Happy Reading
Aurel POV
Mungkin menurut kalian gue cewek munafik, ya benar sekali. Gue lah cewek termunafik di dunia. Hahaha
Ketika kalian menganggap gue munafik, ya gue... gak papa lah. Orang faktanya gitu kan?
Mungkin terdengar menjijikan ketika gue ngomong pakek aku-kamu, tapi sebenarnya ya itulah yang diajarkan nyokap sama bokap.
Gue diwajibkan ngomong pake aku-kamu sama nyokap. Karena apa? Karena katanya gue adalah cewek, dan gue harus anggun juga gak boleh kasar.
Tapi... apa peduli mereka sama gue?
Dan sekarang yang gue kangenin adalah nyokap. Buat ngelepas kangennya, yaaa... gue coba buat ngomong pakek aku-kamu.
Hahaha menjijikan ya?
Bodo amat lah. Yang penting gue seneng.
Hari ini aku menangis lagi. Luka yang ku kubur dalam-dalam kini menganga lebar. Kenyataan pahit ini selalu saja menimpaku setiap kali aku bahagia.
Bahkan orang yang kuanggap sebagai panutan pun sangat mengecewakanku, ya dia Ibu. Bagaimana bisa, Ibu menikah dengan seorang pria yang masih berikatan dengan isterinya itu? Bahkan sekarang mereka tak tahu, bahwa ayah mereka adalah ayah baru ku juga. Aku pun baru tahu setelah melihat foto keluarga diatas dinding rumahnya.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Sudah berjam-jam yang lalu aku menangis sambil memeluk tubuhku sendiri di dalam kamar. Sekarang tangisanku mereda.
Aku tidak tahu siapa yang menolongku tadi ketika aku pingsan di trotoar jalan. Setelah siuman, aku sudah berada dikamar dan baju yang sudah terganti dengan piyama biru miliku.
Ah sudahlah, aku tak peduli.
Mataku sangat sembab, keadaan rambutku sangat buruk, seperti gembel dipinggir jalan menurutku. Kulangkahkan kaki ku menuju kearah dapur. Setelah marathon saat hujan deras sambil menangis tadi ternyata sangat menguras tenagaku.
Cklek
Pintu kamar terbuka, aku sembulkan kepalaku dan menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada Bi Murti yang melihat keadaan ku yang sangat kacau ini.
Aman. Umpatku dalam hati.
Segera ku langkahkan kaki ini untuk menuruni satu persatu anak tangga. Ketika sampai di dapur, aku langsung membuka lemari es dan membawa beberapa makanan dan minuman yang tersedia disana.
"Astagfirullah!" Bi Murti beristigfar melihat keadaanku yang sangat kacau. Aku hanya tersenyum lebar dihadapannya.
"Masya Allah neng, ngareureuwas ibi wae." Bi Murti mengumpat dengan bahasa sunda andalanya yang membuatku semakin tak mengerti. Aku hanya menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal sama sekali sambil tersenyum kikuk melihatnya.
"Neng lapar?" Bi Murti nampak khawatir dengan keadaanku yang mengenaskan ini. Aku mengangguk sambil tersenyum menanggapinya.
"Nya entos atuh ku bibi dipangmasakeun nasi goreng nya." Bi Murti langsung menuju kearah dapur berniat akan membuatkanku nasi goreng.
"Nggak, gak usah bi. Udah malem juga, mending bibi istirahat aja. Aurel juga pasti kenyang kok meskipun cuma makan camilan doang." Sergahku dengan cepat. Aku hanya mengerti beberapa bahasa sunda yang diucapkannya saja. Jadi bisa ku tebak dari ucapannya tadi, bahwa Bi Murti akan memasakan nasi goreng untukku. Bi Murti menatap cemas kearahku.
"Bi, yang nolongin Aurel tadi siapa ya?" Tanyaku setengah heran.
"Oh itu, siganamah temen cowok neng."
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Stay✔
Teen FictionIni tentang mereka yang menyayangiku. Tentang mereka yang masuk dikehidupanku. Tentang mereka pula yang menghancurkan kisah cintaku. Biarkan aku yang menikmatinya. Menikmati alur yang ku buat sendiri dari awal. Dan... Biarkan aku menghancurkan diri...