-8-

3.1K 255 5
                                    

Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 16.05. Aku menghela nafas lega, saat semua dokumen sejarah telah kubaca dan kuisi suaranya dalam bahasa inggris. Aku merenggangkan badanku doatas sofa sambil memejamkan mata. Pekerjaan hari ini tidak sebanyak minggu lalu, tapi tetap saja, berbicara nonstop selama lebih dari 5 jam membuatku kelelahan juga.

Kak Vino pergi kearah dapur sesaat setelah semua suara kuisi. Kali ini aku tidak mengikutinya. Dan entah apa yang dilakukannya, tapi dia cukup lama didapur. Saat aku mulai bertanya-tanya apa yang dilakukannya, dia datang membawa secangkir minuman yang mengeluarkan uap panas. Aku memberinya tatapan bertanya, ketoka dia meletakkan cangkir itu dimeja didepanku.

"Minumlah, itu jahe hangat. Biar tenggorokanmu tidak sakit." Jelasnya mengerti pertanyaanku.

"Terima kasih, kakak nggak perlu repot" ucapku kemudian mengambil cangkir dan mulai meniup uapnya.

"Tidak repot sama sekali. Malahan kan kakak yang merepotkanmu. Memintamu menyelesaikan banyak dokumen hanya dalam dua hari saja. Maaf dan terima kasih." Dia menatapku dengan senyuman yang sangat lembut. Aku hanya bisa balik menatapnya dengan senyuman juga.

Aku menyeruput jahe dalam cangkir yang saat ini kutangkup dengan kedua tanganku. Segera setelah itu, aku merasa lidahku terbakar. Shit. Ini bukan hangat, ini panas. Aku mengernyit merasakan lidahku yang sedikit sakit sekarang.

Kurasa kak Vino sadar yang terjadi padaku, karna dia secepat kilat datang dan duduk disampingku. Menggumamkan kata-kata, "kamu gak papa?" Yang kujawab denhmgan anggukan pelan.

Kak Vino mengambil cangkir dari tanganku dan meletakkannya kembali diatas meja. Dia memegang pipiku dan melihat kearah lidahku yang saat ini kujulurkan keluar. Aku segera memasukkan lagi lidahku kedalam mulutnya. Mencoba menggeleng meyakinkannya bahwa aku tidak apa-apa.

Setelah aku menatap matanya, baru aku sadar jarak antara kami berdua sangat dekat. Aku bahkan bisa merasakan hembusan hanhat nafasnya diwajahku. Dengan tangan yang masih ada dipipiku dia mengalihkan pandangannya dari mulutku, kemataku. Kami bertukar pandang selama beberapa saat dalam keheningan. Jantungku berdegup sangat kencang, kuharap kak Vino tidak bisa mendengarnya. Aku ingin menyudahi acara bertatapan ini, tapi seperti magis aku tidak dapat mengalihkan tatapanku dari tatapannya.

Kak Vino mengalihkan pandangannya kembali pada bibirku, kemudian mataku, lalu kembali ke bibir. Jantungku makin berdetak tidak karuan, otakku memikirkan hal macam-macam. Apa dia akan melakukannya? Wajah kak Vino semakin mendekat, membunuh perlahan jarak antara kami. Aku diam, beku ditempat. Saat bibir kami berjarak beberapa senti saja, aku memejamkan kedua mataku menunggu bibir kak Vino di bibirku.

BRAAK
Suara keras dari bantingan pintu dari lantai dua membuat kami terlonjak kaget dan menjauh secara otomatis. Aku mengalihkan pandanganku, melihat keseluruh sisi kecuali kearah kak Vino. Kak Vino kemudian berdeham, dan membuatku menoleh padanya. Dia menggaruk-garuk leher belakangnya dan menunduk melihat meja. Aku hanya tersenyum tipis melihatnya. Ternyata tidak hanya aku yang salah tingkah disini.

Tidak lama kemudian, perempuan muda turun dari tangga yang memang ada didekat ruang keluarga. Sepertinya ini adik perempuan kak Vino. Dia cantik, sepertinya keluarga ini memiliki gen yang memang sempurna. Dia hanya menggunakan tanktop dan hotpants, rambutnya di ikat dibentuk menjadi mess bun membuatnya tampak sangat santai.

"Eh kakak dirumah? Ada tamu?" Ucapnya ceria saat melihat kearah kami berdua. Dia memberikanku senyuman sopan sambil sedikit menganggukkan kepalanya.

"Udah berapa kali kakak bilang, jangan suka banting pintu!" Tegas kak Vino. Adiknya hanya membalas dengan menjulurkan lidahnya pada kak Vino. Membuatku teringat lagi kejadian barusan. Andaikan adiknya tidak turun, apa kami akan benar-benar berciuman? Aku segera menggelengkan kepala membuang pikiran-pikiran aneh dikepalaku.

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang