11

77 21 8
                                    

Gama merenung malam ini, dua hari berada di rumah Nindy, dia jadi tau bagaimana sikap asli Nindy. Dan dari mana sikap pengertian dan penyabar Nindy ada. Jawaban yang dapat menjawab pertanyaannya adalah kedua orang tuanya, meskipun ayahnya yang lebih mendominasi.

Waktu sudah semakin larut, namun nyatanya bukan hanya Gama yang melamun dengan spot yang dia gunakan adalah balkon. Tidak lama Nindy juga keluar dari kamarnya yang memang bersebelahan dengan kamar tamu yang Gama tempati.  Seolah alasan mereka tidak memilih tidur, karena mata mereka terlalu enggan untuk terpejam dan terlalu takut dirinya terbuai dengan mimpi indah yang nantinya sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi kenyataan.

Hanya helaan nafas yang terdengar pada malam ini untuk waktu yang cukup lama, dengan semilir angin yang tidak begitu kencang dan sinar rembulan yang tidak begitu terang.

"Lagi mikirin apa Ndy?" Akhirnya Gama memecahkan kesunyian di antara mereka berdua setelah waktu yang cukup lama.

Tanpa menoleh ke lawan bicaranya Nindy hanya fokus menatap lampu hias di taman rumahnya.

"Gak mikirin apa-apa." Gama seolah memahami, dia hanya mengangguk. Karena Gama tau pasti kemana pikiran Nindy berjalan.

"Tama ya?" Nindy hanya menjawab dengan helaan nafas panjang dan wajahnya yang langsung menunduk.

"Kenapa sama Tama?"

"Dia gak bales chat gue seharian ini."

"Lagi sibuk kali Ndy, pengumpulan tugas akhir sebelum libur semester."

"Tapi seenggaknya sekedar bales 'iya' atau gimana biar gue gak khawatir."

Gama hanya tersenyum, sedikit ada perasaan iri karena Tama memiliki Nindy yang masih meyempatkan waktunya untuk memikirkannya dan mengkhawatirkannya.

"Ya gimana lagi, mungkin nanti dia bakal jawab sambil ngirimin pesan pengantar tidur atau besok lo bangun dia ngirimin pesan selamat pagi."

"I wish, gue harap juga gitu, but Gam. Menurut lo gue kurang memahami kesibukannya atau gimana?"

Gama diam, karena memang dia tidak tau kan apa yang sedang di lakukan Tama di sana hingga tidak menyempatkan diri memberi kabar pada Nindy.

"Gue coba ngertiin dia, gue dulu yang selalu chat dia. Gue selalu nyempetin waktu gue entah itu saat gue kerja, nugas atau kuliah sebisa mungkin gue ngabarin dia. Tapi Tama, not at all."

"Gue gak tau ya Ndy, gue saat ini cuman lihat dari sudut pandang lo. Gue gak mau menyimpulkan sesuatu yang pada faktanya aja gue gak tau. Yang cuman bisa gue bilang, sabar, berpikiran positif aja, pikirin kemungkinan-kemungkinan yang cenderung positif kenapa Tama gak bales chat lo, kenapa dia gak sempet ngabarin lo."

"Yap, I try to understand him. But which make this hurt and hard for me, his media social is online."

Gama akhirnya diam, dia paham mengapa Nindy terlihat kesal, kecewa dan marah. Karena pesan penyalur kerinduannya di hiraukan oleh si pembuat rindu.

"Ewbo Ndy, percaya aja. Kekuatan kalian cuman bisa saling percaya. Yakin kalo dia sayang sama lo dan lo satu-satunya buat dia. Buang pikiran negatif lo. Hubungan yang udah lo bentuk sama dia selama 4 tahun gak akan mudah di hancurin sama jarak dengan kisaran waktu 6 bulan. Okay?"

Nindy tersenyum, meskipun tidak menoleh pada Gama namun Gama dapat melihat senyuman manis milik Nindy.

"Thanks Gam."

"Sama-sama, udah tugas temen saling menguatkan, ini udah malem Ndy. Mending lo tidur, besok sore kita udah berangkat ke Jogja. Entar lo malah sakit lagi gara-gara kecapekan."

FirmamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang