Topan Aneh

152 14 1
                                    

Dari dulu aku tidak terbiasa untuk meminta maaf lebih dulu. Takut kalau-kalau tidak di maafkan, gengsi, dan malu adalah hal mutlak kenapa aku sulit melakukannya. Tapi Topan selalu mendorongku untuk hal itu. Maka, ku kumpulkan keberanian yang tersisa.

"Mau minta maaf kan?" akhirnya Topan memulai. Ada sedikit senyum mengejek.

Dia menebak dengan benar. Topan seperti sudah tahu maksud dari gelagat ku dari tadi. Hanya aku Saja yang terlalu takut dan tidak percaya diriuntuk mempercepat sesi.

".." Aku hanya menggangguk pelan dan melihat ke arah dalam kelas Topan yang berada tepat di belakangnya.

"Kenapa? Apa kamu ada salah sama aku?"

"Ada" refleksi kepalaku mendangak tepat ke arah wajahnya.

"Apa?"

"Kata ibu ku, aku tadi malam terlalu kasar sama kamu. Karena aku nggak sadar, mungkin"

"Terus?"

"Ya aku tidak enak. Masak udah repot-repot mengantar pulang, eh malah aku... Ya gitu lah"

"Cie, mentang-mentang udah latihan minta maaf. Sekarang praktek nih?" balasnya sambil menyenggol centil bahuku.

"Emang salah? Kan kamu yang suruh, kalo salah harus minta maaf" balasku sambil mengerikan kening, memprotes.

"Udah pinter ya sekarang" balasnya sambil mengacak puncak kepalaku di ikuti tawanya yang hemat."bagus bagus bagus"

Aku memang pendek, jadi Topan bisa dengan mudah memegang ataupun mengacak ujung kepalaku yang tingginya hanya se dadanya. Membuat rambut yang ku kuncir kuda sedikit berantakan.

"Ih, berantakan kan rambutku" rengekku dan segera mundur selangkah sebelum rambutku benar-benar berantakan semuanya.

"Bagus kok"

"Iya, bagus. Kalo aku jadi orang gila"

"Nah, itu tau" balasnya cekakikan. Aku segera Merapi kan kembali rambut yang semulanya tidak rapi. Tiada rotan akar pun jadi. Tiada sisir, tangan pun bisa juga. "Ini nggak rapi jadinya"

"Yaudah deh, maaf"

"Iya, gampang banget ya kamu bilang minta maaf. Aku aja rasanya deg degan tadi"

"Kamu tadi deg degan ya? Kayak ketemu polisi yang mau nilang aja" balasnya sambil cekak ikan lagi. "Kamu harus lebih membiasakan diri buat bilang minta maaf sama orang lain kali. Biar nanti terbiasa,"

"....." lagi lagi aku hanya menggangguk. Semua yang di katakan Topan memang benar. Topan seperti tiruan dari Ibu. Hampir sama.

Topan selalu mengingatkanku tentang etika bersikap baik yang kadang ku lupakan. Atau lebih tepatnya aku tidak mempedulikan. Entah karena kesibukan ibuku, atau rasa benci yang mulai tumbuh di hati karena ayah. Menjadikan semua yang pernah ayah katakan semua aku buang dan aku lupakan.

"Sekarang udah nggak deg degan kan?"

"Iya,"

"Nanti sore ikut aku yuk"

"Keamana? Main PS? Ayo" aku melonjak kegirangan. Permainan PS bisa membuat fokus pikiranku teralih. Menjadikan melupakan masalah sejenak. Dan bonus ya aku juga lupa waktu juga.

"Siapa yang ngajak main?" balasnya, menganggapi tebakanku yang salah. Dan muncul ekspresi sedikit menahan tawa karena wajahmu berubah menjadi kecewa. "Aku mau ngajak kamu ke danau di pinggir desa, kayak biasanya dulu"

"Oooooooooh, kirain"

"Gimana? Mau nggak? Kan udah lamatuh nggak kesana. Sibuk katamu"

"Nanti sore..." Aku mengingat ngingat apa ada janji yang lain atau apa aku punya agenda ku sendiri.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang