PART SEVENTEEN - NGE-DATE?

113 16 0
                                    

Lelaki dengan kaos putih dan celana belel itu duduk sambil menggenggam kedua tangan di bawah dagu. Dia melihat orang berlalu-lalang di sekitar bandara, padahal sekarang dini hari.

Sepertinya bandara termasuk tempat yang tak pernah tidur. Selalu ada orang berlalu-lalang, mencari kebahagiaan atau justru melepas kebahagiaan itu.

“Kenapa nggak happy banget?”

Suara lembut itu membuat perhatian Radena teralih. Dia memperhatikan wanita dengan jaket abu-abu dengan gelas plastik berisi kopi di tangan kanan.

“Ngantuk, Ma,” bohongnya.

“Ngantuk atau mikirin cewekmu?”

“Cewek siapa? Nggak punya pacar.”

Mama Radena mengusap pundak anaknya dengan sayang. Dia tahu apa yang menjadi kecemasan Radena, tentu soal gadis bernama Lova itu.

“Dia nggak ke sini?”

Radena menggeleng pelan. Dia ingat saat Lova bilang tidak bisa mengantar. Meski begitu Radena tetap berharap Lova datang. Yah, meski kemungkinannya 1% karena gadis itu jelas sudah tidur di jam satu dini hari seperti ini.

Selain itu besok rapat, Radena hafal dengan pujaan hatinya itu, pasti tidur lebih cepat agar esok harinya saat rapat bisa berkonsentrasi penuh.

“Udah yuk jangan galau mulu.”

Sontak Radena mendongak, melihat mamanya yang mulai menggeret koper. Radena pun beranjak sambil menggeret koper berukuran sedang, dengan gantungan huruf R berwarna hitam.

Sampai di pesawat, Radena mengeluarkan syal merah dari tas kecilnya. Dia tersenyum memperhatikan syal itu, setidaknya Lova cukup perhatian dengannya meski gadis itu tak mengantarnya dan mengucapkan kata manis untuk melepas kepergiannya beberapa saat.

“Dari Lova?”

Radena tersentak, kaget dengan suara mamanya. Dia menoleh dan melihat mamanya itu tersenyum menggoda.

“Mama ngintip, ya?”

Mama Radena menggeleng, lalu duduk memunggungi anaknya itu. “Enggak. Cuma keliatan aja.”

Tentu Radena tak serta merta percaya, mamanya itu kadang kepo. Radena lalu memakai syal itu dan bersiap tidur. Dia butuh tenaga ekstra untuk liburan berduanya dengan sang mama.

Saat memejamkan mata, dia teringat dengan Lova. Andai sekarang dia pergi bersama Lova. Radena pasti akan mengeluarkan banyolan sepanjang perjalanan agar gadis itu terus tersenyum. Lalu saat di Paris, Radena akan menembak gadis itu.

“Ck!”
Radena berdecak, sadar jika itu hanya harapan yang mungkin sulit diwujudkan.

***
Pagi hari, Jakarta sangat cerah. Seolah matahari sedang bahagia dan memancarkan kegembiraannya lewat cahayanya. Awal bulan Desember kali ini, Lova setidaknya lebih tenang. Meski dia belum bisa menyelesaikan tugas bulan lalu, setidaknya dia jauh lebih siap.

Morning, Lala,” sapa Lova saat masuk ke ruang editor.

Lala yang duduk setengah melamun itu seketika mengangkat wajah. Dia tersenyum manis ke Lova, tanpa menjawab sapaan barusan.

Lova tak begitu mempermasalahkan tanggapan Lala. Lova berjalan ke kubikelnya lalu menghempaskan tubuhnya di sana. Arah pandangnya lalu tertuju ke kubikel Radena. Biasanya lelaki itu sudah duduk di sana dan menyapa setiap karyawan yang datang.

“Radena kemarin pulang jam berapa, La?” teriak Lova dari kubikelnya.

“Kayak biasanya, Mbak.”

May I Love You? (愛してもいい?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang