"Jadi gimana?" Abidzar membeo. (Nama kamu) masih bergeming tak membalas ucapannya.
Luna mengusap pelan punggung (Nama kamu) mengisyaratkan agar gadis itu tersadar dari lamunan.
"Lo jangan bilang suka beneran sama Abi, (Nam...) Lo mau kita berantem lagi?," kalimat asal dari Raylah membuat (Nama kamu) mendelik sembari menoyor pelan kepala gadis itu.
Benar. Raylah sudah mulai dekat dengan Abidzar, sehari setelah pertengkaran mereka di kantin. Jadi (Nama kamu) cukup paham maksud ucapan Raylah itu.
"Jan ngaco lo,"
"Terus lo gimana? Gini aja?" Erlin buka suara. Marlah sesegara mungkin membulatkan mata seakan mengatakan agar gadis itu diam saja. "Lo beneran suka gak sih sama dia? Kok modal kata doang ya ucapan lo?"
(Nama kamu) menundukkan kepalanya. Saat apel pagi tadi Kepala Sekolah memberikan pengumuman yang hampir membuat seluruh siswa memekik.
"Jadi, hari ini sebenarnya hari bersejarah untuk salah satu alumni sekolah kita. Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, pasalnya sekitar jam 9 sebentar dia akan berangkat ke Australia untuk memenuhi panggilan beasiswa dari salah satu universitas. Mari kita doakan yang terbaik, serta bisa menjadikan Nak Iqbaal contoh yang baik untuk kalian semua," kurang lebih begitu ucapan yang masih terngiang di kepala (Nama kamu).
"Kejarlah cinta sampai ke negeri Cina," Marlah buka suara dengan nada dramatis. Membuat hampir seluruh siswa kantin menatapnya.
"Udah salah suara gede lagi. Kurang malu apa coba Mar?" Luna terkikik kecil.
"Gue sayang sama Kak Iqbaal!" tegas (Nama kamu) dia berlari dengan sempoyong kearah ruang konseling.
Abidzar tersenyum kecil, sepertinya dia memang harus merelakan cintanya. Dan mencoba suka dengan Raylah, apa itu salah?
"Gue mau nyaksiin Cinta sama Rangga yang lagi di bandara. Mau ikut kagak?" Erlin bangkit dengan mata menerawang ke salah satu adegan dari film jadul favorit mamanya.
"Ikut!!" Marlah berseru tegas. Hal ini menarik perhatian, bukan hanya sebagian tapi seluruh orang kantin mendesis kearahnya. "Gaes, hari ini gue bakal nonton drama romantis, jadi gue maklumin tatapan maut kalian semua," lanjutnya dengan percaya diri.
###
(Nama kamu) POV
Aku terpaku ditempat sambil menatap lurus ke depan. Bukan karena aku ketinggalan pesawat yang akan ditumpangi Iqbaal. Tapi pemandangan yang kutatap sekarang seakan menohok.
Iqbaal. Pria itu, masih memanggul ranselnya dengan dua koper besar di belakangnya. Dan sedang memeluk Zidny.
Apa sampai hari ini aku masih belum punya kesempatan tentang Iqbaal? Apa sampai hari ini, aku harus berhenti berharap?
"(Nama kamu)!" Teh Ody melambaikan tangan. Aku tersenyum kikuk sembari meremas rok sekolahku. "Ayo sini," panggilnya lagi.
"Wah kebetulan ya ketemu disini," dustaku. Akan lebih baik aku tidak jujur daripada Zidny terus melotot kearah ku.
"Le, ini (Nama kamu) gak mau ngucapin apa-apa?" goda Teh Ody. Iqbaal mengambil tempat di sampingku.
"Maaf ya, kemarin gue mau bilang soal keberangkatan gue. Tapi lo tau sendiri kan. Kemarin, rencana gue kayak hancur banget," jelas Iqbaal. Bunda Rike tersenyum maklum seakan mengatakan agar aku tidak memotong ucapan anak bungsunya.
"Jadi gimana? Lo sama Kak Zidny ldr kan?" tanyaku.
Iqbaal mengatupkan bibirnya. Apa aku salah menyinggung tentang hubungan mereka.
"Gue gak suka Zidny," bisa kulihat muka Zidny yang nampak memerah. Aku mengepalkan tangan kuat-kuat. Sepertinya memang benar aku salah membahas. "Gak ada yang mau lo ucapin sebelum gue pergi?"
Aku berpikir sejenak sembari menarik nafas panjang. "Selamat Kak. Sukses disana,"
Dahi Iqbaal nampak mengkerut menandakan bukan kalimat itu yang ingin dia dengar. "Itu doang? Gak ada tambahan lain? Sebelum gue masuk ke ruang tunggu."
"Jangan chat gue lagi, kalau kakak gak mau terbebani sama perasaan gue,"
"Lo masih suka sama gue?"
"Gue harap udah nggak, tapi susah,"
"Yaudah jangan berharap enggak. Lo suka aja sama gue selalu. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Suka terus sama gue,"
Mataku melotot tak percaya. Bukan tidak percaya, selebihnya tidak mengerti maksud ucapan Iqbaal. Kalimatnya terlalu berat untuk kuterima.
"Walaupun kalau gue balik lo udah gak suka sama gue, biar gue yang usaha bikin lo suka lagi sama gue,"
"Eh?"
"Tungguin gue balik ya (Nam...). Teteh jagain, (Nama kamu) buat gue ya, gue udah sayang sama dia soalnya,"
Aku masih melongo tak percaya. Bahkan saat Iqbaal sudah melambaikan tangan dari dalam ruang tunggu. Pipiku terasa terbakar, apa aku tidak salah dengar?
"Iqbaal kalau udah berkomitmen, susah buat lepasnya. Makanya kamu jangan berani-berani anggap sepele ancaman anak bungsu Bunda ya (Nam...)," Bunda Rike tertawa kecil seakan mengetahui apa yang ada di kepalaku.
Aku akan menunggu Kak!!
Fin
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓
Fanfiction(SELESAI) Aku (Nama kamu) Laudya April, pindahan dari Palembang. Ini tentang kisah yang kualami. Kisah romansa anak SMA yang terjadi di sekolah baruku, Jakarta. Yang akan aku tuliskan dalam bentuk narasi berharap kalian merasakan hebatnya saat jatuh...