27. Back to We

84 14 9
                                    

Sepertinya Lizzy perluh usaha ekstra untuk memperbaiki hubungan pertemanannya seperti duluh lagi. Mengingat kejadian ditaman belakang sore tadi, saat ini gadis itu kembali menimang akan mempertemukan ketiga sahabatnya itu atau tidak.

Tapi kalau tak sekarang kapan lagi, mengingat keberangkatan gadis itu ke Kanada hanya menghitung jari.

"Baiklah. Semoga saja aku tak salah lagi kali ini," ucap Lizzy. Jari gadis itu bergerak mengirim beberapa pesan singkat kebeberapa nomor tujuan yang berbeda.

***

Entah sudah berapa kali Jia Qi bedecak kesal. Ingin sekali lelaki itu mengutuk Lizzy sahabat sejak taman kanak kanaknya itu yang menciptakan atmosfer aneh di ruangan itu.

Setelah menerima pesan dari Lizzy, lelaki bersurai galap itu bergegas menumuinya namun begitu dia sampai disana sudah ada Wen Jia dan Cheng Xin yang sedang duduk santai disana.

Saat ini keempat sahabat itu tengah duduk di satu satunya meja yang terdapat di rungan tua itu. Ruangan kosong yang duluh mereka jadikan beskem saat sekolah menengah.

Lizzy tersenyum hambar memperhatikan wajah tak minat ketiganya. "Hei, kenapa wajah kalin seperti itu bukanya seharusnya kalian senang kita bisa berkumpul seperti duluh lagi."

Jia Qi hanya tersenyum simpul. Rasanya lelaki itu ingin cepat - cepat mengingkir dari ruangan terkutuk itu.

"Sebenarnya apa tujuan mu mengajak kami kesini? Dan kenapa kau mengajak dia juga?" tanya Cheng Xin. Memandang Jia Qi tak suka.

"Ck, kau ini. Apa salahnya aku mengajak kalian kemari. Ada apa dengan Jia Qi bukanya dia bagian dari kita juga," ketus Lizzy kesal.

Lelaki bermanik tajam itu terkekeh hambar. "Itu duluh sebelum dia menghancurkan segalanya," ucapnya dingin. "Ah aku lupa bukanya kalian bersekongkol."

"Ding Cheng Xin." Wen Jia yang memilih diam sedari tadi berucap tagas. Agar Cheng Xin tak kelihangan kendalinya.

"Hei bukanya itu benar. Seharusnya sejak duluh kau tak usah menahanku," ucap Cheng Xin. Ketiga lainnya terdiam cukup lama. Sibuk dengan pikiran masing masing.

Gadis itu membung nafas berat. "Ya kau benar," komenya. Jia Qi melirik Lizzy sekilas, mengisnyaratkan agar gadis itu tetap diam. "Tapi semua itu tak ada sangkut pautnya dengan Jia Qi. Aku yang memaksanya membantu ku-"

"Lizzy," timpa Jia Qi.

"Biar saja Jia Qi. Aku tak bisa melihat mereka membenci mu terus."

Wen Jia menajamkan matanya, tak mengerti dengan situasi saat ini. "Sebenarnya apa yang sedang kau coba sampaikan?" tanyanya

Lizzy kembali tersenyum simpul pada lelaki itu. Sebelum mejatuhkan pandanganya menerawang ke arah langit-langit.

"Dua tahu lalu pernyakit kambu," ucapnya. Seketika suasana menjadi bungkam. Wen Jia dan Cheng Xin tahu perihal sakit yang diderita Lizzy namun setahu mereka gadis itu telah lama sembu.

"Sel-selnya hidup lagi," lanjutnya setelah jeda membuang nafas. "Karna itu papa membujuk ku untuk melanjutkan pengobatan di Kanada. Jujur saja saat itu aku tak ingin pergi mengingat aku sudah sangat nyaman dengan kalian."

Ketiga lelaki itu memilih untuk diam membiarkan Lizzy bercerita. Mulai dari dirinya yang malam itu datang kerumah Jia Qi, keputusannya putus dengan Wen Jia sampai pergi tampa pamit.

"Lalu bagaimana kondisi mu saat ini?" tanya Cheng Xin. Manik lelaki itu lebih redup dari biasanya.

"Hmm lebih baik. Setidaknya aku akan menjalani satu pongobatan terakhir untuk dinyatakan sembu total," ucap gadis itu tersenyum lembut.

"Jadi-"

"Ya, aku harus segera kembali ke Kanada lagi."

"Kapan?" tanya Jia Qi.

"Akhir pekan ini."

"Aku tak tahu kau sebodoh itu Zheng Lizzy," ucap Wen Jia berjalan kearah gadis itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Lizzi hanya bisa menunduk pasra.

Sepasang lengan Wen Jia terangkat, menarik gadis itu dalam dekapanya. Memeluknya tulus sembari menyelus surainya pelan.

"Seharusnya sejak awal kau bilang pada ku, bodoh." Perlahan isakan Lizzy terdengar. Wen Jia mekin mempererat pelukanya. "Hei, sudalah jangan menangis. Makin hari kau semakin cengeng saja."

Lizzy melepaskan pelukanya kemudian memberi Wen Jia pukulan di lengan lelak itu. "Salah sendiri kau mengatai ku cengeng," ketus gadis itu kelas. Lelaki yang dipukulnya terkekeh.

"Tuan Ma," rengek Lizzy beralih kepelukan hangat Jia Qi. Gadis itu selalu nyaman dengan pelukan itu. Dan juga Jia Qi yang terus mengelus punggungnya lembut.

"Aku jadi makin curiga melihat kalian berpelukan seperti itu," komen Cheng Xin, memperhatikan keduanya dengan tatapan penu selidik.

"Ck, bilang saja kau mau di peluk juga." Dipeluknya sahabatnya resenya itu. Dengan Cheng Xin yang terus memberonyak minta di lepas.

"Tidak bodoh lepaskan aku," ucapnya. Namun Lizzy memeluknta semakin erat. Lalu ketiga terkekeh menertawakan tingakah Cheng Xin.


Tbc.



Ini kenapa aku nulisnya gini mulu ya... perasaan gak ada trouble nya deh sama sekali baru aja masuk konflik eh lansung di selesain sendiri... molla aku sendiri gak ngerti ┐(´д`)┌


Btw anak TF yg cocok jadi tuan muda selain Tianze siapa ya... Saranya dong :))

Sorrow : SWJ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang