Chp 22

4.2K 397 14
                                    

Dada wanita itu naik turun dengan teratur, kelopak putih mendekati pucat masih betah berlama-lama menyembunyikan sapphire cemerlang khas Namikaze Naruto, dokter berkata Naruto akan sadar dalam waktu kurang dari duapuluh empat jam, namun nyatanya wanita itu masih terbuai dalam ketidaksabaran lebih dari sehari lamanya. Rona kulit perlahan kembali, wajah Naruto yang semula hampir pucat sekarang mulai kembali normal.

Hahhh..

Tetap saja Sasuke terus dihantui perasaan gelisah, meski Naruto telah melewati masa kritis tapi wanitanya belum siuman dan itu sukses membuat Sasuke enggan beranjak dari rumah sakit sejak pertama kali datang, selain itu Sasuke juga malas untuk keluar dan menghadapi tatapan memuja yang dilayangkan padanya, tidak itu terlalu memuakkan.

"Sampai kapan ini semua berakhir?" Sasuke menggumam pilu, ia menggamit tangan Naruto dan meletakkan di pipi. "Aku tahu semua ini berawal dariku, aku ingin mengubah semuanya dari sekarang. Kita bisa memulai, seperti dulu. Jangan menyiksa dirimu sendiri." Ia tahu Naruto tidak akan mendengar ucapannya barusan, jelas, wanitanya masih betah menutup mata.

Telunjuk Naruto bergerak sepersekian detik menekan pipi, namun Sasuke masih belum menyadarinya ia masih bergeming hingga suara Naruto terdengar.

Engh..

Ia langsung berdiri tegak, ia melihat Naruto yang perlahan membuka mata, setitik perasaan lega langsung mendera. Akhirnya pikir pria itu merasa bahagia, ia tetap diam sambil menatap seksama wajah Naruto berkerut bingung dengan tatapan sayu, wanita itu sepertinya masih belum menyadari keberadaannya.

Naruto barulah menyadari keberadaan Sasuke setelah ia melihat tangannya yang terasa nyeri. "Sasuke." Terdengar lemah tanpa emosi didalam katanya. "Apa yang terjadi?" ucap Naruto lagi, begitu pelan nyaris seperti bisikan.

Sementara lawan bicaranya masih saja terdiam, Sasuke menunduk ia mengelus punggung tangan Naruto seraya mendesah dalam. "Kau baru sadar, nanti saja aku ceritakan," ucapnya berharap Naruto mau. "Tunggu aku akan memanggilkan dokter." Sasuke melepas tangan Naruto, jari-jari tangan pria itu terkepal erat Sasuke berusaha keras agar tidak memeluk Naruto sembarangan.

.

.

.

Klang..

Sasuke membuang kaleng bekas minuman pada wadah sampah menghasilkan bunyi cukup nyaring dimalam sunyi lorong rumah sakit, dengan tungkai panjangnya Sasuke menelusuri bangsal sepi menuju ruangan Naruto, ia baru saja selesai makan di salah satu restoran terdekat, Naruto ia tinggal bersama Shizuka sekaligus memberikan waktu pada wanita itu dan asistennya.

Drrtt...

"Itachi"

Ucap batin Sasuke heran, tidak biasanya kakak satu-satunya itu menghubunginya lebih dulu, tidak ingin membuang waktu lebih lama ia segera menggeser ikon berwarna hijau.

"Hm."

"..."

"Tidak bisa, mungkin seminggu lagi. Ya, Naruto baru sadar  jadi aku tidak bisa pulang dalam beberapa hari kedepan." Sasuke menjawab pertanyaan Itachi, ia benar-benar tidak bisa pulang sekarang lagi pula urusan kerja sudah ia limpahkan pada Kakashi.

"..."

"Biar Kakashi yang mengurusnya, aku yang mengatur dari jauh," tuturnya meyakinkan kalimat pesimis Itachi.

"...."

"Biarkan saja toh dia hampir mati."

"..."

"Keluarga Haruno akan mendapat ganti rugi yang sepadan. Tinggal menunggu waktu, Kizashi tidak perduli dengan kondisi anaknya itu akan semakin mudah."

"..."

"Informan ku mengatakan demikian dan dia bisa dipercaya."

"..."

"Hm."

Sasuke memasukkan lagi ponsel ke dalam saku celana, ia pun kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda karena panggilan Itachi, tak sampai semenit kemudian Sasuke sudah berdiri tepat di depan pintu putih tempat Naruto di rawat. Hatinya mendadak ragu ia masuk ataukah tidak, dari kaca persegi di pintu ia bisa melihat dua orang di dalam tengah serius membicarakan sesuatu. Tangan yang semula berada di gagang pintu ia tarik kembali, sepertinya ia masuk nanti saja, setahunya Shizuka satu-satunya orang yang dipercaya Naruto, jadi mungkin saja ada hal serius yang tengah mereka bicarakan.

Pada akhirnya Sasuke memilih mendudukkan diri di salah satu kursi besi di samping pintu, sambil menunggu Sasuke mengeluarkan dompet dan ponsel, ia lalu mengambil cincin emas yang sengaja ia simpan di tempat teraman, masih mengkilap walau tidak secerah dahulu, karena sering ia pegang dan terjatuh beberapa kali. Sasuke kemudian menyalakan ponsel, jempolnya mengusap layar yang menampilkan foto Naruto, Sasuke tidak begitu ingat kapan foto itu diambil yang jelas Naruto masih terlihat polos rambut pirang nya pun masih panjang hingga mencapai pinggul, mungkin enam atau tujuh tahun yang lalu. Dua benda yang tak pernah lepas darinya kemanapun ia pergi, ia mungkin sudah sering mengganti hp tapi dirinya tak pernah mengganti wallpaper sejak lama, dan ia pun tak pernah lupa membawa keduanya.

.

"Tuan... Tuan."

Sasuke langsung memasang wajah datar khasnya, rupanya ia terlalu larut sehingga tidak menyadari datangnya Shizuka, alis tebal Sasuke terangkat heran melihat mimik muka Shizuka yang terlihat mencurigakan di mata nya, pintu masih terbuka ia bisa melihat Naruto yang menatap kepadanya.

"Saya harus pergi Tuan... Saya mohon jaga Naruto-sama selama saya pergi."

Sejujurnya Sasuke tidak perduli Shizuka memintanya atau tidak, lagipula ia merasa menjaga Naruto adalah sebuah kewajiban baginya ia hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan, Shizuka berlalu dan ia pun langsung memasuki ruangan dan tak pula menutupinya kembali.

Mungkin jika ini sebuah film animasi Sasuke bisa melihat sebongkah batu besar menempel di kakinya, langkahnya terasa berat untuk mendekati sosok wanita penting dalam hidupnya, keraguan dan ketakutan kembali mendera saat ia melihat sosok rapuh Naruto. Ia berdiri diam disisi ranjang, suasana jelas terasa canggung Sasuke yang tak terbiasa memulai pembicaraan pun terasa tak nyaman dengan keadaannya diantara mereka, yang ia lakukan hanya berdiri dan mengamati Naruto, lagi.

"Ini..."

Suara Naruto membuat Sasuke sadar ia belum memasukkan cincin ke dalam dompet, terlambat, wanita itu menggapai tangan dan mengurai jari-jarinya. Sasuke tidak mengerti kenapa Naruto menatap lama cincinnya, apa akan dibuang lagi? Sapphire sendu ia lalu menatapnya dan ia pun masih belum paham maksudnya. Saat Naruto terlihat akan memasukkan cincin ke jari manis tangan Sasuke bergerak cepat menahannya.

"Jangan," ucapan spontan sebenarnya, keluar dari mulut Sasuke tapi hal itu membuat Naruto tampak kecewa.

"Khe... Aku memang tidak tahu malu." Bahu wanita itu bergetar, tertawa hambar dan itu mengganggu Sasuke. "Aku tidak pantas benarkan? Aku membuangnya dan tanpa malu ingin memakainya lagi."

Benar-benar menyebalkan sepatah katapun terasa berat untuk keluar, Sasuke mengambil dan meletakkan cincin itu di meja. "Bukan itu maksudku," ucapnya menjeda, "kau tidak boleh mamakainya sebelum acara pernikahan kita berlangsung." Sasuke menyentuh bahu Naruto dan berusaha membuat wanita itu percaya. "Lagipula aku tidak yakin benda itu masih muat, kau terlalu kehilangan berat badan." Sasuke tahu ini terlalu mendadak tapi demi Naruto apapun bisa terjadi.

"Jadi lekas sembuh."

•••TBC•••

Bagi yang berharap ada scene Sakura maaf sepertinya kalian harus kecewa, biarkan dia tentram wkwk...

Buat kalian yang minta cepat up udah aku tepatin.... Babay😘

The Lost Love | SfN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang