Part 7

3.6K 346 0
                                    

Terima kasih untuk Iqbaal, pria itu sukses membuat (Nama kamu) begadang semalaman karena memikirkan alasan kenapa ia datang kerumahnya.

Untung saja, ini hari sabtu. (Nama kamu) tidak diharuskan untuk pergi kemana pun. "Ahhh... Mata gue udah kek panda," keluhnya.

Meri terkikik melihat wajah memelas adiknya itu. "Apaan sih liat-liat gue? Jangan bilang lo mau minta masker," ketusnya.

(Nama kamu) berdehem sejenak dan mengambil nafas. "Mbak, gue minta masker untuk kantung mata lo ya? Mbak, masa lo gak kasihan liat gue udah kek hantu gini? Mata bengkak plus hitam gini?" dia membuat wajahnya sememelas mungkin, membuat Meri terbahak sejadi-jadinya.

"Muka lo yg kek gitu gak mempan di gue,"

"Mbak plissss....."

"Lo mau nyogok gue apaan?"

###

(Nama kamu) mendengus saat Meri sudah berlari dengan tawa memekakkan. Kakaknya itu telah berhasil mengambil salah satu koleksi case ponsel miliknya.

"Makasih banget loh Kak Iqbaal, kerugian yang cukup besar," ringisnya.

###

Iqbaal menggoyangkan kaki Rafto dan Ojan saat bersamaan. Dia menatap Danu yang hanya mengangkat bahu tak mengerti dengan tatapan Iqbaal yang meminta pertolongan.

Rafto dan Ojan bahkan tidak bergeming dari tidurnya. Ingin sekali rasanya Iqbaal melempar kedua temannya itu kearah kolam renang yang tepat berada di bawah jendela kamarnya.

"Woy curut bangun gak lo!!" geramnya. Pasalnya, Bunda Rike sudah sedari tadi meneriakkan nama keempat anak itu untuk ikut sarapan bersama. Selain itu, sesuai rencana semalam mereka berempat ingin pergi ke Bandung. Tapi, si pembuat rencana alias Rafto masih nyaman bergelung di kasur Iqbaal.

"Nu, lo ambil tang gih,"

"Mau ngapain lo? Bangunin dulu mih dua anak baru benerin sesuatu," ujar Danu.

"Justru itu, gue mau narik kuping nih dua bocah make tang biar bangun cepet,"

Hampir saja Danu tergelak seandainya dia tidak melihat muka masam Iqbaal. Jika saja ia tertawa besar kemungkinan Iqbaal akan menjadikannya korban selanjutnya setelah Rafto dan Ojan.

"To, Jan. Gue ama Danu nyerah bangunin lo, gue tinggalin lo pada buat jaga rumah gue ya. Soalnya bunda sama ayah gue juga mau ngikut kita ke Bandung." jelas Iqbaal.

Sebelum ia dan Danu menutup pintu kamar Iqbaal, Ojan dan Rafto dengan cepat menghadang keduanya sambil tersenyum konyol.

Iqbaal mendelik mengisyaratkan Danu untuk menyeret Ojan seperti dia menyeret Rafto sekarang.

"Baal ampun elah," Rafto menarik celana Iqbaal cukup kuat membuat jeans pria itu melorot dan memperlihatkan boxer biru muda yang dikenakan Iqbaal.

Ketiga temannya tergelak. "Sialan lu To!!!"

Rafto sekuat tenaga berlari kebawah menuju ruang makan. Berharap mendapat pertolongan, atau paling tidak Iqbaal tidak akan menjahilinya.

###

Abidzar tersenyum lembut kearah (Nama kamu) membuat gadis itu merinding karena senyuman Abidzar. Pasalnya setelah mengenal Abidzar, dia baru menyadari kalau pria berlesung tersebut memiliki sifat tidak terjangkau, dan sekarang melihat Abidzar tersenyum hal yang mungkin menyeramkan bagi siapapun.

"Lo kesambet dimana Bi?"

"Tadi gue ketemu ama setan cantik," terawang Abidzar seakan hal yang diceritakannya itu benar-benar terjadi. "Kepentok deh gue,"

"Dih garing lo,"

"Yang ngelawak siapa sayang?"

(Nama kamu) terbelalak dan dengan cepat dia mengalihkan pandangannya kearah lain yang bisa menarik perhatiannya di taman kota ini.

"Lo kalau ngomong filter sih,"

"Ehet,"

"Oh iya Bi, beneran gak kesambet kan?" ulang (Nama kamu). Abidzar menggeleng kecil sembari mengikuti arah pandang (Nama kamu).

"Kagak, sebagai ketua kelas. Salah gak sih kalau gue berusaha deket ama temen kelas gue?"

"Semua orang lo panggil sayang? Cih..."

"Nggak. Gue gak semurahan itu kali,"

(Nama kamu) menatap Abidzar yang juga menatapnya dengan berusaha meyakinkan. "Sayang, itu spesial buat lo,"

Mulut (Nama kamu) kelu, lehernya juga kaku tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Abidzar. Seolah atmosfir pandangannya telah terserap habis dilahap oleh Abidzar.

Dada keduanya bergemuruh hebat. Tak ada yang memulai membuka percakapan, membiarkan keheningan saling bersahutan.

"Gue suka sama lo. Ini pengakuan dari Abidzar Algifari, bukan pengakuan sebagai ketua kelas. Gak semua orang dapat kata-kata sakral gitu dari gue," ucap Abidzar.

Dengan cepat (Nama kamu) tersadar dan memukul kecil lengan Abidzar yang masih bertahan dengan mata yang tertuju kearahnya.

"Bi... Lo beneran gak keserupankan?"

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang