10

172 14 2
                                    

Pagi itu Hanbin menyempatkan diri untuk mampir ke rumah Hayi, namun yang ditemuinya hanyalah pagar rumah yang tertutup dengan papan didepannya bertuliskan ‘Rumah Ini Dijual’. Hanbin pun melangkahkan kembali kakinya ke arah motornya, kemudian mengendarainya menuju Hanyang University, tempatnya dan Hayi berkuliah

Sesampainya di Universitas, Hanbin kembali mencari Hayi kesana kemari, termasuk bertanya kepada beberapa teman perempuan yang biasa terlihat berkumpul bersama Hayi jika Hayi tidak sedang bersama Hanbin, namun tetap saja, yang Hanbin dapatkan hanyalah kata kata ‘aku tidak melihatnya’ dari mulut teman teman perempuan Hayi.

Lelaki berhidung mancung itu pun berjalan ke arah kantin, tempat andalan dimana jika mereka sama sama melewatkan kelas seorang dosen yang tidak bersahabat dengan mereka. Hanbin melihat ke arah meja dimana ia dan Hayi biasa duduk untuk makan atau sekedar minum dan bercanda dan mengobrol, jujur ia merindukan Hayi, walau Hayi baru 2 hari tidak ada dihadapannya


Saat itu adalah hari pertama mereka resmi menjadi mahasiswa di Hanyang University, Hayi dengan semangat menarik tangan Hanbin dan menyeret pria yang lebih besar darinya itu untuk mengikutinya, hingga berakhirlah mereka di sebuah ruangan bernama kantin. Hayi terlihat menunjuk satu persatu meja, seperti menghitung, Hanbin yang tidak paham akan apa yang sedang Hayi lakukan pun hanya menatap Hayi bingung dari belakang tubuh gadis mungil itu

Hingga pada waktunya saat Hanbin sedang fokus sambil tersenyum memperhatikan tingkah gadis kesayangannya itu, Hayi tiba tiba meraih salah satu tangan Hanbin lalu menyeretnya menuju salah satu meja yang sudah ia pilih. Hanbin menurut tanpa sedikitpun protes, hingga akhirnya dua sejoli itu berhenti di depan meja yang dipilih Hayi

“Bin, lu duduk disitu” ucap Hayi sambil mengarahkan tangan kirinya menunjuk ke kursi yang berada di sebelah kiri tubuhnya

Lagi lagi tanpa protes, Hanbin menuruti kata kata yang terlontar dari mulut Hayi. Hanbin pun mendudukkan dirinya pada kursi yang bersebrangan dengan kursi yang diduduki Hayi, dapat ia lihat, Hayi sedang tersenyum cerah dihadapannya saat ini sambil mengedarkan matanya ke sekeliling kantin. Lelaki berhidung mancung itupun mengangkat kaki kanannya lalu ia tumpangkan di kaki kirinya, dengan kedua tangan yang berpegang pada pegangan kursi, matanya menatap lekat pada mata Hayi yang juga sedang menatapnya. Hayi mengangkat sebelah alisnya, seolah menantang pandangan Hanbin, sedangkan Hanbin kini sedang membasahi bibir bawahnya kemudian sedikit menggigit bibir bawahnya itu menggunakan gigi bagian atas, tak lupa menatap Hayi dengan tatapan menggoda. Hayi yang memperhatikan tingkah sahabat gilanya itupun berlagak seolah ingin muntah

Hayi menggedikkan bahunya berkali kali, bergidik ngeri “stop Bin, jijik gua liatnya”

Hanbin tertawa terbahak bahak setelah mendengar perkataan Hayi dan melihat tingkah laku Hayi yang seperti kegelian menjijikkan melihat tingkah anehnya

“kenapa? Takut jatuh cinta karna gua sexy ya?” tanya Hanbin dengan tatapan menuntut jawaban

Hayi beranjak dari duduknya, menatap Hanbin malas lalu sedikit memajukan wajahnya beberapa cm

“kalo ngarep jangan ketinggian, lo bukan selera gua” dilanjut dengan sedikit juluran lidah dari mulut Hayi, ya mengejek Hanbin

Hanbin menatap Hayi gemas, dengan sedikit menggertakkan giginya “sekali lagi kayak begitu, gak segan segan gua cipok tau rasa lu”

Tanpa Hanbin sadari, air matanya kini telah menetes, ia merindukan gadis mungilnya yang gila. Segala macam pertanyaan berputar dikepalanya, dimana Hayi, sedang apa, dengan siapa, sudah makan atau belum, sedang bersenang senang atau sebaliknya. Terus terang saja, Hanbin kacau tanpa Hayi

~~

3 years later...

Sejak Hari itu, Hanbin tidak pernah menemukan dimana Hayi, kabar selintas saja tidak pernah ada. Hayi bagai ditelan bumi, tidak ada satu orang pun yang mengetahui dimana keberadaannya, bahkan bekas jejaknya pun tidak ada sama sekali.

Hanbin sudah lulus dari Hanyang University, lelaki berhidung mancung itu lulus tepat waktu dengan mindset ‘gua harus cepet lulus biar bisa cari Hayi’. Hanbin adalah salah satu mahasiswa beruntung yang bisa lulus hanya dengan mindset seperti itu, ya, demi mencari gadis pujaannya yang hilang

Hari ini adalah jadwal Hanbin untuk berangkat ke Los Angeles. Ia harus memiliki cukup banyak uang untuk mencari Hayi, bukan?
Hanbin sedang berkemas, dibantu Jiwoo sang ibu. Jiwoo menatap putra sulungnya itu dengan tatapan sedih, karena biasa selalu bersama, kini ia harus berpisah sangat jauh dengan putra sulungnya itu.

Selesai menata pakaian sang putra kedalam koper, Jiwoo kini menggenggam salah satu tangan Hanbin “Bin, gabisa disini aja kerjanya? Kenapa harus jauh jauh sih? Kalo mom kangen gimana?”

Hanbin menggenggam tangan sang ibu, kemudian menatap wanita yang melahirkannya itu dengan tatapan teduh dan senyum yang tulus “kan bisa video call mom, lagian Hanbin juga 3 bulan sekali pulang, tenang aja. Atau pas Hanbyul liburan sekolah juga kan kalian bisa susul kesana, liburan disana”

“segininya usahamu buat cari Hayi?”

Deg..

Hanbin menahan air matanya, mencoba untuk tidak menjadi lemah dihadapan sang ibu. Lelaki kebanggaan keluarga Kim itu pun mendongakkan kepalanya lalu menatap kembali manik mata sang ibu lekat

“mom, doain ya tabungan Hanbin cepet kekumpul biar Hanbin bisa cepet nemuin Hayi”

Jiwoo hanya bisa mengangguk untuk menyemangati sang anak, sesungguhnya Jiwoo pun merasa kehilangan saat Hayi menghilang tanpa jejak begitu saja, ditambah lagi saat melihat putra sulungnya selama berbulan bulan terpuruk, bahkan sangat terlihat kacau sekalipun Jiwoo memperhatikannya, Jiwoo merasa itulah masa tersulit yang pernah dilaluinya

Hanbin menarik handle koper miliknya, diikuti oleh Jiwoo yang beranjak dari duduknya. Ibu dan anak itu keluar dari kamar Hanbin dan berjalan menuju ruang depan, Hanbyul yang sedang berada di ruang depan pun langsung berlari menghampiri sang kakak, memeluknya erat

“oppa, nanti kalau Hanbyul kangen gimana?”

Ah, Hanbin tidak tega rasanya jika harus meninggalkan peri cantik yang saaaangat dicintainya itu. Hanbin berjongkok untuk menyesuaikan tingginya dengan sang adik, kemudian memeluk gadis kecil berusia 10 tahun itu

“jangan khawatir, nanti kita video call ya”

Hanbyul melepaskan pelukannya pada sang kakak, menatap Hanbin kemudian mengangguk mantap “Hanbyul mau sekolah yang rajin dan pinter biar bisa susul oppa dan tinggal sama oppa”

Hanbin tersenyum gemas melihat tingkah peri kecilnya itu, tangannya tergerak untuk mengusap lembut surai sang adik. Mobil sudah siap, kini saatnya Hanbin berangkat meninggalkan orangtua dan adiknya. Dimana ayah Hanbin? Didalam mobil, yang bertugas mengantar Hanbin ke Airport

~~

“kamu gak akan nyesel ninggalin Seoul?” tanya Goo Soo pada Hanbin tanpa mengalihkan atensinya pada jalanan dihadapannya

“tekad Hanbin udah bulet dad, kalo Hanbin gak nekat, Hanbin gak akan pernah ketemu sama Hayi lagi nanti”

Goo Soo mengangguk paham, ia sangat tau bahwa sang putra sulung jika sudah memiliki keinginan, maka ia tidak akan pernah menyerah dan akan melakukan apa saja untuk menggapainya

My Beautiful RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang