Kerapuhan

61 5 0
                                    


“Aku tidak tahu apa yang kurasakan, tapi aku hanya ingin melihat kau tetap tersenyum. Itu saja.”
-Topan Missouri-

***

“Aku pulang!”. Teriakku di depan pintu rumah dengan tergopoh-gopoh karena berlari meninggalkan motor yang sudah terparkir di depan garasi untuk menghindari hujan.

Teriakan riang dari seorang gadis kecil dari dalam, terdengar menyambut kedatanganku.

“Yee! Kak Topan pulaaang!”.

Setelah membuka pintu, Ema kecil langsung saja menerjang kakiku dan memeluknya tanpa melihat betapa basahnya aku. Entah sejak kapan sepupuku kecilku ini ada di rumah, tapi yang pasti aku senang dengan keberadaannya di sini. Aku tidak punya adik.

Aku segera menghentikannya. “Eh- Kakak basah, Ema nanti ikutan basah loh. Mama kakak mana?”. Sambil celingukan dan meletakkan tas di lantai samping pintu. Karena keadaanku yang lumayan basah, tidak memungkinkan untuk melangkah lebih dalam.

Mendengar instruksiku, membuat Ema melepaskan pelukan ya dan melihat bajunya yang sedikit basah sambil meringis.

Ema mundur selangkah dan mendongak. “Mama masak kak,”. Lalu senyum menggemaskan terbit dari wajah mungilnya. “Tunggu di sini, Ema ambilin handuk dulu”. Tanpa menunggu persetujuanku Emi langsung berlari kedalam mengambilkanku handuk.

Aku masih berdiri di ambang pintu sambil melihat hujan yang sedang turun dengan deras. Bimbingan hari ini sangat membuatku tambah lelah. Apa lagi setelah melihat Lili yang sepertinya pulang dengan Erik. Membuat moodku semakin buruk dan terus sja memikirkan Lili.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kurasakan saat ini. Hanya saja, seperti tidak terima. Dan seperti Erik sudah merebut sesuatu yang menjadi milikku. Tapi kenapa?

Aku tahu sendiri, bahwa kenyataannya tidak demikian. Aku sudah Lili anggap seperti kakaknya sendiri. Dan seharusnya akupun menganggapnya adik bukan?. Entahlah, semua ini membuatku resah dan semakin bingung.

Aku mengacak-acak Rambut ku sendiri yang basah–frustrasi.Kira-kira setelah yang tadi, apa yang sedang dilakukan Lili dengan Erik?


Sampai-sampai saat bimbingan tadi aku lebih banyak melamun daripada memperhatikan Pak Guntur. Aku baru menyadari kalau efeknya seburuk itu.

Tiba-tiba mataku melihat sesuatu, untuk meyakinkanya aku mengucek dan beberapa kali mengerjapkan mataku yang tidak kelilipan. Barusan aku rasa baru melihat sosok yang tak asing bagiku.

“Itu-“.

Untuk lebih meyakinkan apa yang aku lihat saat ini aku berusaha meneriakinya. “Lili!? Li!?...Lili!?”. Teriakku sambil melambaikan tangan, tapi percuma karena sosok itu masih saja berlari tanpa menengok.

Aku langsung mengambil payung dan berlari keluar menyusulnya. Dan benar, itu memang Lili, karena dia masih mengenakan seragam yang sama sepertiku.

“Sial! Mau kemana dia hujan-hujan begini?! ”.

Gumamku sendiri panic. Emosiku mulai naik melihat keadaan Lili yang tidak baik-baik saja. Aku semakin menyalahkan diriku sendiri karena tidak mengantarkannya pulang dulu dan malah membiarkannya pulang dengan Erik. Sekarang, apa yang sudah dilakukan anak itu sampai Lili menjadi seperti ini?

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang