Extra Part - Honeymoon yuk, Mas

189 16 0
                                    

"Sampai nanti, Sayang."

"Un." Lova mengangguk, kemudian mencium tangan Gavin. Pria itu kemudian mendekat lalu mencium kening istrinya itu dengan lembut.

Lova tersentak, dia sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Gavin barusan. Meski telah resmi menjadi istri dari seorang Gavin Macario selama beberapa bulan, Lova masih saja belum terbiasa dengan perlakuan romantis dari suaminya itu.

"M-mas, ini di depan kantor lho.. Kalau ada orang kantor yang lihat gimana?"

Lova menundukkan kepalanya karena malu. Wanita itu celingukan, merasa khawatir akan dipergoki orang kantor, sementara Gavin hanya terkekeh.

"Biarin. Kan kita suami istri."

"Ya.. tapi kan.." Lova menahan kata-katanya. Percuma memberi tahu Gavin, beberapa kali pun diberi tahu Gavin akan tetap melakukannya. Pria itu memang senang menjaili Lova.

"Yaudah aku ngantor dulu ya, Mas. Mas Gavin semangat kerjanya." Kata Lova seraya mengelus lengan suaminya itu.

"Siap. Nanti aku jemput seperti biasa, ya." ucap Gavin.

Lova mengangguk lalu turun dari mobil. Wanita itu melambaikan tangannya kepada Gavin, kemudian Gavin melajukan kembali mobilnya meninggalkan gedung kantor Lova. Lova lalu berjalan memasuki gedung dengan tersenyum senang.

"Ehem, ehem."

Lova menoleh ketika seseorang berdeham di sampingnya.

"Eh, Lala! Ngagetin aja, deh."

"Ehem, asyiknya pengantin baru. Pagi-pagi udah mesra-mesraan ya.." kata Lala sambil menyenggol Lova yang berdiri di sampingnya.

"Ehehehe.. Lo liat ya." Kata Lova salah tingkah.

"Iyalah, wong di depan kantor persis gitu. Tega nih, pagi-pagi dah bikin jomblo sakit hati."

"Hahaha.. sorry deh."

Ting!

Pintu lift terbuka, Lova dan Lala beserta karyawan lain memasuki lift itu. Meski Lova sudah menikah dengan Gavin, wanita itu tetap melanjutkan profesinya sebagai editor dan bekerja di Aphrodite Publishing. Dia berpikir jika menghabiskan waktu dengan bekerja akan lebih baik daripada berdiam diri di rumah sepanjang hari. Gavin sendiri pun tidak mempermasalahkan jika Lova ingin tetap bekerja. Pria itu mengerti bagaimana Lova sangat mencintai pekerjaannya itu. Terlebih Lova juga tahu posisinya sebagai seorang istri di rumah. Lova tetap menyiapkan sarapan, memasak makan malam dan membersihkan rumah setiap hari. Bagi Gavin, Lova sama profesionalnya antara menjadi editor dan juga istri.

Tak berapa lama, Lova dan Lala sampai di ruangan editor. Di sana tampak seorang lelaki berkemeja belang hitam putih tengah sibuk dengan komputernya.

"Pagi, Pak Raden." Sapa Lala kepada Radena.

"Pagi, La." Kata Radena tanpa menoleh ke arah Lala. Dia masih sibuk dengan komputernya.

"Pagi, Den." Ucap Lova.

Radena mendongak karena merasa tak asing dengan suara itu.

"Pagi, My.. eh, Va." Radena hampir keceplosan mengatakan 'My Love', panggilan sayangnya untuk Lova. Namun, buru-buru dia sadar kalau Lova sekarang adalah istri orang.

Di sisi lain, Lala mendadak cemberut karena ternyata Radena belum melupakan Lova. Dia yakin Radena belum sepenuhnya move on. Lelaki itu masih memiliki perasaan cinta kepada Lova.

"Lagi ngerjain apa lo? Pagi-pagi udah tancap gas aja." Tanya Lova sambil mengintip ke balik kubikel Radena, mencari tahu apa yang sedang lelaki itu kerjakan.

"Oh ini.. Mbak Tari minta gue nge-list novel yang udah mau habis kontraknya. Sebenarnya harusnya kemarin gue kelarin, tapi molor gitu deh hehehe.." jelas Radena.

"Hm, gitu."

Radena kemudian memperhatikan Lova yang berjalan kembali ke kubikelnya dan mulai merapikan tumpukan kertas di meja kerjanya. Seulas senyuman terbit di wajah lelaki itu. Lova masihlah wanita yang sama, wanita yang selalu bisa membuatnya tersenyum dan merasakan kebahagiaan hanya dengan memandangnya. Meski harapan memiliki dan membersamai wanita itu harus ia kubur dalam-dalam sekarang.

"Lo, jelas-jelas gue lihat, Va. Tapi, lo juga jelas-jelas nggak bisa gue jangkau." Gumam Radena. Lelaki itu pun menghela napasnya. Ia kemudian tersadar kembali dengan janjinya kepada dirinya sendiri. Radena telah memutuskan untuk melupakan Lova sebagai pujaan hatinya. Meski proses melupakan bukan perkara yang mudah untuk dilakukan.

Diam-diam, di kubikel lainnya Lala dengan jelas melihat Radena yang sempat memandangi Lova. Sama halnya dengan Radena yang sedang berusaha untuk move on, Lala pun demikian. Meski gadis itu tak benar-benar bertekad untuk menyerah pada akhirnya.

"Hm, Va, lo nggak honeymoon gitu ke mana?" tanya Radena tiba-tiba. "Pengantin baru kok kerja terus. Masa sih Gavin nggak ngajak lo ke mana gitu?"

Bukan Radena namanya kalau tak kepo. Lova terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan itu. Meski paham ini bukan salah Gavin, tapi kenyataannya memang Gavin belum bisa meninggalkan pekerjaannya dengan mudah. Lova sadar jika dia menikahi seorang pebisnis yang sibuk. Jadi, mau tak mau dia harus memahami prioritas suaminya.

"Ya.. gue sama Mas Gavin sih pengen banget gitu ke mana, liburan berdua. Tapi, sekarang-sekarang ini belum ada waktu, Den. Mas Gavin masih sibuk."

"Hm, gitu ya, paham sih. Gavin direktur kan ya? Pasti sibuk."

Lova mengangguk. Dia akan menunggu. Lagipula dia tak begitu mempermasalahkan honeymoon, karena hampir setiap hari libur kerja biasanya Gavin mengajaknya kencan. Sekadar untuk menonton film berdua di bioskop atau makan malam romantis. Menurutnya, Gavin sudah memberikan quality time yang lebih dari sekadar honeymoon ke suatu tempat. Dia bisa merasakan kalau Gavin juga memikirkannya.

"Mbak, sakura di Jepang bakal mekar bulan depan lho. Yakin nih, nggak mau lihat berdua sama Mas Gavin?" Lala tiba-tiba menimbrung obrolan Lova dan Radena.

"Pengen bangetlah. Dari dulu gue pengen banget lihat sakura walaupun cuma sekali."

"Mintalah ke Gavin. Gue yakin kalau lo minta, tuh cowok pasti kabulin. Mana sih yang lebih penting, kerjaan apa lo?" Radena mulai 'mengompori' Lova.

"Iya Mbak. Minta dong ke Mas Gavin. Mungkin Mas Gavinnya juga nih nggak peka. Honeymoon tuh penting buat pasutri hehehe.."

Lala ikut-ikutan berkomplot dengan Radena untuk membujuk Lova. Dalam hati, akal jahanam Lala mengaharapkan Lova mengambil cuti panjang, dengan begitu maka dia akan memiliki waktu yang lebih banyak untuk berduaan dengan Radena (baca: pdkt). Kesempatan yang bagus untuk menarik perhatian Radena lagi. Lala, sang 'Bucin' yang pantang menyerah dan menolak kapok.

"Hm, iya deh nanti gue bilang ke Mas Gavin."

***

Lova mematikan air keran dan mengelap tangannya dengan handuk. Setelah membersihkan dapur dan mencuci piring bekas makan malam, dia lalu berjalan menuju ke kamarnya. Di atas ranjang ia melihat Gavin yang sedang membaca buku. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan dan duduk di tepi ranjang. Gavin masih fokus dengan buku bacaannya. Dalam hati, Lova sedikit mengumpat kesal, "Bisa-bisanya Mas Gavin nggak sadar gue udah nangkring di sini. Bini cakep gini kok dianggurin sih, Mas?" teriaknya dalam hati.

Dengan perlahan Lova bergabung ke dalam selimut dan mendekati Gavin. Sadar dengan kedatangan Lova, Gavin lalu merangkul Lova agar lebih mendekat kepadanya. Deg, Lova dibuat berdebar dengan itu. Lova lalu melirik buku yang sedang dibaca oleh Gavin. Buku berbahasa Inggris yang cukup tebal. "Hmm.. Kerjaan lagi, nih?" batinnya.

"Mm.. Mas,"

"Hm?" respons singkat Gavin.

"Nggak jadi deh." Lova ragu-ragu mengatakan maksudnya. Dia takut Gavin justru akan merasa terbebani nanti. Karena dia merasa Gavin tak akan menolak permintaannya.

Menyadari sikap canggung Lova, Gavin lalu menutup bukunya dan meletakkan buku itu di atas nakas. Pria itu lalu memandang Lova dengan tatapan penasaran.

"Apa? Kok nggak jadi?"

"Hm, iya nggak apa-apa kok."

"Beneran?" tanya Gavin sambil menatap Lova dengan seringai mencurigakan. Lova mengerjapkan matanya berulang kali karena merasa Gavin salah tangkap.

"Mas?" kata Lova setengah panik karena tubuh Gavin makin mendekat dan pria itu mengeratkan rangkulannya. "Mas bukan itu!" kata Lova setengah berteriak.

Gavin berhenti mendekat dan menatap Lova dengan tatapan bingung. "Terus?"

Lova menahan napasnya. Dia lalu sedikit meronta hingga perlahan Gavin mengendurkan rangkulannya.

"Ihh, Mas Gavin." Kata wanita itu salah tingkah.

Gavin lalu terbahak. Dia menertawakan Lova yang tampak salah tingkah dan kedangkalan pikirannya sendiri itu.

"Hahaha, sorry." kata Gavin sambil mengelus pucuk kepala Lova. "Terus mau ngomong apa? Aku tau ada yang mau kamu omongin." Lanjutnya.

"Mas, kita liburan yuk." kata Lova akhirnya.

"Hm, itu." Gavin terlihat berpikir sejenak lalu mengangguk-angguk. "Oke. Kamu mau ke mana?" lanjutnya.

"Eh?" Lova terkejut karena Gavin langsung meng-iyakan usulnya itu.


"Beneran nggak apa-apa?" tanyanya lagi.

"Ya. Nanti aku kosongin jadwal."

Lova sumringah. Ternyata ini lebih mudah daripada perkiraannya.

"Aku pengen liat sakura, Mas. Hehe.."

"Hm, ke Jepang?"

Lova mengangguk perlahan. Gavin terlihat menimbang-nimbang permintaan Lova barusan. Kalau melihat sakura, artinya paling tidak mereka harus berangkat akhir bulan Maret atau awal bulan April. Sementara sekarang sudah tanggal 1 Maret. Cukup mendadak. Terlebih lagi Gavin teringat ada rapat direksi dalam waktu dekat.

Pria itu lalu melirik Lova yang sedang menatapnya dengan tatapan meminta kepastian itu. Jika Gavin menolak, sudah pasti Lova akan kecewa. Sudah hampir lima bulan, Gavin tak ada waktu dan selalu menunda rencana liburan bersama dengan istrinya itu.

Lova pasti merasa sedih, karena kenangan sebagai pengantin baru mungkin akan berlalu begitu saja. Terlebih wanita itu juga memberanikan dirinya untuk meminta langsung padanya. Dia sangat paham kalau istrinya ini jarang membuat permintaan. Tentu saja Gavin tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

"Oke. Besok aku coba atur waktu dulu ya sama Evan. Nanti aku siapin semuanya." Kata Gavin kemudian.

"Beneran nggak apa-apa, Mas?" tanya Lova memastikan.

"Iya. Aku juga pengen banget liburan sama kamu."

"Makasih ya Mas," Lova memeluk Gavin. Dia sangat senang karena akhirnya mereka berdua akan berlibur bersama. Gavin membalas pelukan Lova dan tersenyum. "Tapi jangan dipaksain ya, Mas. Kalau memang sekarang masih banyak kerjaan, sebaiknya jangan dalam waktu dekat. Aku pengen kita bisa liburan tanpa khawatir kerjaan." lanjut Lova.

"Iya. Beres," kata Gavin. Pria itu memandang Lova dengan intens dan mengelus pipi wanita itu. "Kamu bikin list deh, mau ke mana aja."

"Siap."

Lova dan Gavin saling menatap dan tersenyum satu sama lain. Sedetik kemudian wajah mereka saling mendekat dan mereka berciuman. Keduanya lalu tersipu dan tertawa. Mereka saling menatap dan berpegangan tangan.

"Tidur yuk, Sayang." Ajak Gavin.

Lova mengangguk. Mereka berdua lalu merebahkan tubuh di ranjang dan bersiap untuk tidur. Gavin lalu mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur. Pria itu mendekap Lova dan mencium kening wanita itu.

"Met tidur, Va."

"Met tidur juga, Mas Gavin."

***
Akhirnya setelah menimbang-nimbang, aku nulis juga lanjutan dari kisah Lova-Gavin ini, nih. Ringan aja sih, cuma seputar honeymoon-nya mereka 😆 Terus.. aku nulis juga kisah Radena-Lala di Extra Part ini lho hohohoho..

Extra Part-nya terdiri dari beberapa bagian, ya 😉 untuk part selanjutnya bakal di-update lagi secepatnya.


May I Love You? (愛してもいい?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang