Author POV
(Nama kamu) setengah mati merutuk saat melihat Iqbaal yang duduk santai di pos satpam dekat gerbang. Tadi setelah mengetahui fakta bahwa Iqbaal adalah kakak kelasnya, (Nama kamu) benar-benar tak ingin menunjukkan mukanya kehadapan pria itu.
"Eh (Nam..) gak balik lo?" (Nama kamu) menengok menatap pria yang berdiri disampingnya. Setau (Nama kamu), nama pria itu Abidzar. "Gak ada yang jemput? Mau gue anter?"
"Gak usah, lo balik duluan aja. Gue lagi nunggu jemputan kok," Abidzar mengangguk kecil meninggalkan dirinya yang bingung ingin melakukan apa.
Iqbaal, pria itu sedari tadi ingin tertawa lepas saat tak sengaja melihat gadis yang tadi pagi ia tabrak. Gadis itu menunduk dan enggan membalas tatapannya.
"Hei, lo!" serunya. Gadis itu mengangkat kepala dengan wajah memerah. Jika ingin berkata jujur, Iqbaal ingin bilang kalau gadis yang berdiri di ujung koridor sana sangatlah manis.
"Gue?" tunjuknya pada dirinya sendiri.
"Iya, sini deh kenalan kita belum selesai tadi," dengan langkah kaku gadis itu berjalan kearahnya. Iqbaal sungguh tak bisa menahan tawanya lagi. Cara jalan gadis itu sudah seperti robot toys sotry koleksinya.
Jika ada pilihan antara ia harus joget didepan kelas dan dipanggil Iqbaal, sepertinya (Nama kamu) lebih memilih opsi pertama. Lihat saja sekarang, Iqbaal tengah tertawa puas di pos satpam sambil menatap dirinya.
Apakah seniornya itu benar-benar marah? Atau malah ingin mengejek dirinya?
Dengan gugup dia menatap Iqbaal membuat pria itu terhenti tertawa dan memandangnya balik. "Ada apa ya?"
"Kenalan kita belum kelar tadi, ya kan Kak?" (Nama kamu) tahu kalau ucapan Iqbaal itu merupakan ejekan untuknya. Sebenarnya bukan salah Iqbaal jika pria itu mengejeknya. Salah mulutnya sendiri yang asal menyebut orang.
"Nama gue (Nama Kamu) Laudya April, terserah panggilnya apa," kenal (Nama kamu). Ia menggenggam erat ponselnya berharap ayah atau Meri, lekas menelpon untuk memberitahu kalau salah satu diantara mereka sudah menunggu dirinya di depan sekolah.
"Gue Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, terserah juga mau panggilnya apa. Kelas 12 IPA 2, siapa tau lo minat jalan-jalan kekelas gue,"
(Nama kamu) menatap Iqbaal malu atas kesalah pahamannya. Iqbaal hanya terkekeh kecil melihat ekspresi adik kelasnya itu. Ia kenal siapa (Nama kamu). Sewaktu kembali dari kantin untuk membeli sebotol air tadi, Rafto berjoget heboh karena gadis yang berdiri didepannya ini.
Sebagai mantan pengurus inti osis, Rafto tak pernah ketinggalan daftar nama siswa atau siswi baru yang mendaftar di sekolahnya, salah satunya (Nama kamu) ini. Jujur saja, ia benar-benar mengira kalau (Nama kamu) seangkatan dengannya tadi. Tapi setelah dapat penjelasan rinci tentang biodata gadis itu dari Rafto, Iqbaal paham kalau gadis yang menunduk malu itu adik atau juniornya.
"Kak sori ya, gue bener-bener gak tau kalau lo senior," ucap (Nama kamu). Dia menghela nafas sekilas dan menariknya kembali. "Di sekolah lama gue di Palembang, ada junior gue yang kelebihan tinggi dan kelebihan hormon kali ya, makanya gue pikir kalau lo itu sama seperti dia," jelasnya dengan mata membulat berharap Iqbaal dapat luluh.
Tanpa disangka, Iqbaal tertawa menuntaskan tawanya yang setengah-setengah tadi. Apa semua orang Palembang semanis (Nama kamu)? Pikir Iqbaal. Ia benar-benar akan luluh jika (Nama kamu) mempertahankan tatapan anak kucingnya itu, untung saja ia segera tertawa dan membuat (Nama kamu) menatapanya dengan penuh kebingungan.
"Kok malah ketawa? Lo sakit hati banget ya?" sesal (Nama kamu).
Iqbaal berdehem sejenak berusaha agar tawanya tidak lagi keluar. "Gak kok, lupain aja. Santai," ungkap Iqbaal.
Triit...triit.. Getaran di telapak tangan (Nama kamu) membuat ia tersadar dari kebingungan memikirkan tingkah absurd Iqbaal. Dengan cepat ia menatap nama penelpon dilayar ponselnya.
Super Hero (Ayah)....
"Hallo, Assalamu Alaikum yah," sapanya pada si penelpon.
"Waalaikum salam. Dek, ayah lagi liatin kamu nih di pos satpam," kekeh si penelpon dari balik ponselnya. Langsung saja (Nama kamu) memutar kepala menghadap gerbang dan melihat sedan putih. Benar itu mobil ayahnya.
"Ayah...." rengeknya. "Tungguin, aku juga dari tadi nungguin ayah kok," tanpa aba-aba (Nama kamu) memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Kini, giliran Iqbaal yang menatap (Nama kamu) bingung. "Kenapa lo?"
"Udah yah Kak, ayah gue udah dateng buat jemput," pamit (Nama kamu) sembari berlari kearah gerbang.
Iqbaal menggeleng. Baru kali ini dia melihat ada adik kelas seperti (Nama kamu). Padahal, baru saja gadis itu malu-malu kucing karna kesalah pahaman yang ia buat, sekarang dengan tanpa malu dia berjalan melewati Iqbaal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓
Fanfiction(SELESAI) Aku (Nama kamu) Laudya April, pindahan dari Palembang. Ini tentang kisah yang kualami. Kisah romansa anak SMA yang terjadi di sekolah baruku, Jakarta. Yang akan aku tuliskan dalam bentuk narasi berharap kalian merasakan hebatnya saat jatuh...