[6]. Keabu-abuanmu (2)

588 81 6
                                    

Happy Reading.

Perlahan mata Bima terbuka, pandangannya mengedar keseluruh sudut ruangan. Ruangan ini nampak tak asing di penglihatannya. Bima tersadar sekarang dia berada di UKS. Yang hanya Bima ingat yaitu ketika Pak Tony memberikan hukuman padanya.

Aurel tersenyum sumringah melihat Bima telah sadar dari pingsannya. Pandangannya hanya tertuju pada sosok pria tampan yang sekarang terbaring dihadapannya.

Manik mata Aurel sempat beradu dengan manik mata legam Bima. Mereka berdua menikmati setiap tatapan yang dilontarkannya. Tatapan Aurel seolah menyampaikan rindu yang selama ini ia simpan hanya pada Bima.

Dengan singkat, Bima memutuskan kontak mata dengan Aurel. Pandangannya kini mengedar kembali ke penjuru ruangan. Seolah tak mau lagi bertatapan dengan gadis munafik dihadapannya itu. Meskipun begitu, senyuman Aurel tak luntur sedikitpun dari bibir mungilnya.

Auriga sudah kembali ke kelasnya tadi sebelum Bima sadar. Keheningan menjalar diantara keduanya. Sampai akhirnya Aurel membuka suara.

"Bim." Suara Aurel memecah kecanggungan diantara mereka berdua.

Bima hanya bergumam saja dengan wajah datarnya.

"Udah baikan?" Tanya Aurel ragu. Dan untuk kedua kalinya Bima menjawabnya dengan gumaman saja sambil memejamkan matanya. Aurel dibuat bingung dengan jawaban Bima.

"Yaudah gue balik ke kelas ya." Ungkap Aurel. Dalam hatinya Aurel ingin tetap menjaga Bima meskipun Bima sudah sadar. Aurel berdiri, beranjak dari kursi sambil merapikan roknya. Aurel berbalik untuk kembali ke kelas. Langkahnya terhenti ketika tangannya ada yang mencekal dari belakang.

"Jangan." Lirih Bima sedatar mungkin. Senyuman Aurel kini mengembang, mungkinkah sekarang dirinya berarti bagi Bima? Entahlah tetapi Aurel sangat bahagia sekarang.

Perlakuan sekecil apapun dari Bima adalah salahsatu hal yang paling Aurel dambakan. Aurel berbalik, kini posisinya menghadap kearah Bima. Bima menatap datar Aurel yang tengah mengembangkan senyumnya. Dengan cepat pandangannya ia alihkan kesembarang tempat. Bima benci akan senyuman palsu Aurel padanya.

Kini Aurel kembali duduk di kursi dekat blankar tempat Bima berbaring. Tangannya masih ada digenggaman Bima. Genggamannya begitu pas di tangan mungil Aurel. Bima menggenggamnya sangat erat.

Aurel sengaja tidak melepaskan genggaman Bima, dia sangat merindukan pria dihadapannya ini. Aurel sangat merindukan Bima yang lembut, bukan Bima yang kasar seperti sekarang. Sikapnya yang abu-abu membuat Aurel bingung dengan perasaannya itu. Kini matanya dipenuhi bulir bening yang siap meluncur, senyumnya terkesan miris. Tak sengaja air matanya jatuh mengenai tangan besar Bima.

"Maaf, gue kelilipan." Aurel melepas genggaman tangan Bima dan langsung mengusap pipinya yang sedikit basah.

Bima menoleh kearah Aurel, memperhatikan apakah gadisnya itu baik-baik saja. Bima tetaplah Bima. Ekspresinya tetaplah sama saja seperti sebelumnya, datar.

Aurel mengelap pipinya dengan tisu yang tersedia. Kini tangannya terlepas dari genggaman Bima. Aurel menatap Bima yang mulai tertidur.

Perlahan Bima memejamkan matanya, berharap rasa pusing di kepalanya hilang begitu saja. Namun rasa pusing itu kian lama kian bertambah. Bima memijat pelipisnya pelan.

"Mau minum?" Tawar Aurel. Tangan Aurel membawa gelas berisi air putih yang ada di nakas dekat blankar. Sedotannya ia arahkan pada mulut Bima untuk diminum. Dengan refleks Bima meminum air yang ditawarkan Aurel.

"L-lo masih pusing Bim?" Cemas Aurel. Bima hanya mengangguk sebagai jawaban. Tangan kanan Aurel kini mendarat di dahi mulus Bima. Dahinya terasa panas, tangannya dingin dibasahi oleh keringat. Aurel sangat cemas dengan keadaan Bima.

If I Stay✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang