lisa tidak pernah keberatan membelikan Leo mainan. Gaji yang diterimanya sudah lebih dari cukup untuk membelikan semua mainan yang Leo kecil inginkan. Namun di luar perkiraan, Jiyong justru berjongkok di depan Leo dan melarang bocah itu untuk membeli semua yang di sukainya.
"Pilih satu yang paling Leo suka," suruh Jiyong dan Leo mengerucutkan bibirnya.
"Tapi Leo ingin semuanya... eomma belikan semuanya... ya??" rengeknya sembari menatap Lisa yang berdiri dibelakang Jiyong. Lisa akan mengangguk namun Jiyong menyenggol kaki wanita itu dengan sikunya. Menyuruh Lisa untuk diam.
"Kita masih harus melihat gajah, pinguin, harimau dan jerapah. Kalau Leo membeli semua ini, kita tidak bisa berkeliling melihat gajah dan pinguin,"
"Waeyo? Leo ingin melihat gajah,"
"Terlalu berat. Samchon tidak bisa membawakan semua ini, eomma juga tidak akan kuat membawanya. Eomma dan samchon akan kelelahan sebelum kita sempat melihat gajah kalau Leo membeli semua ini. Jadi beli satu saja yang paling Leo suka lalu kita pergi melihat gajah, mengerti?" tutur lembut Jiyong membuat Leo yang terlihat kecewa tetap mengangguk dan berusaha memilih satu yang paling di sukainya.
"Itu tidak berat, aku akan membawakannya jadi kita bisa membeli-"
"Kau akan terus memanjakannya? Dia akan terus menangis seperti pagi tadi kalau kau tidak mengajarinya dengan benar," potong Jiyong yang kemudian kembali berdiri dan masih menunggu Leo memilih mainan yang paling di sukainya. "Selalu menuruti keinginannya, tidak pernah memarahinya, selalu memanjakannya juga bisa dianggap sebagai kejahatan seorang eomma pada putranya,"
"Tsk... anakmu pasti banyak tuan, kau terdengar sangat berpengalaman," ledek Lisa membuat Jiyong kemudian menatapnya dengan sebelah alis terangkat.
"Apa aku terlihat seperti itu? Menurutmu berapa anakku?"
"Mungkin tiga?"
"Tiga? Tidak buruk... pasti menyenangkan mengurus tiga anak, tapi sayangnya... aku terlalu setia pada pekerjaanku sampai tidak sempat menemui seorang gadis dan mengajaknya mengurus tiga anak-anak kami," jawab Jiyong dengan wajah malasnya. Seakan ucapan Lisa terdengar seperti pertanyaan yang selalu ditanyakan keluarganya— kapan Jiyong akan menikah dan punya anak-anaknya sendiri. "Aku belum menikah dan tidak pernah menghamili siapapun. Ingatanku sangat tajam sampai aku tidak pernah lupa memakai pengaman bahkan saat mabuk sekalipun, dan aku tidak punya waktu untuk tinggal dengan kekasihku,"
"Heish... Jennie eonni pasti memberitahumu kalau aku-"
"Eomma Leo sudah selesai memilih... Leo ingin kereta ini saja," sela Leo sembari mengulurkan sebuah kotak berisi 7 gerbong kereta yang tiap gerbongnya berbentuk hewan-hewan berbeda.
«●»
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Secret
FanfictionSebagian orang memulai harinya di pagi hari. Dan sebagian lainnya memulai harinya di tengah malam.