Untuk melancarkan misinya dalam menghindari Naya, Lili bangun pagi-pagi sekali untuk segera bersiap-siap dan mengendap-endap menuju rumah Topan.
Beruntung jam enam Naya belum keluar dari kamarnya bahkan Lili belum mendegar suara tanda-tada ibunya suah bangun. Jadi aksi melarikan diri dari bertatap muka ini lancar.
Padahal di hati Lili sangat berat melakukan ini. Lili tidak bia membayangkan bagaimana kaget dan sakit hati ibunya nanti melihat putrinya yang sudah tidak ada di kamarnya bahkan tidak berpamitan dulu.
Tapi ibunya juga sudah membuat Lili kecewa, mungkin ini cukup setimpal-pikir Lili.
Apakah yang dilakukannya ini benar-benar sudah kelewatan, atau dirinya harus mengikhlaskan semuanya dan menerima keadaan, bagaimana nanti perasaan ibu, dan apakah memang sekarang dia sudah menjadi anak durhaka. Semua pertanyaan dibenak Lili mulai bermunculan beriringan dengan langkahnya.
Tanpa jaket ataupun masker dengan mengenakan sragam sekolah lengkap Lili menyusuri jalan areal kompleks perumahan menuju rumah Topan yang masih lengang dengan tenang.
Sesekali Lili menikmati desir anginnya dingin dan ketenangan yang tercipta.
Mungkin karena areal perumahan ini bisa dibilang kawasan elit dengan para penghuninya yang mayoritas orang berada dan orang yang terlalu sibuk sehingga mereka masih enggan untuk meninggalkan ranjang sepagi ini.
Entah karena habis lembur atau apapun itu, bukannya sebagian orang memang seperti itu?
Tok tok tok tok
“Permisi! Tante Sely, Topan….” Seru Lili ketika sudah sampai di depan pintu rumah Topan.
Terdengar dari dalam rumah Topan menyahut dan juga berbicara dengan ibunya.
“Ada tamu pagi pagi? Topan kamu bukain ya?”
“Iya, biar Topan yang buka ma..”
Mendengar suara jawaban dari dalam, Lili berhenti mengetuk dan pintu rumah Topan kini terbuka dengan menampilkan laki-laki berkaus lengan pendek putih dan celana selutut tengah menatapnya lekat.
“Lili!?..K-kamu ngapain kesini sepagi ini? nanti kan aku jemput. Ok, jangan bilang kamu mau berangkat pagi kaya dulu. Aku nggak mau!”
Lili menampilkan senyum lebar. “Enggak kok. Ya, aku nggak perlu ngomong lagi kamu tau kan alasannya?”
Kabur lagi pasti. Tapi, masih bisa senyum?
Topan mengangguk tanda mengerti setelah diam sesaat dan mempersilahkan Lili masuk untuk sarapan dan menunggunya bersiap-siap di meja makan.
***
Selama menunggu Topan bersiap-siap di kamarnya, Lili berada di meja makan untuk ikut sarapan bersama dengan Sely dan Ema.
Suara gelak tawa kadang muncul ditengah-tengah gurauan mereka membuat Lili senang dan terlupa dengan beban pikirannya.
“Lili mau lagi? Sini tante abilin.” Sely menawarkan.
Lili mengangguk antusias. “Makasih tante. Nasi goreng sosisnya enak banget loh, bisa-bisa aku nggak berenti makan nih, hihihihi... ”
“Gendut lah jadinya! Hahahaha... ” Dari atas suara Topan ikut menimpali, membuat wajah Lili berubah merah padam.
“Jangan nakal Topan kasian Lili kamu ejek terus!..” Balas Sely membela dan terdengar suara tawa keras kepuasan lagi dari arah lantai dua.
“Maafn Topan ya...em, Ini tadi masaknya juga di bantu sama Ema. Tuh sampe senyum-senyum sendiri kesenengan habis dipuji kak Lili.” Jawab Sely sambil menyodorkan piring penuh nasi goring kepada Lili.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lili
Teen FictionVanezi Nataliliana, itu aku. Sebagai anak yang hanya tinggal bersama Ibu aku menjadi anak penurut. Ayah? Ayah dan kakakku pergi sejak orang tuaku memutuskan untuk berpisah. Dengan sehari hari yang menjadi pribadi kurang rajin. Topan selalu membantu...