Segelas teh hangat seolah tak bisa menghangatkan tubuh lelaki berjaket merah dan bersyal merah itu. Dia terbiasa hidup di Jakarta dengan cuaca yang begitu panas, sekarang dia di Paris dan merasakan betapa sejuk-tapi menurutnya sangat dingin-ini. Radena mengeratkan syalnya kala bulu kuduknya meremang. Setelah itu dia menyeruput teh hangat yang tinggal sedikit. Jika di Jakarta, bisa dihitung berapa kali dia minum teh hangat, saat dia sakit, itu saja.
"Haha. Kamu bisa aja."
Suara mamanya terdengar begitu kencang. Radena menoleh, melihat mamanya tengah berbincang dengan wanita berambut pirang, yang katanya teman lama. Sengaja Radena tak mendekat ke dua orang itu. Paling ngomongin lagu Bukit Berbunga, batin lelaki itu.
"Iya, itu Radena. Makin ganteng, kan?"
Mendengar namanya disebut Radena memicingkan mata. Dia lalu mengangguk sopan ke teman mamanya itu. Setelah itu dia mengedarkan pandangan ke arah lain, menatap pengunjung hotel yang mulai memadati restoran.
"Anakku masih jomblo. Nggak tahu nunggu siapa."
Seolah ada yang memukul Radena dengan batu, hingga lelaki itu menegakkan tubuhnya. Sial! Baru kali ini dia tersindir dengan status jomlonya. Ah, tapi mau bagaimana lagi, dia memang jomlo.
Radena seolah ingat sesuatu. Dia merogoh ponsel di saku celananya dan melihat tak ada pesan masuk. Dia membuang napas pelan. Apa Lova di sana sedang sibuk? Apa gadis itu merindukannya? Atau gadis itu diam-diam ke sini?
"Hahaha," Radena tertawa sumbang, mana mungkin Lova merindukannya dan diam-diam ke sini? Kalau Lova sibuk, Radena jelas percaya, apalagi awal bulan seperti ini.
Jemari Radena lalu membuka chatroom-nya dengan Lova, gadis itu hanya membaca chat-nya, tanpa membalas sekalipun. Harusnya dari situ Radena sadar-atau lebih tepatnya sadar dari dulu-kalau dia tak sespesial itu di mata Lova.
"Ck!"
Tak ingin terlalu lama memikirkan ini, Radena mematikan ponselnya lalu memasukkan ke dalam tas. Kedua tangannya saling menggenggam, lalu dia mengedarkan pandangan. Saat arah pandanganya tertuju ke deretan paling pojok, dia melihat sepasang kekasih yang sedang berciuman. Radena mendengus pelan, di saat galau seperti ini dia disuguhkan dengan adegan romantis.
***
"Hehehe."
Lora mengernyit melihat kakaknya yang lagi senyam-senyum itu. Dia memutar tubuh, benar kakaknya senyam-senyum sambil menatap ponsel.
"Lo ngetawain apa, sih?" tanya Lora ingin tahu.
Lova sontak menghentikan senyumannya. Dia melongok, melihat adiknya yang duduk di dekat ranjang. Lova mengubah ekspresinya menjadi biasa saja saat melihat tatapan tajam dari Lora.
"Lagi inget adegan di novel," bohong Lova.
"Novel dengan pemeran utamanya lo, Kak?"
"Apaan sih."
Setelah menjawab seperti itu Lova memiringkan tubuhnya, membelakangi adiknya. Dia kembali tersenyum, ingat saat tadi berjalan dengan Gavin. Lalu pandangan Lova tertuju ke gelang di pergelangan tangan kirinya. Senyumnya semakin mengembang.
"Mas Gavin bisa sweet juga," gumam Lova.
Gumaman itu mampu didengar Lora, meski tak begitu mendengar nama siapa yang disebut. "Mas Gerin? Siapa tuh?"
Bola mata Lova membulat. Dia memutar tubuh menghadap adiknya lalu mendengus pelan. "Udah deh, Ra. Lo kan lagi nugas, ngapain ngelihatin gue mulu."
"Lo aneh sih. Kalau terusan kayak gini gue bakal lapor ke mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
May I Love You? (愛してもいい?)
Chick-Lit[COMPLETE] Soal cinta itu tak bisa ditebak, diprediksi dan dihitung dengan rumus manapun. Bisa jadi detik ini kau jatuh cinta, dan detik berikutnya kau akan terluka. Kadang cinta itu datang begitu cepat, tapi untuk melupakannya butuh waktu yang sang...