Extra Part - Siap, Pak!

198 10 4
                                    

Pagi ini, Lala bangun pagi-pagi sekali. Gadis itu sibuk menyiapkan bekal makanan dan memilih-milih pakaian yang akan dikenakannya untuk bekerja hari ini. Terlebih dia akan berangkat kerja bersama dengan Radena. Lelaki itu akan datang menjemputnya. Bagai mimpi, namun ini nyata.

Lala bisa mendengar bunyi kendaraan berhenti dari dalam kamarnya. Gadis itu lalu melirik ke bawah dan mendapati mobil Radena sudah terlihat. Buru-buru dia mengambil tasnya dan turun ke lantai bawah.

Betapa senangnya Lala, karena di ruang tamu dia bisa melihat Radena tengah berbincang dengan papanya.

"La, ini Mas Radena katanya mau jemput kamu." Kata papa Lala.

"Iya, Pa. Ma, Pa, Lala berangkat dulu ya."

"Eh, Lala ini nggak sarapan dulu? Mas Radena juga yuk sarapan." Ajak mamanya Lala.

"Udah tante, Radena udah sarapan tadi di apartemen. Radena pamit berangkat dulu ya sama Lala. Om, Tante, kami berangkat dulu." Kata Radena sambil menjabat dan mencium tangan kedua orangtua Lala.

Lala seperti tidak mempercayai pemandangan ini. Ini seperti pemandangan pacar yang sedang meminta izin kepada orangtuanya untuk mengajaknya pergi kencan.

"Yuk, La."

"Iya, Pak."

Di dalam mobil Lala gelisah. Perasaannya bercampur antara bahagia dan tidak percaya. Radena memandang gadis itu dengan tatapan penasaran.

"Kenapa, La? Gue jadi kayak pacar lo ya?" kata Radena tiba-tiba.

"Hah? Haha.. betewe itu pertama kalinya Lala dijemput sama cowok. Terus sampe minta izin ke rumah sama Papa, Mama."

Radena terkejut mendengar itu. "Lho, lo belum pernah pacaran?"

"Pernah. Tapi nggak sampai kayak gitu. Mantanku nggak jentel, ya?"

"Hoo.. jadi lo mau bilang gue ini jentel ya."

Lala melotot ke arah Radena. Oke, baiklah. Memang begitu Radena. Justru malah aneh kalau lelaki ini tiba-tiba enggak narsis.

"Tapi tetep aja, Pak. Kan kita cuma berangkat kerja bareng, tapi Bapak udah kayak mau ajak kawin anak orang aja." Protes Lala.

"Yaudah, besok-besok gue jemput lo di depan komplek ajalah. Lo jalan dulu La, ke depan."

"Dih, nggak gitu juga, Pak." Lala menunduk setelah melihat Radena tersenyum. Gadis itu lalu menggenggam erat sabuk pengaman. Jantungnya berdebar kencang.

"Pak,"

"Ya?" jawab Radena tanpa menoleh ke arah Lala. Fokus dengan jalanan di depan.

"Anu, Pak.."

"Anu?"

"I-iya..." Duh, Lala menjadi panik, setelah menimbang-nimbang akhirnya dia bertekad untuk mengatakannya. Lala menarik napas dalam-dalam. Setelah membuang napas dia berkata lagi, "Lala boleh nggak merjuangin Bapak lagi?"

Lala terdiam, begitu juga dengan Radena. Terkejut dengan pernyataan Lala barusan, Radena jadi tidak bisa berpikir. Lelaki itu pun menepikan mobilnya di bahu jalan.

"Maaf, Pak Raden."

Lala tertunduk lesu. Tiba-tiba dia menyesali ucapannya. Gila. Hancur sudah. Dia terlalu gegabah menyampaikan lagi maksud hatinya. Padahal baru saja dia dekat dengan Radena. Lala terlalu senang dengan sikap sopan Radena kepada orangtuanya pagi ini. Namun, itu bukanlah jaminan bahwa Radena mulai menyukainya. Harusnya Lala lebih bersabar. Kalau begini, mungkin saja Radena akan menolaknya lagi.

"La.."

Radena memanggil Lala, namun gadis itu tak kunjung menjawab. Radena tahu pasti Lala sedang malu. Radena cukup tahu gadis seperti apa Lala.

"Lala." Panggil Radena lagi.

"Ya, Pak."

"Makasih, ya. Gue seneng lo sayang sama gue. Bahkan mungkin sampai sekarang. Terima kasih banyak ya, La."

Lala mulai menitikkan air mata. Radena pun mengambil tisu di dashboard mobil dan mengulurkannya kepada Lala.

"Jangan nangis, La."

"Hiks.. hiks.. maaf, Pak."

"Lala," Radena memberanikan diri untuk menyentuh kedua lengan Lala. "Coba lihat gue."

Lala pun mendongak sambil mengusap air matanya.

"La, jangan merjuangin gue lagi."

Jantung Lala bagai berhenti untuk beberapa saat. Air matanya tak dapat dia bendung. Radena lalu menghapus air mata itu. Lala lalu mencegah tangan Radena menyentuh pipinya. Sesaat dia tersenyum, lalu berniat untuk menghadap lagi ke depan. Namun, Radena mencegahnya.

"Tunggu, gue belum selesai." Kata Radena. "La, lo jangan lagi merjuangin gue. Tapi.. gantian gue yang merjuangin lo."

Lala terkejut. Matanya membulat. "Apa, Pak?"

"Saat ini, gue memang belum bener-bener suka sama lo, La. Mm.. mungkin ya. Tapi gue merasa nyaman dan seneng setelah berada di dekat lo. Gue merasa mungkin kita bisa saling cocok."

Lala menutup mulutnya karena tidak percaya dengan perkataan Radena barusan.

"Gue butuh waktu untuk memastikan perasaan gue. Dan selama itu, gue juga nggak minta lo nungguin gue. Tapi, satu hal yang pasti gue rasain.. gue seneng berada di dekat lo."

"Pak Raden serius nggak nih? Entar bercandaan doang lagi."

"Yee.. serius, La."

"Oke. Tapi Lala mau tunggu Bapak. Bapak tau kan, kalau Lala cuma sayang banget sama Pak Raden."

Radena tersipu mendengar pernyataan Lala barusan. Ada satu hal yang membuat Radena merasa mirip dengan Lala, yaitu mereka tidak segan-segan untuk mengatakan hal yang sejujurnya walaupun itu memalukan sekalipun.

"Iya, yuk jalan lagi. Kesiangan entar."

"Siap, Pak!"

EXTRA PART END.

May I Love You? (愛してもいい?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang