PART 14-1

66 4 0
                                    

Disha menatap hidangan di hadapannya dengan penuh minat, kemudian tanpa babibu lagi Disha segera menyantap beef steak saus lada hitam yang terlihat sangat menggiurkan itu. Dan di detik berikutnya , mata Disha langsung berbinar-binar takjub merasakan kelezatan daging sapi yang begitu empuk di dalam mulutnya.

"Kenapa nggak makan?" tanya Disha dengan mulut penuh makanan yang belum terkunyah. Disha melihat Naufal hanya terdiam terus dari tadi dan menatapnya dengan pandangan aneh.

"Kayaknya gue udah kenyang duluan deh lihat lo makan" kata Naufal dengan wajah meledek. "Emang nya tadi lo di kantin nggak makan apa?" tanya Naufal risih melihat Disha yang makan seperti orang kesurupan. "Pelan-pelan aja makannya, nggak bakalan gue ambil kok" lanjutnya menyarankan saat melihat Disha makan dengan sangat belepotan. Naufal takut Disha nanti keselek jika gaya makannya seperti orang yang lagi marathonan.

"Makan kok, cuma Disha laper lagi. Hehehe..," tawa Disha santai tanpa dosa.

"Btw, lo udah ngasih tau orang di rumah lo kalo lo baliknya agak telat" Disha mengangguk tanpa ada niat untuk mengalihkan pandangannya pada makanannya itu. Sepertinya makanan tersebut lebih menarik baginya dibandingkan dengan wajah Naufal yang tampan tapi kayak batu es.

"Naufal!!" panggil Disha tiba-tiba menghentikan ritual makannya. Naufal mendongak dan menunggu gadis itu berbicara kembali. "Makanan nya lo yang bayar kan?" tanya Disha hati-hati. Sepertinya Disha takut menghadapi kenyataan bahwa mereka harus BSS alias bayar sendiri-sendiri.

"Kenapa emang?" tanya Naufal balik sambil menahan tawanya, dia merasa lucu saja melihat ekspresi Disha yang terlihat takut, mungkin takut jika disuruh bayar sendiri.

"Hhhmm... Disha nggak bawa uang lebih, dan sepertinya makanan ini sangat mahal soalnya enak banget sih. Sepengetahuan Disha, kalo makanannya enak pasti harganya juga mahal. Jadi, boleh nggak Disha minjem uang kamu dulu kalo nantinya uang Disha nggak cukup buat bayar makanannya" tanya Disha begitu lugu dan polos, Naufal bahkan sampai harus mengalihkan wajah untuk sekedar melemaskan otot-otot di wajahnya yang berubah kaku ketika dirinya sedang berusaha dengan sekuat tenaga menahan tawanya agar tidak meledak.

"Tenang aja, gue yang traktir kok" susah payah Naufal mengatur nafasnya yang naik turun, berusaha untuk rileks. Namun Naufal yakin akan satu hal, kalau wajahnya sekarang pasti sudah memerah. Kulitnya yang putih bersih memudahkan warna lain muncul ketika dirinya sedang marah, sedih ataupun sedang menahan tawa seperti sekarang ini.

"Kok wajah kamu merah banget. Kepedesan yah?" tanya Disha membenarkan tebakan Naufal tadi. Hanya saja Disha salah menebak penyebab muka Naufal yang merah.

DISHA.

"Iya, gue kepedesan" jawab Naufal bohong tanpa perlu bersusah payah mencari-cari alasan lain. Karena Naufal tahu betul, Disha pasti akan langsung mempercayai kebohongan itu.

Ada untungnya juga Disha menjadi orang yang polos dan berpikiran pendek. Saat  bersama Disha, Naufal merasa tidak perlu menjadi orang lain. Dia bisa terus menjadi dirinya sendiri.

"Minum dulu" dengan niat yang baik dan tulus, Disha mendorong segelas air ke hadapan Naufal.

Dan saat bersama Disha, Naufal merasa diperhatikan dan dihargai. Disha selalu bersikap baik kepadanya walaupun dia selalu bersikap dingin dan juga kasar pada Disha.

Naufal langsung meneguk air itu dengan buru-buru hingga tinggal setengah sebagai aksi penyempurnaan dari kebohongan yang tadi dikatakannya.

Setelah melihat warna wajah Naufal kembali normal, Disha merasa lega dan kembali menyuapi makanannya yang tinggal seperempat.

"Makasih yah" kata Disha di sela-sela makannya.

"Buat?!"

"Yahh... Semuanya. Untuk traktiran dan juga mengantarku pulang nanti"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Faith, Promise and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang