Malam ini mendung. Tidak ada satupun bintang yang muncul di angkasa raya. Di balkon rumah aku memandang kosong jauh ke atas semesta. Luas banget. Terbayang lagi kata-kata Topan tadi sore di pinggir danau.
"Aku ingin bisa masuk di Nagoya University"
Selalu terulang berkali-kali di fikiranku. Seperti antrean daftar lagu di play list musik. Aku di sini sudah lebih dari setengah jam. Memang kebiasaanku. Berfikir tentang kejadian hari ini sambil melihat pemandangan malam yang cantik.
Aku masih menyelami makna dari kata-kata Topan yang membuatku terinspirasi. Aku kagum dengan kegigihannya. Aku juga kagum dengan kesungguhannya dan mimpinya.
Sedangkan aku sendiri? Aku bahkan belum punya. Aku mau jadi apa ke depannya? Juga belum tahu. Topan itu orang yang luar biasa. Pintar, dan mimpinya tinggi banget. Aku same nggak bisa liat saking tingginya.
"Lili, masuk. Ayo makan malem! " suara ibu, memanggil dari dalam rumah.
"Iya buk. Satu menit!" balasku.
Aku segera mencopot headset yang dari tadi ku kenakan untuk mendengarkan lagu ost naruto 'sha la la'. Melipat kabelnya sekenanya dan memasukkannya ke saku celana beserta ponselnya. Lalu melangkahkan kaki menuju ke ruang makan. Ibu sudah berada di sana. Menyiapkan nasi, lauk dan piring. Aku segera ambil posisi duduk di kursi sebrang meja tepat di hadapan ibu.
"Masak apa buk?"
"Masak aer, biar mateng" canda ibu yang kini tengah duduk.
"Bercanda.. Lili tanya bu" rengekku manja pada ibu.
Sepiring nasi lengkap dengan lauknya di sodorkan ibu kepadaku. Awalnya aku mengira ibu mengambil nasi untuknya sendiri.
"Ini Oseng-oseng" sambil menunjuk salah satu lauk dalam piring ceper di depanku.
Aku tertawa geli, bukannya aku tidak tahu nama masakannya. Tapi aku suka bertanya tentang apapun kepada ibu. Dan sebagian besar kadang memang aku tidak tahu.
Contohnya saja saat ibu masak orak arik. Aku yang saat itu baru pertama kali melihatnya dan masih asing pun bertanya juga. Pengetahuan ku tentang Masak-memasak memang bisa di bilang cetek. Pakek banget.
Aku sendiri prihatin dengan keadaan diriku yang selayaknya perempuan remaja, sudah menginjak usia 15 tahun tapi hanya bisa memasak sop dan menggoreng. Itu pun sering kali gagal tak berguna. Karena keadaan bahan yang ku goreng ternyata sudah gosong.
"Oseng oseeeeng?" balasku sambil mengangkat kedua alisku"
"Oseng kacang panjang dengan mie"
"Makasih buk, aku suka."
"Ibu tau itu, makannya ibu nggak pernah ketinggalan masak ini. Sampingannya ada ayam goreng sama tempe" jawab ibu roundom menunjuk semua lauk yang ada di piringku.
"Sekali lagi makasi ya bu. Aku bersyukur banget punya ibu kayak ibuku ini" sambil tersenyum lebar ke arah ibu.
"Iya." balas ibu singkat sambil menikmati makanannya. Begitu juga denganku.
Setelah percakapan singkat itu kami diam. Bukan diam karena tidak harmonis dan sebagainya. Diam kami karena tengah menikmati makanan di meja ini dengan sepenuh hati.
Aku teringat kembali ucapan Topan tadi. Apa aku harus berkonsultasi ke ibu sekarang?
"Bu"
"Iya li, udah selesai ya makannya? Di beresin dulu"
"Udan selesai. Tapi aku mau tanya dulu sesuatu sama ibu. Boleh?"
"Kapan sih ibu nggak mau njawab?" jawab ibu masih menuntaskan makannya. Aku hanya melontarkan senyum kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lili
Fiksi RemajaVanezi Nataliliana, itu aku. Sebagai anak yang hanya tinggal bersama Ibu aku menjadi anak penurut. Ayah? Ayah dan kakakku pergi sejak orang tuaku memutuskan untuk berpisah. Dengan sehari hari yang menjadi pribadi kurang rajin. Topan selalu membantu...