Part 21

2.6K 303 12
                                    

Sekolah tanpa kelas 12 memang terasa lebih menyenangkan. Tidak perlu ada drama tentang senioritas ataupun sejenisnya. Tapi entah kenapa (Nama kamu) mendengus beberapa kali dan menatap lekat tangga diujung koridor yang biasa dilalui kakak kelasnya.

"Lo kenapa sih (Nam..)?" Luna bertanya sembari menyodorkan semangkuk sup buah pesanan gadis tersebut. "Ooh atau Lo bete karena Abidzar Lo lagi rapat osis ya?"

"So sweet tau liat lo berdua ama Abi, berasa kayak nonton drama Korea yakan?" Erlin dan Luna mengangguk menanggapi ucapan Marlah. Gadis itu cekikikan menggoda (Nama kamu).

"Apaan sih kalian, gue sama Abi itu gak ada apa-apa. Beneran deh," (Nama kamu) mengangkat jari telunjuk dan tengahnya bersamaan berusaha meyakinkan ketiga temannya yang makin mendelik menggoda kearahnya.

Seakan perkataan (Nama kamu) hanya guyonan, Marlah tertawa keras membuat perhatian beberapa orang yang di kantin tertuju padanya.

Ada beberapa siswa ikut tertawa sumbang saat Marlah menunjukkan ekspresi tertawanya yang menurut (Nama kamu) menjijikkan. Jangan tanya seberapa malu ia, Erlin, dan Luna sekarang. Yang pasti sangat malu.

"Sorry ya. Biasa temen gue yang satu ini rada gesrek emang, jadi suka malu-maluin," ujar Erlin. Dia menundukkan kepalanya sebagai tanda maaf.

"Balik yuk, Marlah udah ubah suasana kantin," (Nama kamu) bangkit dari duduk diikuti Marlah yang mencibir dirinya.

Baru saja, (Nama kamu) ingin melangkah meninggalkan kantin tangan kanannya di tarik paksa. (Nama kamu) mengaduh kesakitan saat ia diseret paksa oleh Raylah.

"Ray, Lo kenapa sih? Sakit tangan gue," desisnya. Raylah hanya memandang sekilas tak menghiraukan ucapannya.

"Raylah. Lo apa-apaan sih? Dateng-dateng malah narik (Nama kamu)," Erlin mendelik. Dia menghentakkan tangan Raylah dengan kuat.

Raylah masih bungkam saat tangannya dihentakkan dengan paksa oleh Erlin.

"Udah kalian, yuk balik atau mau jadi tontonan orang-orang di kantin lagi," kekeh Luna. Dia berjalan diikuti (Nama kamu) dibelakangnya.

"(NAMA KAMU)!!!" Seluruh mata menatap Raylah sekarang. Gadis itu baru saja teriak. "Gue gak bakal malu jadi tontonan orang kantin. Jadi Lo jangan ikut campur dulu. Ini masalah gue dengan cewek si muka polos ini," geramnya. (Nama kamu) mengernyitkan dahi.

"Masalah gue apa sih sama lo, kita temenankan? Lo kenapa sih? Balik yuk jangan bikin masalah disini," bujuk (Nama kamu). Raylah tertawa sumbang.

"Guys ada gak sih temen yang rebut cowok yang temennya suka?" Raylah berteriak membuat beberapa orang menggelengkan kepala.

Terdengar beberapa bisikan-bisikan halus dari siswa. Bahkan makanan yang ada di kantin seakan tidak menarik perhatian lagi, mereka mulai berkumpul menyaksikan dirinya dan Raylah yang entah sejak kapan sudah berada di tengah-tengah kantin.

"Raylah, maksud lo apaan sih?" tanya (Nama kamu) tidak mengerti.

"Lo masih pura-pura bego? Ohh atau lo akting jadi anak polos lagi? Sayangnya gue bukan sutradara, jadi akting lo itu bakal sia-sia,"

"Berhenti Ray! Gue salah apa sih sama  lo? Perlu banget diumbar? Bikin malu tau gak,"

Raylah kembali memperdengarkan tawa sumbang ya. "Perlu. Biar semua orang tau betapa busuknya diri lo (Nam...),"

"Lo kalau ada masalah gue seleseain dengan baik dong, jangan ajak-ajak orang lain,"

"Lo takut?"

"Raylah!"

"Lo tuh licik banget tau gak (Nam...). Gue pikir lo bisa jadi temen baik gue tanpa ada drama sialan, tapi apa? Lo malah jadi pemeran utama."

(Nama kamu) ingin membuka suara jika ia tidak dapat pelototan dari Raylah yang mengisyaratkan untuk diam.

"Gue suka sama Abidzar!! Dan lo tega rebut dia dari gue?" lanjut Raylah.

"Sejak kapan gue jadi milik lo Ray?" Abidzar datang dengan menenteng buku tebal.

"Lo diem Bi, urusan mereka," Luna menarik lengan Abidzar yang bersiap mengeluarkan pendapatnya lagi.

"Gimana gue tau kalau lo suka Abidzar, sedangkan lo sendiri gak pernah cerita," beberapa anak bersorak mendukung pernyataan (Nama kamu).

"Oh jadi lo masih gak mau ngaku? Lo tuh cewek terburuk yang pernah gue kenal tau gak. Cewek kek lo liciknya ngelebihin apapun,"

"Raylah!!"

"Pelukan ama Abidzar, deket ama dia. Lo tuh sejenis cewek pedofil, gak usah munafik deh (Nam..)," jelas Raylah. "Gue gak suka Abi, tapi digodain,"

(Nama kamu) mengepalkan tangan berusaha meredam emosinya.

"Gue gak pernah godain Abidzar!"

"Terus apa?"

(Nama kamu) bungkam, itu memang salah tapi dia tidak tau mau membalas apa ucapan Abidzar.

"Dan gue juga gak suka Abidzar," ucap (Nama kamu) dengan suara sekecil mungkin.

"Terus apa? Apa (Nam...)! Lo bikin gue sama Abidzar sakit,"

"Gue gak maksud. Gue gak tau kalau lo suka sama Abi,"

"Munafik!!"

"Cukup! Gue gak suka Abidzar!"

"Lo yang berhenti munafik!"

"Gue suka Kak Iqbaal, puas lo?!" teriakan (Nama kamu) menggema di seluruh penjuru kantin. Dia berlari meninggalkan kantin seusai teriak.

Dia sudah mempermalukan dirinya dihadapan orang-orang. Dia lebih malu daripada Marlah tertawa ngakak.

Haiii ayem kambek, ada yang kangen? Atau ada yang nungguin ceritaku?
Serius, aku hiatus gak enak banget, tanganku udah gatel mau ngetik, abis itu ide-ide yang dulu-dulu kurangkai indah malah ilang.

Jadi untuk mengobati rinduku pada wattpad aku ngepost deh.

Oleh maafkan bacotku yang panjang kek rel kereta, dan aku minta vomen kalian ya? Ceritaku ini jadi turun drastis vomennya selama hiatus, huhuhu... Sedih

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang