Part 9

3.2K 309 3
                                    

Zidny mengkerutkan kening melihat Iqbaal berjalan dengan tergesa. Bahkan, Iqbaal sama sekali tidak melihatnya berdiri di samping tiang koridor.

Tanpa perintah dia menarik lengan Iqbaal cukup keras membuat pria tersebut terpental kebelakang dan sontak menubruk tubuhnya. Zidny membelalakkan mata mencium bau maskulin khas Iqbaal yang tak pernah berubah sejak dulu.

Pikirannya melambung saat ia dan Iqbaal masih berpacaran, Iqbaal suka memeluknya. Membuat Zidny hafal betul bagaimana bau parfum yang sering digunakan Iqbaal. Wangi itu masih sama, bau mint yang cukup memikat.

"Zid, ini koridor," getuh Iqbaal. Zidny tersadar dan melepas pegangannya pada lengan Iqbaal. Dia baru menyadari, kalau tarikannya memang cukup kuat saat melihat bekas jarinya di tangan Iqbaal.

"Jadi kalau bukan koridor, lo mau peluk gue?" tantang Zidny. Iqbaal, seperti biasanya hanya mendengus kecil dan mengalihkan pandangan mata. "Sori, tadi gue cuma narik lo. Gak nyadar deh ampe pelukan,"

"Lo kenapa sih? Aneh banget,"

"Enggak. Gue cuma heran aja, lo jalan tadi emang gak liat gue atau lo sengaja gak liat gue. Berasa gue sampah ya setelah jadi mantan," ketus Zidny. Dia mendelik kearah Iqbaal yang masih mempertahannkan pandangannya kearah lain. Apapun selain mata Zidny, pikir pria itu.

"Gue masuk duluan, bentar bel," tanpa persetujuan Iqbaal kembali berjalan ke arah kelasnya setelah tadi dengan bodoh Zidny menariknya.

Heh? Jika saja dia tak ingat harus menjaga image didepan umum, dia sudah sedari tadi mengacak rambutnya karena kesal dengan Iqbaal.

Sebenarnya Zidny masih berpikir keras hingga sekarang, kenapa bisa orang mengenal Iqbaal sebagai orang yang supel. Padahal, dia orang yang cukup irit dalam berbicara. Terlebih padanya.

"Baal!" panggilnya. Iqbaal hanya menoleh sebentar dan kembali berjalan menghiraukan wajah kesal yang Zidny perlihatkan. "Gue tunggu di taman baca, istirahat bentar!!" pekiknya.

Beberapa siswa menatapnya dengan penuh prihatin saat Iqbaal sama sekali tidak mengubris pekikannya tadi. Dengan kesal, Zidny menghentakkan kaki berjalan ke koridor sebelah dimana kelasnya berada.

###

Iqbaal meraih salah satu botol air mineral yang ada di kulkas kantin. Seperti biasanya, kantin utama sekolah ini selalu ramai dan pastinya berisik.

Ia bisa tahu kalau ada beberapa pasang mata menatap penuh minat padanya. Itu sudah biasa terjadi, Iqbaal sudah kebal dengan tatapan itu. Tatapan yang kebanyakan dari adik kelasnya.

Dengan senyum, Iqbaal menyerahkan selembar uang lima ribu rupiah ke Mbak Eka, salah satu dari beberapa pemilik stand yang ada di kantin utama ini.

Jika saja kelasnya tidak begitu jauh dari kantin osis mungkin Iqbaal akan memilih ke kantin osis saja. Selain kurang siswa, dia juga tidak perlu berdiri lama untuk sebotol air.

"Gak ada kembalian nih Den Iqbaal, mau permen atau cemilan?" tanya Mbak Eka.

"Permen aja,"

Alasan Iqbaal selama ini tidak pernah jajan di kantin hanya sepele. Karena makanan di kantin tidak menarik minatnya dan sekalian menghemat uang saku.

"Makasih ya Mbak,"

Dia berderap meninggalkan kantin dengan niat kembali kekelasnya sesaat sebelum melihat Zidny, minum soda kaleng di salah satu bangku yang ada ditaman baca.

Tak menunggu lama, langsung saja gadis itu melambai saat melihat Iqbaal. Dia tersenyum sembari mengisyaratkan agar Iqbaal datang menghampirinya.

Sebenarnya Iqbaal malas, tapi entah dorongan apa dia berjalan mendekati Zidny yang makin melebarkan senyumnya menantikan kedatangan Iqbaal.

"Kan, gue yakin banget kalau lo itu bakal dateng," sergap Zidny langsung. Senyumnya masih manis terpatri.

"Emang lo mau ngomong sesuatu?"

"Yoi, sesuatu yang penting banget demi kedaulatan di sekolah kita yang tercinta ini," pungkas Zidny dengan gaya dramatis seolah sedang melakoni peran sebagai presiden.

"Dih gaya lo," Iqbaal tersenyum kecil. Zidny sudah tertawa, menertawai kekonyolan yang dia buat.

Tak dapat dielak, belum seratus persen dia telah move on dari Zidny. Mengingat dia dan Zidny putus hanya karena masalah sepele yaitu iseng.

Dulu, Iqbaal hanya bercanda mengatakan putus ke Zidny. Dan entah kenapa, Zidny menerima hal itu. Mungkin karena hal itu, Iqbaal juga tidak sepenuhnya menganggap Zidny mantan baginya.

"Em... Gue serius mau ngomong Baal," air muka Zidny berubah dengan cepat. Matanya tajam menatap kearah Iqbaal. "Kita balikan lagi?"

Iqbaal merasakan tiupan angin di taman baca seolah membekukan tubuhnya saat ini. Atau kalimat Zidny yang terlalu sakral?

Dia mengerjap beberapa kali dan mengangguk pasti, Iqbaal menerima tawaran Zidny.

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang