-23-

2.8K 263 5
                                    

Kalian pasti tahu bagaimana suasana taman bermain saat weekend seperti ini. Ya, sangat ramai dan penuh dengan manusia. Seperti ketika kalian menumpahkan es teh manis, kemudian koloni semut datang berbondong-bondong mengerubunginya. Oke, itu perumpamaan yang konyol, tapi aku haus. Sangat haus, hingga yang ada dipikiranku hanya minuman.

Davin sedang antri membeli minuman sejak 20 menit yang lalu, dan belum kembali sampai sekarang. Inilah yang terjadi jika kalian berlibir ke taman hiburan saat weekend. Sekarang pukul 4 sore, dan kami sudah mengelilingi Dufan, mencoba semua wahana yang ada didalamnya. Mulai dari roaler coaster, hingga bianglala. Kami memutuskan untuk menunda agenda makan siang kami. Tentu kalian tidak mau kan makanan yang baru kalian cerna dipaksa keluar lagi setelah menaiki beberapa wahana ekstrim. Walaupun aku merasa, kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk antri daripada mencoba wahana.
Tapi tetap saja aku sangat bersenang-senang dan menikmati liburan hari ini. Aku tidak akan heran jika besok suaraku serak karena terlalu banyak berteriak hari ini.

Davin datang dua gelas plastik yang besar ditangannya. Dia memberikan satu untukku, kemudian duduk disebelahku. Dalam diam kami meminum milk tea itu sampai habis dalam sekejap. Rupanya Davin juga sama hausnya denganku. Kami berdua bertemu mata, dan hanya saling menatap untuk beberapa saat. Tapi entah apa penyebabnya, kami sama-sama tertawa setelahnya. Umm I swear im not crazy, but dont be so sure about him.

Krucuuuuk

Davin berhenti tertawa karena suara perut kelaparan yang terdengar dengan sangat jelas. Dia kembali menatapku. "Not me!" Seruku mengelak.

Davin terkikik pelan dan menggaruk tengkuknya. "It was me."

Aku menertawakan tingkahnya. "Ayo udah keluar aja, mau tutup juga kan jam 5. Kita cari makan, aku juga laper ini." Aku berdiri, merebut gelas plastik kosong miliknya dan membuang di tong sampah beserta gelas kosongku.

Aku mengulurkan tangan pada Davin yang tak kunjung berdiri. "Ayo!" Davin meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Kami berjalan berdua menuju pintu keluar Dufan.

Bohong jika aku bilang aku tidak terpengaruh dengan sikapnya hari ini. Perempuan mana yang tidak berdebar-debar jika diperlakukan dengan sangat baik? Pertama dia memelukku secara tiba-tiba dirumah. Dua dia bilang ini date, walaupun aku ragu arti date nya sama dengan yang kupikirkan. Dan ketiga, dia terus menggenggam tanganku dari awal datang sampai pulang. Tapi aku berusaha dengan keras untuk tidak berpikir terlalu jauh. Kami hanya sahabat, Davin temanku. Dia tidak ada keinginan lebih. Aku tidak boleh menyimpulkan sendiri seperti sebelumnya. Bahkan keledai tidak jatuh dilubang yang sama ya kan?

Mobil Davin berhenti didepan sebuah rumah makan, tidak terlalu jauh dari Dufan. Hanya 5 menit perjalanan dan masih ada didalam kawasan Ancol. Rumah makan itu terletak diantara jajaran ruko yang ada disepanjang pinggir pantai. Setelah mengisi perut dan mengistirahatkan badan sebentar, sambil menikmati indahnya pemandangan pantai, kami berjalan menyusuri bibir pantai tanpa alas kaki. Pasir pantai bersentuhan dengan telapak kakiku, aku menikmati rasa lembut dan basah dari pasir itu.

Davin saat ini ada didepanku, tapi dia berjalan mundur sehingga wajahnya tetap menghadapku. Aku memperhatikan semburat warna jingga yang menghiasi wajahnya. So beautiful. Siapa yang menyangka aku akan mendapatkan pemandangan yang sangat indah hari ini? Jika aku tahu dia akan membawaku ke pantai dan melihat sunset, pasti aku sudah membawa kameraku dan menjadikannya objek fotoku.

"Ganteng ya gue? Ngeliatnya sampe gitu banget." Celotehnya membuatku memutar bola mataku.

"You ruined the moment, idiot" sahutku sebal. "Its just, perpaduan Davin dan sunset terlihat sangat... perfect." Lanjutku. Aku tidak percaya aku mengatakan secara vokal kalimat yang ada diotakku. Aku segera memalingkan wajahku, berusaha menghindari tatapannya. Aku takut jika saat ini ternyata wajahku terlihat memerah dan dia melihatnya. Tapi jikapun wajahku memerah, tidak akan terlihat kan berkat warna matahari tenggelam yang mendominasi.

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang