Bruk!!
Gavin membanting tubuhnya ke tempat tidur, helaan napas panjangnya terdengar kasar. Dia menatap hampa langit-langit kamarnya, merasakan rasa lelah yang luar biasa. Rasa lelah yang kian lama menggerogoti akal sehatnya. Dia tak tahu harus melakukan apa lagi agar otaknya dapat kembali berpikiran jernih dan menjalani kehidupannya seperti biasanya.
Pertemuannya dengan Lova, sang editor, malam ini justru menambah beban di pikirannya.
"Aaargghhhh!!"
Dia berteriak dan mengacak rambutnya. Gavin benar-benar kesal terhadap dirinya sekarang.
Ting!
Terdengar bunyi notifikasi email masuk ke ponsel Gavin. Dia memandang sekilas benda di sampingnya itu. Menghela napas dan segera mengambil ponselnya itu, dugaannya benar, email dari sang editor.
Dear Mas Gavin Macario,
Naskahnya sudah saya review, ada beberapa part yang harus Anda revisi dan mohon kirimkan revisinya terakhir besok malam (review saya lampirkan). Serta, berikut saya lampirkan file yang berisi ide cerita yang saya buat berdasarkan naskah yang sebelumnya, sekiranya itu bisa membantu Anda untuk menulis bab berikutnya. Mohon beritahu saya progress-nya.
Terima kasih
--
Florencia Lovandra
Novel EditorGavin melempar ponselnya ke tempat tidur. Kemudian dia berjalan menuju dapur, membuka lemari es dan mengeluarkan sekaleng minuman bersoda. Lalu kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel, jaket dan laptop. Gavin berniat pergi ke suatu tempat. Mencoba menulis kembali naskahnya, atau justru melarikan diri.
***
"Sial. Huh, kenapa sih nyusahin gue aja itu orang"
Omelan Lova terdengar kencang, di saat semua karyawan tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Lova sang editor teladan datang terlambat ke kantor untuk pertama kalinya. Telat! Camkan kata itu. Sebelmunya Lova tak pernah akrab dengan kalimat itu, dan berharap tak akan pernah akrab.
Gadis itu dengan terburu-buru berjalan memasuki ruang kerja. Lalu menendang meja kerjanya sekali, meluapkan rasa kesalnya.
"Lho.. lho.. My Love, kamu kenapa, Sayang? Kok tumben telat?"
Lelaki yang tak pandai membaca situasi itu mulai bersuara. Sapaannya hanya ditanggapi tatapan malas Lova.
"Please, gue lagi nggak pengen bercanda"
Lova meletakkan tasnya dengan kasar. Dia menatap monitornya hingga samar-samar melihat rambutnya yang kusut. Hari ini dia tak menggunakan make up sama sekali, hanya masker berwarna putih yang menutupi wajahnya. Sejak semalam setelah pertemuannya dengan Gavin, mood Lova jadi jelek dan tidak kunjung mereda. Dia terus-terusan kepikiran dengan penulisnya yang satu itu. Hal itu juga yang membuatnya sulit tidur hingga bangun kesiangan dan datang terlambat ke kantor.
Radena yang sedari tadi memperhatikan Lova, penasaran dengan "kekacauan" yang terlihat jelas dari gadis yang selalu menarik perhatiannya itu.
"Oke, oke. Gue ngerti. Kenapa si Gavin? Dia gak beres lagi kerjaannya?"
"Sinting itu orang," ucap Lova sambil satu tangan kanannya memijit pelipisnya.
Lova pusing, gelar editor terbaik yang dipertahankannya selama ini sedang di ujung tanduk. Karir sebagai editor terbaik yang dibangunnya akan hancur begitu saja oleh seorang penulis yang tidak bertanggung jawab itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
May I Love You? (愛してもいい?)
ChickLit[COMPLETE] Soal cinta itu tak bisa ditebak, diprediksi dan dihitung dengan rumus manapun. Bisa jadi detik ini kau jatuh cinta, dan detik berikutnya kau akan terluka. Kadang cinta itu datang begitu cepat, tapi untuk melupakannya butuh waktu yang sang...