-33-

2.4K 228 5
                                    

Hari sudah gelap, bintang dilangit mulai menampakkan dirinya disekitar bulan yang bersinar dengan redup. Kalian tidak bisa benar-benar menikmati indahnya langit malam di Jakarta. Terlalu banyak sinar lampu yang membuat cahaya bulan dan bintang meredup. Bahkan terkadang meskipun ada, tidak akan terlihat sama sekali.

Hembusan angin malam, begitu dingin menusuk kulit, sesekali membuatku bergidik kedinginan. Bulu kudukku tetap berdiri walaupun aku sudah mencoba segala upaya untuk menghangatkan diri. Saat keluar rumah, tidak terpikirkan sama sekali olehku untuk sekedar meraih jaketku yang ada dikamar. Tentu saja karena aku tidak ingin berjalan kearah yang sama dengan kakakku.

Taman dimana aku sedang duduk sendiri adalah taman kompleks yang terletak sekitar 500 meter jauhnya dari rumah. Entah bagaimana aku bisa sampai disini, ini bukan seperti tempat khusus yang akan kugunakan untuk menyendiri atau sejenisnya. Aku hanya berjalan tanpa tujuan dan berakhir disini. Sudah satu jam aku duduk diayunan dan merenungi kejadian yang terjadi diruang makan. Setiap kali memikirkannya dadaku terasa sesak, dan air mata mendesak untuk keluar. Apa yang sedang terjadi? Kenapa semua bisa berakhir seperti ini? Kenapa aku harus terpancing emosi juga? Kenapa kakak tidak mempercayaiku? Banyak pertanyaan tak terjawab yang silih berganti memenuhi pikiranku. Apapun itu, aku menolak untuk menangis lagi. Ini bukan saatnya untuk aku lemah. Banyak masalah yang harus diselesaikan.

Langkah yang setengah terseret mendekatiku. Aku yang sedang menunduk bisa melihat sepatu kets putih si pemilik kaki. Kaki itu berhenti tepat didepanku dan aku merasakan tangan yang membelai rambutku. Aku mendongakkan kepala dan memaksakan senyumanku pada Davin yang kini sudah berdiri didepanku. Masih dalam posisi duduk, dia semakin mendekat dan membawaku kedalam pelukannya. Kepalaku berakhir tepat diperutnya, tangannya kini mengelus punggungku. Aku pasrah menerima perlakuannya, lagipula dia berhasil membuatku merasa jauh lebih nyaman dalam pelukannya.

"Kamu nggak papa?" Tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran. Aku hanya terdiam tidak bisa memberikan jawaban. Dalam hati aku ingin bilang aku tidak apa-apa. Tapi tentu itu kebohongan, jadi aku memilih diam. "Pertanyaan bodoh, tentu saja kamu nggak gak papa." Davin kemudian melepas pelukan dan berjongkok didepanku. Tatapan matanya, senyum tipisnya, lesung pipinya, kehadirannya, semua membuatku merasa lebih tenang.

Aku membalas senyumnya, kali ini lebih tulus. "Im okay.. Maaf minta kamu dateng malem-malem." Ucapku menyesal. Saat aku menghubungi Davin dalam keadaan menangis dan terisak, aku memintanya untuk datang menjemputku. Aku bilang aku tidak ingin ada dirumah saat ini. Aku tidak berharap Davin akan menawarkan rumahnya untuk aku menginap, tentu saja itu sedikit terasa salah. Sebenarnya aku hanya ingin Davin menemaniku, meskipun sebentar saja.

Davin meraih kedua tanganku dan menggenggamnya. "God, Kara you are freezing." Davin berdiri, kemudian melepas jaket yang dikenakannya. Dia melingkarkan jaketnya disekitar badanku, dalam hati aku sedikit tertawa ketika berpikir bagaimana jika jaket Davin tidak muat untukku? Itu akan sangat memalukan. Beruntung Davin selalu mengenakan jaket oversized, atau jaket yang berukuran jauh lebih besar dari ukuran badannya.

Davin menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dan menempelkannya dipipiku. Hangat. Aku memejamkan mataku dan menikmati rasa hangat yang diberikannya. Dia kembali meraih kedua tanganku, kali ini dia menggosok-gosokkan tanganku dengan tanganku, dan meniup tanganku dengan nafasnya.

"Maaf kamu nunggu lama ya?" Ucapnya memecah keheningan.

"Nggak kok. Aku tahu kamu harus jaga adik kamu sampe tidur dulu. Maaf ngerepotin." Balasku. Davin memang meminta waktu sebentar untuk membuat adiknya tidur dulu sebelum bisa datang padaku, dan aku sangat paham itu. Dia tidak perlu meminta maaf, dia sudah mau datang saja aku sangat berterima kasih.

"No need to sorry. Tentu saja aku harus nemenin pacarku yang lagi sedih." Kupu-kupu dalam perutku menggelitik ketika dia mengucapkan kata pacarku.

"Thank you so much Vin. Aku nggak tau kalo nggak ada kamu bakal kaya apa." Aku berdiri, mendekat kearah Davin dan mencium pipi kirinya.

Beautiful CurveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang