13. The the the

131 21 6
                                    

Hembusan angin sore menjadi hal yang selalu Sua tunggu di setiap sorenya. Dimana gadis itu bisa menatap cahaya keemasan dari rooftop, tempat favoritnya. Namun tidak untuk kali ini. Saat ini gadis berkulit sedikit pucat itu tengah duduk di salah satu bangku panjang di tepi lapangan basket. Dia di sana bukan tanpa alasan. Yap, Jia Qi memaksa gadis itu menunggunya di sana.

"Boleh aku duduk disini?" tanya Xida sembari mendudukan tubuh tingginya tepat di samping Sua.

"Tumben sekali kau kemari, sedang menunggu siapa? Jia Qi atau Wen Jia?" tanya Xida lagi. Hampir semua murid di sekolah itu mengetahui kedekatan Sua dengan kedua lelaki itu.

Bukanya menjawab Sua hanya menatap Xida diam. Matanya menyisyaratkan lelaki itu untuk tidak banyak bertanya.

"Xida kau tak mau gabung kita kekurangan orang," teriak Ziyi dari tengah lapangan.

"Kurang berepa?"

"Dua." Xida mulai mengitung jumlah pemain saat itu dan benar saja mereka kekurangan dua orang untuk bermain lima lawan lima.

"Aku dan Sua ikut, bagaimana sudah paskan," ucap Xida, menarik tangan gadis itu menyeretnya ke tengah lapangan.

"Kenapa mengajak ku?" ketus Sua kesal namun Xida tak memperdulikannya.

"Aku tahu kau bisa main basket," Xida berucap santai. Ingatkan Sua untuk benar benar membunuh orang menyebalkan ini pulang nanti.

Jia Qi yang mengetahui Sua ikut bergabung menghampiri gadis itu yang masih saja terlihat kesal. "Tumben sekali kau mau main," tanyanya dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

"Tanya saja pada dia," kata Sua pasra.

Lelaki dengan wajah tirus itu menarik handbethe hitam dari pergelangan kirinya. "Ini untuk mu."

"Handbethe?"

"Pergelangan kiri mu sering cederakan," jelasnya lalu memakaikan benda hitam itu ke pergelangan Sua.

Sua bermain dengan sangat lincah walaupun dia satu satunya gadis di sana. Dia tak bisah di anggap remeh, lihat saja beberapa angka yang berhasil di cetaknya.

"Li Sua tunggu," ucap Wen Jia tiba tiba menghentikan langkah Sua.

Wen Jia berjalan menghampirinya lalu mengikat jaket putihnya ke pinggang gadis itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Sua terkejut dengan apa yang Wen Jia lakukan.

"Baju mu kependekan. Kalau beginikan lebih baik," ucapnya lalu berlalu meninggalkan gadis itu yang masih menatapnya heran.

Setelahnya permainan berlanjut dengan baik sampai secara tak sengaja Jia Qi menubruk bahu Sua, hingga gadis itu terjatuh menghantam ubin.

Bruk

"Sua, kau tak apa," tanya Jia Qi panik. Segera membantu gadis itu bangun.

"Kaki mu berdarah," ucap Wen Jia tiba tiba. Pandangan Jia Qi menjalar memerhatikan keadaan Sua.

"Hanya luka kecil," ucap Sua santai begitu mendapati lutut kanannya berdarah.

Tanpa aba aba, Wen Jia langsung mengangkat tubuh kecil gadis itu. Menggendongnya ala bridal style.

"Yak Wen Jia turunkan aku," protes Sua.

"Tidak sebelum kaki mu di obati."

***

"Bagaimana dengan kaki mu? Maafkan aku, aku benar benar tidak sengaja," ucap Jia Qi terlihat jelas lelaki itu sangat menyesal.

Sua tersenyum samar. "Sudahlah Qi aku tak apa. Yuk pulang," ajaknya namun baru saja hendak meninggalkan tempatnya duduk Wen Jia menahannya.

"Kau mau kemana?"

"Pulang-"

"Biar ku antar," potong Wen Jia cepat.

"Tidak. Terimakasih aku-"

"Pulanglah bersamanya. Aku duluan nanti malam ku telpon." Kali ini giliran Jia Qi yang memotong ucapan Sua. Kemudian berlalu begitu saja.

"Qi- Sampai nanti." Sua hanya bisa menatap tunggung sahabatnya itu yang semakin menjauh.

"Ayo, biar ku bantu," ucap Wen Jia menyadarkan lamunan gadis itu.


Tbc.

Sorrow : SWJ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang