Part 2

4.5K 355 0
                                    

Tak ada yang istimewa di hari pertama ini. Hanya perkenalan dan duduk manis mendengarkan guru baru berceramah sambil menulis di papan tulis.

Tadi sewaktu masuk ke ruangan kepala sekolah, seragam biru tua di padu dengan hitam menyambutku. Aku tidak tahu, kalau ternyata ayah sudah merencanakan kepindahanku ini. Mau tidak mau aku harus memulai sekolah di hari ini. Untung saja aku tadi memakai ransel yang berisi dua buku tulis kosong, sebagai pencitraan.

"(Nama kamu) kan, ya?" aku hanya mengangguk menatap gadis didepanku ini. Pita rambutnya yang berwarna kuning begitu kontras dengan almamater sekolah ini. "Gue Raylah," kenalnya. Aku hanya senyum dan membalas uluran tangannya.

"Ada apa?"

"Mau ngantin gak? Yuk, sebelum lo di culik ama cowok-cowok kelas kita," jelasnya. Raylah langsung saja menyeretku tanpa meminta pendapat dariku. Jangankan meminta pendapat, bertanya saja tentang maksud ucapannya pun aku tak sempat.

###

Kantin sekolah ini katanya ada tiga. Yang pertama kantin utama, di kantin utama ini ada beberapa stand makanan mulai dari makanan berat sampai makanan ringan, pokoknya lengkap. Yang kedua, namanya kantin Bi Sum. Kantin itu menyediakan gorengan dan minuman dingin, dan pastinya yang jualan namanya Bi Sum. Yang ketiga, kantin osis. Kantin itu dikelola oleh anggota osis sekolah, dan hanya menjual makanan ringan.

Dan disinilah aku sekarang, di kantin utama sekolah yang penuh sesak. Syukur saja, Raylah mau mentraktirku sebagai tanda ucapan selamat datangnya dan siap berdiri antri sebagai tanda maafnya karena menyeretku tadi.

"Jadi lo (Nama kamu)?" tanya salah satu diantara tiga gadis yang ada didepanku. "Gue temennya Raylah, Luna. Anak IPS 1,"kenalnya.

"Gue (Nama kamu), murid baru anak IPA 2," balasku. Luna teresenyum manis dan mengangguk.

"Sebelum lo pindah udah ada rumor, katanya bakal ada siswi baru cantik pindahan Palembang. Lo kan?" tandas gadis disamping kiri Luna. Dia tertawa sejenak saat membicaran rumor aneh itu. "Gue Marlah, temen kelas lo. Dan yang disamping gue ini namanya Erlin, temen kelas juga," aku mengangguk-angguk berusaha mengingat nama dan wajah mereka. Akan tidak lucu kalau aku sama sekali tidak mengingat nama dan wajah teman sekelasku.

"Sumpah! Lo pada kalau mau pesan pergi sendiri deh, pegel kaki gue antri nunggu giliran," keluh Raylah. Dengan cepat dia menenggak kaleng soda Erlin yang sedari tadi hanya diam. "(Nam..), keluhan gue yang tadi berlaku untuk lo juga minggu depan. Karena sekarang, lo masih pake diskon siswa baru," lanjut Raylah sesaat telah menenggak soda Erlin yang aku yakin sisa seperempat.

Aku mengangguk kaku tidak terbiasa dengan suasana baru ini. Ini masih cukup baru bagiku untuk beradaptasi dengan sekitar dan masih cukup awal untuk meladeni ucapan Raylah dengan kalimat konyol.

Mendadak kantin sepi. Aku menengok dan melihat tiga orang pria memasuki kantin dengan gaya normal. Yang aku herankan, ada gerangan apa yang membuat anak-anak semuanya diam. Padahal menurutku tidak ada yang aneh.

"Ada apaan sih? Kok sunyi?" tanyaku penasaran.

"Itu, ada mantan pengurus inti osis," jawab Erlin dengan sedikit berbisik.

"Apa hubungannya emang mereka makan orang? Vampir gitu?"

"Bukan (Nama kamu), mereka tuh pada diam karena tidak ingin melewatkan detik berharga bagi mereka." aku menggeleng tidak paham dengan penjelasan Erlin. "Wajarlah merekakan orang ganteng, terus jarang banget ngantin. Jadi gitu deh,"

"Aduh... Kak Iqbaal ganteng banget. Itu tuh, Kak Rafto juga manis syekali, ah Kak Ojan juga ganteng, sayang ada yang punya," Luna kembali berbicara sesaat setelah kehebohan kantin mulai muncul kembali.

Tapi, apa yang tadi dia bilang? "Apa Lun? Kak Iqbaal? Kakak?" dengan cepat aku mengalihkan pandangan dan menatap pria yang sedang membayar sebotol air mineralnya. Ya, itu dia pria yang aku temui dan ku panggil adek tadi.

"Iya, dia senior kita. Mantan ketos, ganteng parah tuh orang," bukan Luna yang menjawab melainkan Marlah. "Emang kenapa?"

"Kelas dua belas?!" pekikku. Dengan cepat Erlin dan Raylah menginjak kedua kakiku mengisyaratkan agar aku tidak heboh. "Waduh mampus!"

Benar-benar awal sekolah yang sial. Jadi siswa yang aku panggail adek saat dekat gerbang tadi seniorku? Mantan ketua osis sekolah?

Ini semua karena Mbak Meri, bisa-bisanya dia mengacaukan hariku dengan membangunkanku pakai masker aneh itu. Pokoknya ini bukan salahku.

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang