Erik berlari menyusuri koridor sekolah dari lapangan olahraga menuju ke UKS dengan Lili yang berada di dekapannya.
Sesekali ia menggumam tidak jelas setiap kali melihat wajah pucat Lili dalam gendongannya. Kekhawatirannya sudah seperti akan mendapat vonis mati oleh dokter.
Bisa ditebak, semua siswa yang melihat mereka bedua melintas pasti akan terbelalak dan berbisik entah apa itu. Tapi Erik tak menghiraukannya, saat ini tujuan dan fikirannya hanya sudah dipenuhi oleh satu hal saja.
"E-erik.." Cicit Lili sepontan setelah melihat wajah Erik. "Lo muter-muter...gak tahan gue." Lanjut Lili lemas. Bahkan suaranya hampir menyerupai sebuah bisikan.Erik mendesah. "Diem lo, merem aja nggak usah melek. Sebel gue!"
Tanpa di suruh pun Lili sudah memejamkan matanya kembali. Lili tidak tahan melihat semua yang berputar-putar kencang di matanya, membuatnya semakin pusing.
Erik langsung mendobrak pintu UKS di depannya dengan satu kaki dan merebahkan Lili di sebuah tempat tidur.
Dengan cekatan salah seorang siswa petugas UKS mendekat ke ranjang Lili dan menyuruh Erik untuk keluar ruangan.
"Oke, cepet diperiksa!" Wina, petugas UKS yang memeriksa Lili mengangguk dan Erik langsung meninggalkan ruangan.
Khawatir. Pasti semua orang yang melihat temannya pucat dan mimisan akan merasakan hal itu. Tapi sebisa mungkin Erik tidak bersikap berlebihan dengan tidak berjalan mondar-mandir di depan pintu.
Karena tidak ada kursi di luar UKS Erik duduk di lantai.
Dari kejauhan beberapa siswa sekelas berlari menghampiri Erik dengan wajah yang sama khawatirnya.
"Lili kenapa Rik? Tadi dia mimisan kan?". Tanya Rio, teman semeja Erik.
"Masak Kiki sakit Lili juga ikut sakit sih? Nggak lucu deh" Bimo pun ikut menimpali.
Nada, sekretaris kelas yang menyaksikan semua bertanya secara beruntun mulai naik pitam. Akhirnya dia mengeluarkan suara kerasnya untuk menghentikan pertanyaan.
"UDAAAH! Diem deh lo semua! Biar Erik jawab dulu." Nada angkat bicara mewakili teman-temaan ceweknya.
Ghave melengos."Yakin lo? Kalo gue ogah lah. Mending nunggu neng suster yang di dalem." Celetuk Ghave sambil melipat tangannya.
"Berisik lo!" Saut Nada dengan tataran horor yang membuat semua diam seketika.
"Nah, sekarang jelasin pelan-pelan Rik." Nada mempersiapkan kembali..
Semuanya ikut diam dan menunggu dengan sesama. Terutama para cewek, semua menatap penuh harap ke arah Erik.
Erik melihat wajah menunggu dari teman-temannya satu persatu. Sepuluh detik berlalu, tanpa suara dan Erik malah memalingkan muka kearah samping.
"Mana ague tau." Jawabnya datar.
Semua langsung memasang wajah kesal siap menelan Erik bulat-bulat. "UDAH GUE BILANG!" Ghave siap dengan tangan mengepal menahan emosi. Tapi Erik tidak mempedulikannya.
"DASAR SENDAL LO RIIIK! Tau gini, tadi nggak usah gue tanya!" Nada yang tak kalah kesalnya juga ikut bercuit.
Tiba-tiba, dari tengah krumunan seorang cowok melangkah dengan mantap membuat atmosver di atasnya seketika terasa horor

KAMU SEDANG MEMBACA
Lili
Ficção AdolescenteVanezi Nataliliana, itu aku. Sebagai anak yang hanya tinggal bersama Ibu aku menjadi anak penurut. Ayah? Ayah dan kakakku pergi sejak orang tuaku memutuskan untuk berpisah. Dengan sehari hari yang menjadi pribadi kurang rajin. Topan selalu membantu...