Protective

70 5 0
                                    


"Hal yang sulit adalah mempertahankan kepercayaan orang lain terhadap kita. Maka dari itu, aku tidak ingin kehilangan kepercayaanmu terhadapku walau itu sebesar debu"

-Erik Mahardika-

***

Usaha dan pengorbanan yang kulakukan tadi tidak sia-sia. Walaupun pada akhirnya kubu keinginan yang memenangkan duel sengit sesaat di otak, lama-lama aku bisa menerima kenyataan yang membahagiakan ini.

Dengan meminjam helm milik satpam sekolahan, Erik benar-benar mengantarkanku ke toko buku sesuai perjanjian yang ia berikan.

"Udah turun dari motor kok lo baru mau pake masker?" Tanya Erik bingung melihatku baru mengenakan masker.

Aku diam sejenak berpura-pura membetulkan masker yang sedang kukenakan. Padahal sebenarnya disaat yang bersamaan aku juga memikirkan jawaban dari pertanyaan Erik, karena tidak mungkin aku mengatakan kalau aku takut ketauan ibuku.

Erik mendekat dan tangannya berusaha meraih kepalaku. Sampai wajahku kini begitu dekat dengan dagu Erik, dan sekarang rasanya jantungku mau coot. Aku langsung memecahkan mata–takut.

"Eh? Lo ngapain ?" tanyaku bingung karena Erik sudah mengambil alih membenarkan tali masker di belakang kepalaku.

"Udah bener nih" jawabnya datar dan kembali mundur membuatku agak bernafas lega. Aku yakin Erik hanya sebentar membetulkannya tadi, tapi rasanya aku hampir mati karena kehabisan oksigen. Aku tidak terbiasa terlalu dekat dengan cowok lain selain Topan-sahabat sekaligus kuanggap kakakku sendiri.

"Salah sendiri ditanya malah fokus sama tali masker". lanjutnya . Beruntung aku sudah mengenakan masker, kalau belum mungkin Erik akan melihat pipiku yang merona merah karena malu.

"O-oh sorry. Eum, ini-aku soalnnya p-pengen aja." Jawabku gelagepan. Lidahku sulit digerakkan saking gugupnya.

Tanpa perdebatan panjang, kami langsung menaiki beberapa anak tangga dan masuk ke dalam toko buku.

***

Aku masih tidak habis fikir dengan hal yang dilakukan Erik terhadapku tadi. Benar-benar aneh dan berbeda dengan Erik yang aku tahu di sekolahan. Dia yang pethakilan, menyebalkan, suka mencari masalah, dan tidak peduli terhadap keadaan sekitar.

"Kok kalem banget sih?" gumamku berbisik dengan diri sendiri sambil menutupkan salah satu buku kesetengah wajahku. Dan menyisakan satu mata kanan untuk mengintip gerak-gerik Erik yang sedang melihat-lihat buku di rak yang tidak berada jauh di depanku.

Aku berbalik hendak mencari buku yang lainnya."Bodo amat lah. Yang penting udah dapet buku tujuanku ini". gumamku pelan sambil mencium sampul buku ditanganku.

Toko buku sudah seperti rumahku sendiri. Dengan tempat yang seluas ini dan tumpukan buku di mana-mana, tapi aku tidak akan kebingungan dibuatnya. Aku sudah mengetahui dimana rak buku bergenre ini dan dimana rak buku bergenre itu, jadi seberapa ramainya toko buku ini aku tetap akan bisa melenggang kesana-kemari dengan mudahnya tanpa bingung ataupun ragu.

Dan perlu juga untuk di ingat kalau toko buku termasuk kedalaman lis tempat favoritku selain perpustakaan, dan rumah.

Lama aku berkeliling, seketika mataku berbinar ketika aku melihat sebuah buku di sampingku yang sempat aku lihat iklannya di media social. Bukunya bergenre fiksi dan berukuran lumayan tebal.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang