-6-

3.6K 270 3
                                    

Saat ini aku sedang menangis dalam pelukan seseorang. Aku menghadap kearah pintu, dan dia membelakangi pintu. Aku sudah mencoba menghapus air mataku berkali-kali, tapi pipiku kembali basah oleh tetesan yang baru. Kubenamkan wajahku didadanya. Menyembunyikan wajahku, tidak ingin siapapun dia melihatku saat aku lemah. Selama ini aku mampu berdiri tegak dan menunjukkan pada semua orang bahwa aku kuat dan tidak peduli dengan pendapat negatif mereka tentangku. Tapi saat ini, hanya untuk saat ini, aku merasakan pelukan hangatnya meruntuhkan tembok pertahananku yang sudah kubangun untuk melawan semua rasa lemahku. Hanya saat ini, aku jujur pada diriku sendiri dan merasa rapuh dipelukannya.

Beberapa saat kemudian, aku merasa mulai tenang dan berhasil berhenti dari tangisanku. Aku melepaskan diri dari pelukannya dengan wajah yang menunduk rendah. Setelah aku menghapus sisa sisa air mataku, aku mendongak dan melihat siapa orang yang memelukku. Kak Vino. Aku langsung menunduk lagi, merasa malu. Bukan hanya aku menunjukkan kelemahanku didepannya, tapi aku yakin saat ini mataku sembab, merah, dan wajahku kacau karna menangis.

"Sudah tenang?" Tanyanya membuka suara, memecah keheningan yang untuk beberapa saat terasa begitu nyaman.

Sebagai jawaban aku hanya menganggukkan kepala. "Kakak akan pastikan Leo mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Jangan khawatir." Ucapnya sambil mengelus rambutku lembut.

Aku kembali mendongakkan kepala dan melihat wajahya. Perlakuannya padaku begitu manis, tidak pernah sebelumnya aku mendapatkan pelukan saat aku menangis, ataupun belaian lembut dikepala untuk menenangkanku. Dia berhasil membuat degup jantungku menjadi berdetak 2x lebih cepat dari biasanya. Dan aku merasakan ada kupu-kupu yang menari didalam perutku saat tangannya menyentuh rambutku. Wajahku memanas dan aku tahu pasti pipiku memerah saat ini. Aku segera menundukkan wajahku lagi, menyembunyikan rona merah diwajahku.

"Tolong.." ucapku membuka suara, tapi suaraku lebih terdengar seperti deritan pintu, jadi aku sedikit berdeham dan mengulang ucapanku. "Tolong jangan katakan pada siapapun tentang....." aku menggantungkan kalimatku, bingung bagaimana aku mendeskripsikan keadaanku saat ini.

"Tentang kamu nangis terisak gak berhenti berhenti sampe matamu bengkak dan ingusan, digudang penuh debu, dan membuat kemeja kakak basah?" Jawabnya membantuku mendeskripsikan keadaanku saat ini dengan nada bercanda dan senyuman yang lebar.

Tanpa kusadari aku ikut tersenyum dengannya, merasa lega kak Vino mencoba meringankan suasana. "Ya.." jawabku singkat yang lebih mirip seperti bisikan.

"So... what do you say?"

Aku memandangnya tidak mengerti. Apa yang dimaksudnya?

"Tentang tawaran kakak, kamu mau datang ke prom dengan kakak?" Tanyanya membuatku tanpa sadar menahan nafasku karna kaget. Saat dia mengatakannya didepan Leo, aku pikor dia hanya berusaha menyelamatkan harga diriku, dan tidak serius dengan ucapannya. Aku sama sekali tidak mengira dia akan menanyakannya lagi. Sungguh.

Aku terdiam beberapa saat, nampak tenggelam dalam pikiranku sendiri. Padahal aku juga tidak tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku hanya terbengong masih kaget dan bertanya-tanya apakah ini nyata? Atau hanya gurauan lagi? Aku terus menatapnya, mencari tanda-tanda candanya. Tapi tidak kutemukan, dia serius.

"Memangnya boleh?" Jawabku setelah sadar dari kekagetanku.

"Maksud kamu?"

"Kakak itu guru, dan aku murid. Memangnya boleh?" Tanyaku menyuarakan keraguanku.

"Well, kakak ditunjuk sebagai pengawas acara itu, kata kepala sekolah, me being young and a teacher, akan memberi kalian rasa bebas, tapi tetap terawasi. Jadi, kakak rasa pengawasnya boleh sedikit bersenang-senang dan meluangkan waktu untuk sedikit berdansa. Right?"

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang