Perubahan Rencana

68 5 0
                                        


Pagi ini adalah pagi pertama awal tahun pelajaran. Berminggu-minggu lamanya libur semester yang membosankan, baru kali ini lagi aku merasakan udara pagi di sekolahanku tercinta.

Selama liburan waktuku hanya kuhabiskan untuk dua hal. Pergi membantu ibu di toko dan bermain bersama Topan.

Seperti harapan orang pada umumnya, awal tahun adalah tahun di mana kita mengawali hari dengan lembaran baru dan menjadi lebih baik.

Pertama-tama untuk menjadi lebih baik bagiku adalah menjadi anak rajin dan mandiri. Aku ingin meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang bagiku kurang baik.

Pagi ini aku berhasil mewujudkan salah satu usahaku itu. Sederhana saja, aku ingin berangkat lebih pagi dengan bis dan tidak telat walau semenit.

Susah payah aku meminta ijin kepada ibu dan Topan untuk berangkat sendiri dengan bis, akhirnya mereka mengijinkannya juga.

Rupannya berangkat pagi seperti siswa rajin pada umumnya tidak sepenuhnya sulit. Dari penumpang bis yang tidak terlalu sesak, udara yang masih segar dan suasana yang menyejukan dapat menenangkan hati.

Dengan di temani hujan rintik-rintik musim ini aku memasuki gerbang yang sudah di jaga oleh satpam sekolah. Beberapa siswa juga sudah datang dengan mengenakan jaket ataupun payung di tangannya. Sedangkan aku memilih untuk menikmati rintiknya.

Aku segera melangkah menyusuri koridor menuju kelas dengan keadaan rambut yang sudah lepek. Sesekali aku berpapasan dengan siswa lain yang ku kenal, dan kami saling menyapa kemudian berlalu.

"Helooo!" aku mencoba bersuara kearah halaman saat badanku sudah berdiri di lantai dua gedung sekolah. Dan suaraku terdengar menggema di koridor sepi tempatku berdiri sekarang.

Aku mengedarkan pandangan ke penjuru gedung sekolahan dan pelataran yang basah oleh air hujan dari tempatku berdiri saat ini.

"Suasananya enak kalau sepi. Tapi,dingin juga ya." gumamku bermonolog sambil menggosok-nggosokkan telapak tangan yang mulai kedinginan.

"Makanya, pakek jaket"

"Aaakh!!!". Reflex aku menjerit, mataku terbelalak kaget setelah melihat jaket krem-pink besarku yang di sodorkan di depanku diikuti seruan perintah.

"Ssst, diem. Berisik!" desisnya. Kalimatnya membuat aku menoleh.

"Topan?!"

Dia malah diam menatapku dengan alis saling bertautan, tanpa ada niatan untuk membuka mulutnya.

"Salah sendiri ngagetin orang, kalo aku jantungan giamana? Sembarangan banget sih, lain kali salam dulu kek, apa kek. Kebiasaan baru ya?! Huh" lanjutku.

Aku langsung meraih jaket di tangannya dengan kasar dan segera mengenakannya.

"Udah tau mau berangkat pagi, malah nggak bawa jaket." Jawabnya datar dengan tangan dilipat di depan dada.

Jaket yang besar dan panjang kebawah sampai bawah lutut membuat rok sragamku seakan tak terlihat.

"Suka-suka aku dong. Kamu juga ngapain sih ikut-ikutan berangkat pagi? Padahal tadi malam ngelarang-ngelarang. Dan, bukannya kamu lagi ngambek ya gara-gara aku nggak nurut?-ish...."

".... aduh, bawa jaketnya yang gede lagi. Bikin aku kayak orang-orang sawah aja! Kalo bawa tuh yang warna biru itu loh kan pas. Nggak kayak gini, apa kamu mau ngerjain aku ya? Mentang-mentang lagi marah? Gitu? " Omelku masih dengan melihat penampilanku sendiri yang kini terlihat super aneh.

Tapi dia tetap hanya diam.

Aku membeli jaket ini dulu hanya karena menginginkan yang sama dengan yang ada di film drakor. Tentu ini jaket untuk di salju, dan aku tidak berniat memakainya kemana-mana, hanya ingin sekedar punya untuk disimpan.

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang