Sorry aku tarik😫, ternyata butuh revisi ini😅. Tapi udah nggak kok. 😆
***
Sejak saat Topan memberitahuku soal kasih sayang seorang ibu, sekarang aku lebih belajar menerima apapun yang dilakukan ibu terhadapku selagi itu tidak terlalu menggangguku.
Aku juga semakin terbuka dengan ibu untuk menceritakan segala hal yang ku rasakan.
Hubungan kami semakin lama juga semakin membaik walaupun tidak bisa kupungkiri waktu ibu untukku lebih sedikit dibandingkan waktu ibu untuk bekerja. Ditambah lagi sekarang ibu harus mengurus toko peralatan bayi yang dikelolanya bersama teman gurunya.
Malam hari adalah waktu yang paling tepat dan longgar untuk kami menghabiskan waktu berdua. Ibu selalu membantuku dalam belajar apalagi minggu kemarin saat aku sedang melaksanakan ulangan semester satu.
Full waktu wekendnya di curahkan untuk mengajariku berbagai mapel yang belum terlalu kufahami, terlepas dari semua yang di ajarkan Topan kepadaku.
Aku juga selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan semua soalnya, serta selalu berdo’a sesuai nasehat ibu. Dan saat ini tinggal menunggu hasil akhir semua nilaiku.
Biasanya aku tidak peduli dengan nilai dan pencapaian apapun itu terhadap diriku. Entah itu buruk atau buruk sekali pun aku tak mempermasalahkannya, dan ibu juga tidak pernah memarahiku soal itu. Hanya menasehati saja.
Tapi setelah merasakan kehangatan yang kulalui bersama orang-orang yang kusayangi, dukungan dan kasih sayang yang senantiasa mengalir dari mereka, aku tidak ingin mengecawakan.
Aku duduk di lantai teras depan kelasku dengan jantung yang bedebar mengharap ada peningkatan nilai di raportku walaupun itu hanya sedikit. Beberapa kali berdiri dan menengok ke dalam kelas untuk melihat ibu yang kemudian menyunggingkan senyum kepadaku seolah-olah ibu sudah tahu akan kegelisahanku.
Senyum itu bak mengatakan ‘tenang, semuanya akan baik’ dan aku membalasnya pula dengan senyumku sebelum aku kembali duduk di lantai teras kelas lagi, dan seterusnya begitu hingga terjadi berulang ulang.
Aku menggigit bibir bawahku, pikiranku hanya terfokus pada hal yang menyangkut dengan nasibku saat ini sampai aku tidak menyadari ada seseorang yang duduk di sampingku dan beberapa kali menyapaku.
“Oh-maaf aku tidak memperhatikan” balasku terhadapnya.
Gadis itu tersenyum ramah, dari tulisan di sragam yang dia kenakan saat ini aku bisa tahu kalau dia murid seangkatan denganku. “Enggak apa-apa, masih nunggu raport ya?”
“Iya, kamu juga?” aku berusaha tenang dan menunjukkan sikam seramah mungkin.
“Nggak usah kaku gitu ngomongnya. Kita kan seangkatan,-gue udah selesai dan lagi nunggu temen”
“Iya, gue Lili. Nama lo siapa?” aku mengulurkan tangan dan kemudian di sambut dengan tangannya juga.
“Gue Fara, lo temennya Topan kan? Nah gue sekelas sama dia”. Aku mengangguk dan menjawabnya dengan mengatakan ‘O’ kepada Fara, teman baruku.
“Temen lo Kiki sama Erik tuh mana? Kok nggak sama lo sekarang?”
“Mereka udah pulang duluan dari tadi. Tapi, kok lo tau Kiki sama Erik juga?”
Aku balik menanyainya, daripada rasa penasaran ini kupendam entah sampai kapan dan yang pastinya tidak akan mendapatkan jawaban dengan sendirinya.
Sebelum menjawabnya Fara malah tertawa, tidak terlalu kencang tapi cukup untuk bisa membuatku melihat deretan giginya yang putih dengan taring kecil-kecil yang membuatnya semakin terlihat manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lili
Teen FictionVanezi Nataliliana, itu aku. Sebagai anak yang hanya tinggal bersama Ibu aku menjadi anak penurut. Ayah? Ayah dan kakakku pergi sejak orang tuaku memutuskan untuk berpisah. Dengan sehari hari yang menjadi pribadi kurang rajin. Topan selalu membantu...