Bagian 4 | Wanita yang dibenci

350 30 0
                                    

Happy reading sayang💛

Kamu tidak pernah tau seberapa takutnya aku, kamu yang menoreh luka paling dalam dan kamu pula yang pergi tanpa salam.
Kamu, Masa lalu yang paling kelam.


Bima sedikit berlari menyusul Segaf yang tengah keluar dari arah parkiran sebelah utara.

"Gaf!" Panggil Bima dari arah belakang Segaf.

Segaf spontan menghentikan langkahnya saat telinganya mendengar seseorang menyerukan namanya.

Ia menoleh ke belakang dan melihat Bima berlari menyusulnya.

Sesampainya Bima di samping Segaf, ia mulai bertanya tentang mengapa Segaf memarkir motor di parkiran sebelah utara.

"Kenapa lo parkir motor di sebelah utara?" Tanya Bima.

"Kenapa emang?" Tanya balik Segaf.

"Jauh amat, biasanya juga di sebelah selatan." Jawab Bima.

"Gk apa, pengen aja." Sahut Segaf santai.

•••••••••••

"Buset dah! Banyak amat perasaan nih tangga." Keluh Bima saat menaiki tangga menuju kelasnya di lantai tiga.

"Halah kayak baru kali ini aja lo naik tangga." Kata Segaf yang terlihat tenang.

"Ya lagian kelas kita juga jauh amat di lantai tiga. Kepala Sekolah sediain lift kek." gerutu-nya.

"Gaya lo, yaudah sih jan ngeluh mulu, gak berkah ntar ilmu lo." kata Segaf yang berhasil menghentikan gerutuan Bima.

"Ya Allah, Ya Tuhanku! Kelas kita ngapa mesti di ujung juga sih!" pekik Bima kesal.

Pasalnya kelas mereka berada di posisi ketiga dari ujung.

"Lo kenapa sih? Emang dari kemarin-kemarin juga kayak gini kali." Timpal Segaf yang heran melihat Bima.

"Gue tuh capek, Gaf." balas Bima terlihat frustasi.

"Kenapa sih?" tanya Segaf terlihat penasaran.

"Kaki gue pegel banget." Jawab Bima.

"Ya pegel gara-gara apa bego?!" Tanya Segaf tidak santai karena jawaban Bima yang bertele-tele.

"Sans elah, Gaf. Jan ngegas napa." Kata Bima telihat lebih kalem.

"Serah lo curut, serah lo. Gak peduli gue" kata Segaf lelah lalu berjalan meninggalkan Bima.

Bima yang menyadari gerakan Segaf mendahuluinya, segera berjalan cepat mensejajarkan langkahnya dengan Segaf.

"Sensian amat, Gaf. Gue tuh kemarin habis di kejar anjing depan kompleks." jelas Bima.

Segaf tidak menanggapi ucapan Bima, ia menatap lurus ke depan dengan pandangan tajam dan dingin.

"Gue dikejar gegara gak sengaja injak ekornya pas tuh Anjing lagi tidur, gue sibuk main hp sambil jalan, makanya gue dikejar." Sambung Bima.

Segaf masih tetap tak menanggapi ocehan Bima, bahkan tidak menoleh sama sekali ke arah Bima yang berada tepat di sampingnya.

"Setdah! Segaf kampret. Gue udah jelasin juga, malah diam aja!" Kata Bima kesal karena tak mendapat respon apapun dari Segaf.

"Diam Bim!" Sentak Segaf tiba-tiba, membuat Bima yang berjalan di sampingnya terlonjak kaget lalu diam bagai tak punya mulut.

Bima melihat ke arah Segaf yang menatap ke arah depan dengan tatapan yang sulit di artikan.

Bima lalu mengikuti arah pandang Segaf, di depan kelas Ipa 3 tepatnya di depan kelas mereka terdapat wanita cantik berkisaran berumur 30-an dengan kemeja putih dan rok span selutut berwarna hitam, lalu wedges yang menghiasi kaki jenjangnya.

Wanita itu tersenyum penuh arti ke arah Segaf, entah apa makna dari senyuman itu, Segaf tetap benci melihatnya.

"Gaf!" kata Bima sambil menepuk bahu Segaf.

Segaf tetap tak bergeming dari tempatnya, ia hanya mengepalkan tangannya dengan tubuh sedikit gemetar.

"Oy Gaf!" panggil Bima lagi sambil menepuk bahu Segaf sedikit keras.

Segaf tersentak saat Bima menepuk bahu-nya.

"Ha, ah?" Tanya Segaf dengan linglung.

"Kita kantin dulu kuy, belom sarapan gue" Kata Bima lalu menarik tangan Segaf tanpa menunggu persetujuan darinya.

Segaf hanya pasrah dengan tarikan Bima. Ia tidak memberontak karena ia tahu, Bima akan membawanya menjauh dari wanita itu.

••••••••••

"Ani bagi jawaban lo dong!"

"Gaf, nomor 8 paan?!"

"Kampret Bima, jawaban yang lo kasih ke gue salah!"

"Yonyon ini nomor 2 paan dah maksudnya?!"

Teriakan dalam kelas 12 Ipa 3 memang sudah tak terelakkan lagi.
Sebagian dari mereka sibuk mencari jawaban dari tugas Matematika, mencontek siapapun yang bisa di contek tanpa pikir panjang.

Tok tok

Suara ketukan pintu berhasil membuat para siswa diam seketika, langsung duduk di bangku paling dekat meski ada orangnya.

Pak Bahri, guru Matematika yang selalu membawa spidol kemanapun ia pergi, memasuki kelas.

"Sudah selesai tugas yang saya berikan?" Tanya Pak Bahri.

"Sudah"

"Belum pak"

"Baru separuh pak"

Berbagai jawaban di berikan siswa, membuat Pak Bahri menatap siswa-nya heran.

"Selesai tidak selesai dikumpul!" Katanya dengan tegas.

"Yaaah kok gitu sih, Pak?" Keluh salah satu siswa.

"Ya makanya, kalian itu kalau dikasih tugas langsung dikerjain jangan tinggal-tinggal aja." Jawab Pak Bahri.
"Sudah- sudah kumpul sini tugas kalian, Bapak gak peduli kalian sudah atau belum." sambungnya.

Para siswa lalu maju ke depan memberi buku tugas mereka.

Teeet teeet teet

Tepat jam 14.40 WIB, bel tanda KBM hari ini telah selesai, membuat para siswa bernafas lega karena telah terbebas dari penjelasan guru yang bikin pusing.

"Gaf, lo gak pulang?" Tanya Bima pada Segaf yang masih duduk di bangkunya sambil menatap ke arah jendela.

"Gue takut, Bim." kata Segaf lirih.

Bima menghela nafas, ia mengerti apa yang dirasakan sepupunya itu.
Segaf masih trauma atas segala hal yang berbau tentang wanita itu.

"Kerumah gue aja, gimana?" usul Bima.

Segaf hanya diam seolah menganggap usulan Bima hanya angin lalu.

"Ayo dong, si Sarma juga nanyain lo mulu tuh" bujuk Bima.

Segaf langsung menoleh ke arah Bima kala mendengar nama Sarma, Bima yang melihat respon Segaf hanya menaik turunkan kedua alisnya.

"Yok, kita pergi sekarang." kata Segaf dengan semangat.

AssegafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang