Aku mulai membiasakan diriku dengan orang-orang yg selalu datang ke tempat tinggalku, entah itu untuk memasak atau bahkan sekedar bertanya apa yg kubutuhkan. Mereka benar-benar sangat memperhatikanku, mungkin lebih tepatnya pada anak di dalam perutku.
Aku mulai cuti kuliah dan berhenti beraktifitas seperti bekerja paruh waktu atau yg lainnya, aku benar-benar hanya dirumah atau kadang berjalan-jalan jika bosan dan diikuti orang-orang suruhan Chan. Aku merasa seperti orang yg sangat penting.
Bicara tentang Chan dia bahkan tidak pernah menemuiku sama sekali, ini sudah beberapa minggu setelah terakhir kali kita pergi memeriksa kandunganku dan makan bersama. Mungkin dia sibuk, tentu saja mana mungkin seorang pengusaha seperti dia punya waktu luang setiap saat? Belum lagi dia memiliki istri dan anak yg harus dia perhatikan.
Ah, kenapa aku memikirkan itu? Belum selesai dengan rasa bersalahku pada istri dan anaknya lalu apa aku kecewa karena dia tidak menemuiku? Apa aku sudah gila?
Daripada memikirkan yg lain aku memilih menonton siaran televisi, setidaknya ada yg membuatku mengalihkan pikiranku. Saat aku mulai fokus dengan siarannya tiba-tiba ponselku bergetar menandakan ada pesan yg masuk.
"Jeongin?" aku menatap nama yg muncul pada layar ponselku, aku merindukan anak ini.
Jeongin
| noona terimakasih hadiahnya
| semua sangat menyukainya
| noona, apa kau dapat lotre?
| hadiahnya terlalu banyak dan aku yakin harganya mahal
| apa kau sangat sibuk?
| ibu kim merindukanmu
| daripada hadiah aku lebih ingin kau datang kesini
| mampirlah jika kau sedang santaiRasanya aku ingin menangis, aku juga merindukan mereka. Apa aku temui mereka saja sekarang? Sebelum perutku benar-benar membesar dan membuat mereka bertanya-tanya. Mereka tidak boleh tahu.
Tunggu, hadiah? Hadiah apa yg Jeongin maksud? Aku memang berniat memberi mereka hadiah tapi aku belum benar-benar membelinya karena uang yg Chan berikan padaku kugunakan untuk membayar sewa dan yg lainnya.
S U R R O G A C Y
"Tidak, aku tidak diperintahkan untuk memberi hadiah pada anak-anak di panti asuhan."
Han menggeleng dan dia terlihat bingung, kurasa memang bukan dia. Jika dia tentu dia akan memberitahuku sebelumnya.
"Siapa ya? Jeongin mengatakan jika hadiahnya dikirim atas namaku."
"Mungkin hyung?"
Aku menatap Han, "Chan? Memangnya dia tahu—"
"Dia tahu segalanya, biar kutanyakan padanya kalau kau penasaran."
Aku hanya memperhatikan Han yg mengeluarkan ponselnya lalu memulai panggilan, mungkin dengan Chan?
"Oh? Mana hyung? Tidak, aku hanya ingin bertanya. Tentang hadiah yg dikirim ke panti asuhan tempat (y/n) dibesarkan. Kau? Kau yg mengirimnya? Atas perintah hyung? Baiklah."
Han menatapku dan mengangguk, jawabannya sangat jelas jika Chan lah orang dibalik hadiah-hadiah mahal yg dikirim untuk keluargaku.
"Hyung yg membelikan hadiahnya, Minho yg mengirimnya karena hyung sedang sibuk. Sudah? Ada pertanyaan lain?" tanya Han dengan nada yg sengaja dibuat-buat, mungkin dia kesal karena aku selalu banyak bertanya.