+657XXXXXXX

89 12 7
                                    

Dua kali up nih, enjoy your read

***

Seperti biasanya suasana kantin di sekolahan sudah mulai ramai. Untung saja kami datang kesini lebih awal dari biasanya karena memang jam ke lima tadi kosong, jadi kami masih mendapat tempat duduk yangnyaman tanpa harus berebut dengan siswa lain terlebih dahulu.

"Lili, ibu lo kemarin baik juga ya, gue jadi pengen main ke rumah lo"

Aku sedikit tersentak mendengar pernyataan Erik barusan. Ibu memang terlihat baik kemarin tapi Erik tidak tahu apa yang terjadi di rumah setelah pertemuan itu.

Aku hanya menatap ya sekilas dan menjawabnya datar. "Iya, tapi nggak usah main ke rumah"

"Lho, kok ngga boleh? Kan mau silaturahmi. Lagian gue yakin masakan ibu lo tuh pasti enak, buktinya anaknya bisa bullet gini" Erik mulai terkekeh dengan ucapannya sendiri.

"Gue juga yakin pasti lo ngerepotin" mendengar jawabanku Erik mendengus sebal dan hampir membuka mulut untuk membalas ucapanku, tapi diurungkan niatnya itu karena peringatan dari Kiki.

"Lo bales ngomong, nggak gue kasi contekan!"
Erik langsung diam tak berkutik dan akhirnya perdebatan yang hampir terjadi pun pending. Aku merogoh saku rok sragamku untuk mengambil ponsel.

Dahiku mengernyit dengan sendirinya setelah mengethui ada nomor baru yang tidak ku ketahui masuk. Pesan dari nomer tak di kenal itu yang telah berhasil menyita perhatianku saat ini. Awalnya aku hanya ingin sekedar memainkan ponsel karena sejak kejadian tadi malam,aku sudah tidak lagi menyentuhnya.Baru saat istirahat makan siang di kantin aku sengaja meluangkan waktu mengutakatik benda pipih ini untuk membuang kejenuhanku menunggu pesanan datang.

Aku sudah sering mendapat pesan-pesan misterius semacam ini. Biasanya hanya menyapa sebatas 'hi' atau bicara tidak jelas. Dan semua pesan itupun dari teman sekelas atau kenalanku dari kelas lain yang bermaksud menjailiku. Tapi pesan yang satu ini berbeda, aku rasa kemarin tidak berkenalan dengan seseorang atau yang lainnya. Satu hal lagi, pesan ini sarat akan kebencian. Itu yang ku tau saat ini.

"Woi!, dari tadi maenin itu mulu. Aku merasa di duain lho, sakit Li sakit gue" Kiki menyenggol pundakku membuatku terpaksa menoleh untuk mendengarkan bualan lebainya.

"Paling sibuk chat-an sama angin rebut tuh" Erik ikut menyeletuk sambil menyedot minuman pesanannya yang sudah tiba beberapa detik yang lalu.

"Enggak. Gue nggak chat-an sama Topan. Tapi ini,lo loat sendiri..." aku menyodorkan ponselku ke meja.

+657XXXXXXX

Jauhi Topan!

Padahal kami tidak janjian dan tidak merencanakannya dari awal,tapi setelah membaca pesan dari ponselku dahi Kiki dan Erik juga ikut mengernyit sama halnya ekspresiku tadi. Aku yakin mereka juga ikut memikirkan hal yang sama seperti yang ku fikirkan saat ini.

"Lo tau ini siapa? Kenalan lo kan banyak"

"Sorry dori nori stobery Lili, gue nggak tau. Foto profilnya gue juga nggak kenal" jawab Kiki sambil memasukkan suapan nasi kesekian ke dalam mulutnya.

"Kayaknya yang ngirim tuh kesel sama lo deh, Li. Lo udah ngapain aja sama Topan sampe bikin orang cemburu kayak gitu?" Erik menimpali.

"Gue nggak ngapa-ngapain kok. Ya biasa lah,berangkat sama pulang sekolah nebeng motornya. Salah ya? Perasan udah dari dulu gitu deh" aku memalingkan muka melihat kearah lain. Memutar kembali memori-memori lama keseharianku bersama Topan. Aku rasa normal-normal saja semuanya,tidak ada yang salah.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang