-32-

2.1K 217 9
                                    

Setelah mendengar ucapan murid perempuan yang memiliki hubungan lebih dari sekedar guru dan murid dengan Vino, dengan langkah tergesah aku kembali ke ruang guru. Setengah berlari aku berharap agar bisa menyusul Vino sebelum dia masuk keruang guru. Karena jika dia telah masuk ruang guru aku tidak akan bisa "membicarakan" hal penting dengannya. Beraninya dia pada kakakku. Aku akan membuatnya terbakar, karena sudah berani bermain api dibelakang kakakku.

Dari kejauhan aku melihat postur yang kukenal. Tinggi tegap, dengan cara berjalan yang sangat familiar sedang menuju ruang guru. Aku segera berlari menyusulnya walaupun aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya nanti.

"Vinoo!!" Teriakku sekeras mungkin. Aku melihat langkahnya terhenti dan dia menoleh kebelakang, mencari-cari asalnya suara yang memanggilnya. Saat aku sudah mencapai jarak pengelihatannya, mata kami bertemu. Tidak ada raut terkejut dimatanya, dia terlihat sangat santai sama sekali tidak tahu rahasia terbesarnya telah terbongkar.

Aku berhenti tepat didepannya dan menarik tangannya menjauh dari ruang guru. Dia mengikutiku dengan wajah enggan tapi juga penasaran. Mungkin dia bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan. Kami berhenti disamping ruang guru. Lorong buntu yang meskipun tidak sepenuhnya sepi, masih bisa memberikan kami sedikit privasi. Beberapa murid yang lalu lalang menatap kearah kami dengan wajah penasaran.

Tanpa melepaskan cengkraman tanganku ditangannya, aku bertanya "Siapa Lala?"

Vino terlihat mengerutkan keningnya, "apa?" Menatapku dengan tatapan aneh seakan tidak memahami perkataanku.

Aku menatapnya tajam. Emosiku meluap-luap, tapi berusaha dengan keras kutahan. Aku harus bersabar dan mendapatkan jawaban yang kumau. "Are you deaf?!" Bentakku kasar. "Siapa Lala?" Ulangku sekali lagi. Aku mengepalkan tanganku yang bebas dengab erat mencoba menekan masuk emosi dalam diriku yang disetiap detiknya semakin memuncak. Wajahku terasa memanas.

Raut wajah santainya berubah menjadi tegang. Dia bergerak tidak nyaman ditempatnya berdiri sebelum kembali tenang dan menutupi keterkejutannya dengan ekspresi datarnya. Dasar penipu. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini melihat caranya yang busa mengendalikan ekspresi dengan cepat. Sudah berapa wanita yang dia permainkan selama ini? Memikirkan hal itu benar-benar membuatku diujung tanduk. Aku tidak yakin busa menahan diriku lebih lama lagi.

Dia menarik lepas tangannya dari cengkramanku. "Gue gak tau lo ngomong apa. If you excuse me, I have class to teach." Dia membalikkan badan dan berjalan meninggalkanku. Sikapnya yang pergi begitu saja membuat amarah yang kutahan meledak. Aku menyusulnya dibelakang dan menariknya kembali menatapku. Tanpa basa-basi aku memasang kuda-kuda, kulayangkan jab kananku di pipi kirinya dengan keras. Aku memanfaatkan beratku untuk melepaskan pukulan yang lebih kuat dari yang biasa kulakukan. Kali ini Vino tidak akan bisa menahan pukulanku seperti sebelumnya, karena dia sama sekali tidak menyangka aku akan menyerangnya didalam sekolah. Setelah terhuyung dan mundur beberapa langkah, Vino jatuh terduduk dibawahku. Wajahnya sangat menarik untuk diabadikan, dengan ekspresi antara terkejut dan marah, sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah segar.

"Sebaiknya cepet putusin kak Bella atau kamu bakal nyesel selamanya. My sister deserve better." Ucapku dengan nada tenang tapi penuh ancaman.

Beberapa murid yang tanpa sengaja melihat kejadian itu langsung ramai berkasak kusuk. Sebagian menutup mulutnya karena terkejut dan sebagian mengeluarkan ponselnya untuk merekam. Sebelum mereka bisa mendapatkan video aku segera pergi meninggalkan Vino yang masih terkapar dilantai memegangi pipinya. Tanpa video bodoh mereka, aku sudah viral di internet. Sungguh tidak perlu kekacauan baru lagi karena foto atau video yang lain.

Dalam hati aku bersorak gembira dan berteriak puas. Tanpa kusadari aku mengeluarkan seringaian dibibirku. Sepertinya aku berubah menjadi tokoh antagonis dalam sekejap. Aku masih bisa merasakan tanganku berdenyut sakit. Memukul tanpa sarung tinju memang selalu menyakitkan. Don't try this at home okay? Hanya lakukan tinju diatas ring. Kecuali pada orang yang memang pantas menerimanya.

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang