Ragu

204 15 18
                                    

Bangun pagi, gosok gigi, cuci muke, tak mandi

Lagu yang dipopulerkan oleh Bubucu dan Prob di film kartun Boyboyboy asal Malaysia ini seakan akan menjadi impian. Walaupun air memang segar di saat badan terasa panas dan lengket. Tapi tetap saja, mandi di pagi hari termasuk dalam salah satu lis mimpi burukku. Atau karena aku malas mandi, jadi seakan akan air menjadi sendingin es saat ku siramkan.

Kalau tidak karena di paksa ibu, mungkin aku tidak akan pernah mandi pagi seperti ini. Memakai parfum dan jaket pilihan ibu saat berangkat sekolah adalah suatu kewajiban. Yang terpenting adalah non-make up. Aku tidak menyukainya.

Seperti anak TK, apapun ibu yang mengatur. Karena aku anak yang patuh dan sayang ibu, selagi tidak merugikanku aku jalani saja. Nikmati.

Aku berangkat sekalian bersama ibu. Yang harus mengajar setiap hari aktif masuk sekolah. Mengendarai kendaraan pribadi roda empat yang di beli ibu dua tahun silam. Jalan raya menampakkan kesibukannya di pagi hari. Seperti yang setiap hari ku lihat dan ku dengar. Kemacetan dan suara klakson di mana-mana. Menjadi iring iringan seperti alunan musik bertemakan abstraksi. Entah itu yang buru-buru mengantar ke sekolah ataupun yang bekerja kantoran.

SMA Bima, rumah kedua ku saat ini. Karena hampir seharian penuh para muridnya menghabiskan waktu belajar di sana. Entah benar benar belajar atau tidak.

Namanya bertengger kokoh di gerbang depan sekolah yang siap menyambut para murid yang datang. Seperti ucapan Welcome di Tempat-tempat wisata.

"Brangkat dulu bu," mencium punggung tangannya dan keluar mobil.

"Nanti pulang jemput jam berapa?"

"Aku pulang bareng Kiki aja"

"Oh, ya. Belajar yang bener ya. Ibu brangkat dulu"

Perlahan lahan ban mobil hitam berputar kencang membawa ibu semakin menjauh dari kawasan sekolah. Begitu juga aku, langsung masuk ke dalam. Ku sebut bangunan ini adalah penjara. Karena di sana aku mendapat banyak ujian kehidupan yang menitikberatkan kepada otak. Kalau sekolah bukan kebutuhan. Mungkin aku tidak akan memilih melanjutkan sekolah lagi. Bisa-bisa otakku pans dibuatnya. Masih untung tidak rusak.

"Lili!!...." kiki melambangkan tangan dari koridor. Aku berlari menghampirinya. Sebenarnya bisa saja aku panggil dia Kirana. Tapi aku lebih suka memanggilnya Kiki, lebih lucu. Kirana Luki

"Tumben rada siang lo berangkat? Biasanya aku sampe kelas,lo udah duduk manis di kursi"

"Nggak boleh?"

"Ya bolah," balas "Kiki, lo udah ngerjain PR kimia?

"Udah, dan lo mau liat kan? Nih buat lo"

"Aduh, Kiki ku.. Ngertiin aku banget deh. Tau aja" sambil merangkulnya di sepanjang koridor menipu kelas.

"Gimana gak ngerti? Lo kan udah langganan gue. Untung gue baik dan gue temen lo, kalo nggak?"

"Ya gue paksa"

"Anarki"

"Biarin. Kan itu bentuk dari usaha"

"Usaha nyontek"

Ku acungkan jempol di depan muka Kiki. Sampai kelas, aku bergegas menyalin PR milik Kiki. Suasana kelas di pagi hari pun sama seperti di jalan, ruh dan ramai. Tapi jika di kelas ramainya karena banyak murid yang ikut nimbrung menyontek PR. Tidak hanya aku saja.

"Selamat pagi Kiki!" sapa Erik mendekat ke meja kami. Aku dan Kiki.

"Oh, Erik" balasku melanjutkan menyalin.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang